Home / Romansa / Bittersweet Revenge / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Bittersweet Revenge: Chapter 131 - Chapter 140

165 Chapters

BR ~ 131

“Tante bingung mau ngasih apa lagi, karena Wahyu sudah beliin kamu semuanya.” Desty menyerahkan tiga buah paper bag pada Anggun lalu duduk di sebelah wanita itu. “Kamu juga sudah beli baju-baju bayi sama mamamu, jadi, Tante beliin buat keperluanmu setelah lahiran.”“Nggak usah repot-repot, Tan.” Anggun meletakkan satu paper bag di pangkuan dan meletakkan dua lagi di samping kakinya. Melihat ke dalamnya, lalu mengeluarkannya isinya.“Nggak repot.” Desty tersenyum lebar pada Syifa yang sedang menyirami tanaman yang ada di tepi teras samping. “Nggak kepikiran beli, kan, Mbak?”“Makasih, Tan.” Anggun terkekeh kecil dan mengeluarkan satu per satu pakaian yang ada di dalam sana.“Ada pompa ASI,” ujar Desty menunjuk salah satu paper bag yang Anggun letakkan di sampingnya. “Bra menyusui sama apronnya sekalian.”“Harusnya beli penghangat ASI, sama sterilizernya juga,” celetuk Syifa tanpa menoleh lagi pada Desty dan sibuk menyirami tanamannya. “Botol, dot, sama kantong ASI-nya sudah dibelikan
Read more

BR ~ 132

“Sabar, ya.” Syifa kembali memberi semangat, sambil meraih tangan Anggun dan menggenggamnya erat. Menatap sang menantu yang sedang merintih, menahan rasa nyeri karena kontraksi yang datang kembali.Anggun hanya bisa mengangguk. Mengatupkan geligi dan menahan rasa nyeri yang kembali merayap di sekujur tubuh. Anggun mengerang, memejamkan mata, dan harus mengatur napas.“Kita bisa caesar kalau memang sudah nggak tahan,” ujar Syifa merasa nyeri sendiri melihat kondisi Anggun. “Kita konsul dulu, biar kamu nggak kesakitan seperti ini.”Anggun menggeleng. Menarik napas panjang lalu berujar, “nanggung ... Ma.”“Bukan masalah nanggung, tapi Mama takut kalau kamu nanti kehabisan tenaga.”Di titik ini, Syifa benar-benar takut dan tidak ingin membayangkan hal buruk apa pun. Ia sudah kehilangan Sabda dan itu sudah cukup membuatnya terpuruk. Andai tidak ada satu nyawa yang bersemayam di rahim Anggun, Syifa pasti sudah jatuh dalam kubangan depresi karena putra satu-satunya telah pergi dan takkan kem
Read more

BR ~ 133

Syifa dan Budiman berdiri di balik kaca besar yang memisahkan mereka dari ruang bayi, di mana deretan boks mungil berjajar rapi. Suasana di luar ruangan terasa hening, tetapi penuh dengan harapan dan kebahagiaan yang tidak terkira.Syifa merangkul erat pinggang Budiman. Kepalanya perlahan merebah di bahu, seiring senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Meskipun keduanya tidak saling bicara, kehangatan di antara mereka cukup menggambarkan rasa syukur yang begitu mendalam.Tatapan Syifa tidak lepas dari ruangan di depan mereka, menunggu dengan sabar saat-saat ketika cucu mereka akan diletakkan di boks.Namun, tidak hanya Syifa dan Budiman yang berdiri di sana. Tidak jauh dari mereka, Wahyu juga tampak tidak sabar sekaligus gelisah karena ingin melihat keponakan kecilnya. Pria itu sesekali melihat jam tangan, lalu kembali memandang ke kaca besar.Lantas, ketika akhirnya seorang perawat membawa bayi mungil itu dan meletakkannya di boks, ketiganya berdiri terpaku. Perasaan haru dan sukacit
Read more

BR ~ 134

“Putra Sabda Wisesa.” Senyum Syifa merekah, matanya berbinar penuh kebanggaan saat memamerkan cucunya pada Desty dan Darwin. Ia mengangkat bayi kecil itu dengan lembut, menunjukkan wajah tenang yang tengah tertidur pulas. “Panggilannya Putra.”“Mirip Sabda waktu bayi,” celetuk Desty saat pertama kali melihat wajah mungil yang begitu damai. Andai saja April tidak keguguran, saat ini Desty pasti sudah disibukkan dengan kegiatan menimang cucu. “Tapi ini lebih bulat.”“3,5 kilo, Des,” ucap Syifa berusaha memendam sesaknya dalam-dalam ketika mengingat Sabda. Hari bahagia ini, tidak boleh diselimuti duka karena ada satu makhluk kecil yang akan menjadi harapan baru. “Aku sampe takut Anggun nggak kuat di tengah jalan.”“Gimana rasanya, Nggun?” tanya Desty sambil mengusap pelan pipi bayi mungil itu dengan punggung telunjuknya.“Luar biasa.” Anggun geleng-geleng dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, ketika mengingat proses bersalin yang benar-benar menguras emosi dan tenaga.Meskipun ada
Read more

BR ~ 135

“Mas, mending kamu ke kamar terus istirahat,” ujar Anggun masih melihat Wahyu di kamarnya sejak tadi. Orang tua pria itu sudah pulang lebih dulu, kemudian disusul oleh Budiman dan Syifa yang hendak melepas lelah di rumah untuk sejenak. “Tidur siang.”“Kamu kalau mau tidur, tidur aja,” ucap Wahyu kembali mengabadikan sebuah gambar putra ke dalam ponselnya. “Aku nanti mau pulang ke rumah sebentar, tapi tunggu om Bud sama tante Syifa datang.”“Kapan ... pulang ke Bali?” Anggun kembali mempertanyakan hal yang sempat dilontarkan Darwin.“Belum tahu.” Wahyu bergeser untuk meletakkan ponselnya di meja. Kemudian, ia menghampiri Anggun dan duduk di samping wanita itu. “Mau aku turunkan kepala ranjangnya, biar kamu bisa tidur?”Anggun mengangguk. Seketika itu juga, Wahyu kembali berdiri dan menurunkan bagian atas ranjang agar Anggun bisa merebahkan diri dengan sempurna.“Makasih,” ucap Anggun sambil memiringkan tubuhnya perlahan. Gerakannya sedikit kaku, karena rasa nyeri di jalan lahir masih j
Read more

BR ~ 136

“Kenapa semuanya mendadak masuk ke kamar?” tanya Anggun bingung.Ia menatap satu per satu orang yang masuk ke kamarnya, setelah seorang perawat datang untuk memandikan Putra di sore hari. Anggun sudah pulang ke kediaman Wisesa siang tadi dan hanya beristirahat di kamar setelah makan siang. Ia baru membuka kamar, ketika diberi tahu perawat yang akan memandikan putranya baru saja datang.“Kami mau lihat Putra mandi,” jawab Syifa lalu terkekeh. Ia berhenti di samping meja, yang di atasnya sudah terdapat bak mandi bayi. Tangannya sudah menggenggam ponsel dan siap mengabadikan momen pertama sang cucu mandi di rumahnya.“Akhirnya, kan! Aku bisa lihat dia buka mata.” Wahyu dengan cepat mengabadikan momen tersebut di ponselnya. Mengambil gambar, lalu merekam bayi menggemaskan yang bajunya sedang dibuka dengan sangat hati-hati.Anggun hanya bisa bengong. Ia memilih menjauh dan duduk bersandar di sofa. Melihat ketiga orang itu mengerubuti perawat, yang sedang sibuk dengan Putra. Sejenak, Anggun
Read more

BR ~ 137

“Aku belum bisa ikhlas kalau Wahyu gantiin Sabda.” Syifa berucap, ketika Budiman baru saja berdiri di sampingnya. Mereka berdua sedang berada di dalam rumah, tepat di balik jendela yang tertutup tirai tipis. Melihat Wahyu dan Anggun, yang sedang bercengkrama di taman belakang sembari menikmati sinar mentari pagi bersama Putra.“Nggak akan ada seorang pun yang bisa gantiin Sabda,” ucap Budiman pelan sambil merangkul sang istri. “Wahyu cuma ingin menjaga Anggun, bukan menggantikan.”“Nggak jauh beda.” Syifa bersedekap, menoleh cepat pada Budiman. “Aku tahu Wahyu mulai mepet-mepet sama Anggun, apalagi sekarang ada Putra.”“Mereka sama-sama single, jadi sah-sah aja walaupun Anggun sepertinya belum ada respons ke sana.” Budiman juga menoleh pada Syifa. “Lebih baik Anggun sama Wahyu, daripada sama orang lain. Kenapa begitu, karena nggak semua keluarga laki-laki bisa menerima janda dengan anak satu. Pasti banyak pertimbangannya.”Syifa menghela panjang, lalu berbalik. Berjalan menuju sofa pa
Read more

BR ~ 138

“Hm!” Anggun menjawab panggilan dari Wahyu dengan gumaman. Meletakkan ponselnya di nakas, setelah mengaktifkan loudspeaker-nya.“Aku sudah sampe rumah.”“Ya udah istirahat.” Anggun malas meladeni Wahyu karena pria itu ternyata sangat posesif.“Kamu belum ngirim foto Putra.”“Mas, aku, kan, bilang nggak janji,” ujar Anggun lalu merebahkan tubuh di samping putranya. “Kalau sempat, aku kirim. Kalau nggak, berarti aku lagi capek. Aku mau istirahat.”“Kamu nggak suka aku nelpon?” tanya Wahyu.Anggun menggigit bibir bawahnya sejenak. Ia bukan tidak senang dengan kepedulian dan sikap hangat Wahyu, tetapi, Anggun tidak suka jika pria itu mulai bersikap posesif padanya. Padahal, mereka tidak memiliki hubungan layaknya sepasang kekasih.“Jangan salah paham,” ujar Anggun tidak akan membohongi perasaannya. “Aku senang karena selama ini kamu selalu ada buat aku. Tapi, Mas, tolong jangan posesif karena aku bukan milikmu. Aku masih punya hak bergaul dengan siapa pun yang aku mau dan jangan pernah ba
Read more

BR ~ 139

“Maaf, aku nggak bisa jemput.” Wahyu buru-buru menghampiri sang mama lalu memeluknya. Bergantian dengan Darwin, yang sore tadi sudah sampai di kediaman Wahyu yang berada di Bali. “Aku sibuk.”“Nggak papa,” ujar Desty kembali duduk di teras belakang rumah Wahyu yang ternyata sangat sederhana. Tidak seperti rumah putranya yang berada di Jakarta. “Sudah ada Anto yang jemput,” ujarnya menyebut nama anak laki-laki Farhat.Sesuai janji, Darwin dan Desty memang akan pergi ke Bali untuk melihat tempat tinggal Wahyu serta letak kantornya berada. Mereka pergi ke Bali, setelah Anggun selesai melahirkan.“Oia, April titip salam,” ujar Desty tanpa melepas tatapan pada Wahyu yang menggeleng lalu duduk di ujung tangga teras. “Kemarin dia nelpon dan Mama bilang mau ke Bali nengokin kamu.”“Nggak perlu dibahas,” ucap Wahyu sambil mengeluarkan ujung kemeja hitamnya dari celana dan melepas satu kancing teratasnya.“Jadi, kita bahas Anggun sekarang?” celetuk Darwin. “Bagaimana perkembangannya? Apa masih
Read more

BR ~ 140

“Kamu kurusan, Yu,” ucap Budiman ketika mereka berdua duduk pada kursi besi di depan supermarket. Menunggu pesanan kopi mereka datang, sambil menjaga Putra yang tidur dengan tenang di stroller. “Turun berapa kilo?”Wahyu menggeleng. “Nggak pernah nimbang.”“Jangan ngurusin kerjaan aja, tapi kesehatan juga harus dijaga.” Budiman menghela panjang ketika menatap pintu supermarket. “Kalau sakit, mamamu pasti yang paling kelabakan karena kamu jauh dan nggak ada yang ngurus.”“Mama juga sudah bilang begitu.” Wahyu menatap wajah tenang Putra yang terlelap. Keponakannya itu mirip dengan ayahnya, sehingga membuat Wahyu seringkali merindukan sepupunya yang telah tiada itu. “Tapi, jadwal sama porsi makanku nggak berubah.”“Tapi rutinitasmu yang berubah.” Budiman menunjuk pelipisnya. “Sama kebanyakan yang dipikir.”“Kalau itu nggak bisa dibantah.”Budiman tersenyum tipis melihat cucunya yang masih terlelap. Bibir mungil itu tampak bergerak-gerak pelan, seakan sedang menyesap sesuatu dalam mimpiny
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status