Home / Romansa / Bittersweet Revenge / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Bittersweet Revenge: Chapter 151 - Chapter 160

168 Chapters

BR ~ 151

Setelah liburan di Bali, hari-hari yang dijalani Anggun kembali seperti biasa. Rutinitas utamanya hanyalah mengasuh Putra dan sesekali melihat perkembangan perusahaan keluarga melalui laporan dari surat elektronik.Yang Anggun lihat, April cukup mumpuni dalam mengelola perusahaan sehingga ia tidak menyesal telah memberikan suara untuk wanita itu. Memang ada penurunan jika dibandingkan dengan kepemimpinan Regan. Namun, usaha April untuk tetap mempertahankan dan memajukan perusahaan juga tidak bisa dianggap enteng.Untuk satu hal itu, Anggun angkat topi dengan tulus atas dedikasi April pada perusahaan keluarga. Karena pada akhirnya, semua hal memang harus diserahkan kepada ahlinya dan orang itu bukanlah Anggun, tetapi April. Untuk satu hal itu, Anggun tidak akan membantah karena tahu kapasitas dirinya.“Pagi.” Desty berjalan cepat menghampiri Putra yang baru saja didudukkan di kursi makan bayi.“Pagi, Eyang Putri,” sapa Anggun segera memberi senyum pada Desty yang sudah datang sepagi in
Read more

BR ~ 152

“Mama tahu, melupakan itu bukan sesuatu yang mudah.” Syifa menghampiri Anggun yang duduk di teras belakang seorang diri. Melihat Putra yang sedang bersama Wahyu dan bermain catur di taman belakang bersama Budiman. “Memaafkan dengan tulus juga sebenarnya nggak gampang. Tapi, kalau sudah berurusan dengan nyawa, mungkin perlu kamu pertimbangkan lagi.”Anggun menoleh pada Syifa berada di sebelahnya. Wanita itu berkata demikian pasti karena Regan yang semalam masuk ICU. Pagi ini, Desty berencana pergi ke rumah sakit untuk memberi dukungan moril pada Elsa serta April. Sementara Anggun, sama sekali belum mengambil keputusan.“Mama nggak maksa kamu ke rumah sakit, karena Mama sendiri juga sudah nggak mau berurusan dengan keluarga pak Regan,” sambung Syifa memberi penjelasan. “Tapi, Mama nggak mau suatu saat nanti kamu kembali menyesal, karena mau bagaimanapun juga pak Regan masih keluargamu walaupun sikapnya nggak bisa dibenarkan.”“Tapi aku malas ketemu dengan mereka semua,” ungkap Anggun ju
Read more

BR ~ 153

“Aku sudah minta Ken untuk urus semua dokumennya lebih dulu,” ujar Wahyu menghampiri Anggun yang duduk bersila di ruang keluarga. Tidak hanya Anggun, tetapi Syifa pun sedang duduk di samping Putra yang sedang sibuk melempar semua mainan yang ada di depannya. “Jadi, semuanya bisa selesai dengan cepat.”Begitu Putra melihat Wahyu duduk tidak jauh darinya, bayi itu mulai merangkak dan menghampiri pria itu.Akan tetapi, Anggun bergegas menarik tubuh putranya lalu mendudukkan di tempat semula.“Mas, kamu dari tadi pagi masih pake baju itu dan pasti belum mandi,” ujar Anggun geleng-geleng. Pria itu baru kembali ke kediaman Wisesa di sore hari setelah mengantarkan Anggun pulang dari rumah sakit. “Buruan mandi, habis itu baru boleh pegang Putra.”“Aku tahu,” jawab Wahyu sudah hafal dengan aturan Anggun yang satu itu. “Makanya aku nggak langsung ambil Putra, tapi dia sendiri yang mau datangin aku.”“No, no, no,” larang Anggun kembali menarik tubuh Putra yang hendak merangkak. “Mama bilang tida
Read more

BR ~ 154

“Maaf ...”Sembari memegang nisan yang bertuliskan nama Sabda, Anggun menunduk. Hatinya kembali terkoyak saat mengingat masa-masa yang dihabiskan bersama Sabda, baik saat bahagia maupun dalam perdebatan-perdebatan yang tidak terhindarkan. Meskipun singkat, setiap detik bersama pria itu tetap membekas di hatinya.Terutama rasa sesal yang sampai saat ini masih saja menghantui. Walaupun sudah mulai berdamai dengan semua yang telah terjadi, ada kalanya kenangan itu datang tanpa permisi. Merayap dalam kesendirian dan membuat Anggun kembali merasa sesak dengan kenangan yang kembali merajai.“Aku sudah nggak bisa berandai-andai lagi, karena semua itu makin terasa menyakitkan.” Anggun menarik napas panjang untuk menguatkan diri. Namun, pertahanannya tetap saja runtuh. Air mata itu kembali menitik, mengalir perlahan membasahi pipi.“Karena itu, aku ... mau pergi dari Jakarta,” lanjut Anggun sembari terus mengusap air mata yang tidak kunjung henti menitik. “Aku mau memulai hidup baru dengan Put
Read more

BR ~ 155

“Barang-barangnya Putra sudah semua, Ma,” ucap Anggun menghampiri Syifa yang tengah menjaga Putra. Bayi yang semakin pintar itu tengah tidur di ayunan elektrik dan tampak begitu damai.“Oke ...” Syifa menutup buku yang dibacanya dan meletakkan di atas paha. “Kalau gitu kita bisa kirim barang-barangnya besok pagi.”“Mama sudah yakin mau pindah ke Bali?” tanya Anggun sambil duduk melantai di samping ayunan putranya. “Soalnya, Mama sama papa sudah tinggal lama di Jakarta. Dari lahir sudah di sini, jadi ... beneran yakin mau pindah?”“Kita cuma pindah orang, tapi semua-semua juga masih di sini.” Syifa mengerti dengan keraguan Anggun. Namun, ia juga butuh menghirup udara segar dan tidak berkutat pada kesedihan yang masih terasa pahit jika dikenang. “Mama juga pasti masih ke Jakarta, karena Sabda ada di sini.”Mengingat Sabda, rasa perih itu kembali menyeruak. Namun, Anggun tidak bisa terus-terusan berkutat dengan rasa sakit yang selama ini dibawanya. Ia harus melepasnya, dengan pergi menin
Read more

BR ~ 156

“Mama, ini semua salah paham.” Anggun mempercepat kunyahan dan berdiri seketika saat mendengar suara Syifa. Wanita itu pasti sudah melihat hal yang tidak seharusnya dan bisa berpikir yang tidak-tidak. “Aku bisa jelasin. Mas Wahyu barusan ... barusan ...”“Barusan?” Syifa bertanya lembut tetapi dengan ekspresi menuntut. Kedua alisnya terangkat tinggi dan memberi tatapan tegas pada Anggun yang tampak serba salah.Tidak seperti Wahyu. Pria itu justru duduk di stool bar ketika Anggun berdiri terpaku. Dengan wajah tanpa dosa, Wahyu menarik piring yang tadi berada di hadapan Anggun ke arahnya.Sambil masih menggendong Putra, ia menyuapkan nasi di piring Anggun ke mulutnya.“Mas Wahyu yang salah, Ma,” celoteh Anggun begitu saja. “Dia dekat-dekat, ngerangkul, terus pake nyium kepala.”“Wahyu?” Syifa beralih pada Wahyu yang dengan sigap mengusap punggung Putra yang merengek.“Sshh ... Papa di sini,” ucap Wahyu kembali berdiri dan bergerak pelan karena Putra sepertinya tidak ingin berada diam d
Read more

BR ~ 157

“Tante, ini nggak seperti—”“Kami lagi bicara.” Wahyu menyela tanpa melepas pelukannya. “Mama mau ngapain?”“Mau jenguk Putra.” Desty mengangguk-angguk, tidak terpengaruh sedikit pun dengan apa yang disaksikannya di depan mata. Baginya, hal seperti itu sudah sangat umum terlihat dalam pergaulan saat ini. Bahkan, hubungan Wahyu dengan April dahulu kala hanya bisa membuat Desty geleng-geleng kepala.Lantas, Desty beralih melihat pintu kamar Anggun yang terbuka dan menunjuknya. “Katanya demam, ya? Tante boleh masuk, kan?”“Boleh,” jawab Wahyu lalu melepas kedua tangannya. Namun, Wahyu dengan segera meraih pergelangan tangan Anggun agar wanita itu tidak pergi darinya. “Masuk aja, Ma. Putra baru aja tidur.”“Oke ...” Desty melangkah melewati kedua orang yang masih berdiri di tempatnya. “Nanti kita bicarakan masalah barusan. Langsung dengan keluarga besar, karena mama juga sudah tahu apa yang terjadi tadi pagi. Jadi, silakan lanjutkan bicaranya.”“Maaas!” Anggun mendesis. Merapatkan geligin
Read more

BR ~ 158

“Mama, bisa bicara sebentar,” pinta Anggun mendatangi Syifa yang berada di kamar, ketika keluarga Sadhana sudah kembali ke rumahnya. Hanya Wahyu yang menetap dan akan menginap, karena ingin memantau perkembangan Putra.“Masuk sini,” ucap Syifa pada Anggun yang berdiri di bibir pintu. Ia tahu, Anggun pasti sedang mengalami kegundahan, akibat pertemuan keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu. “Putra sama Wahyu?”“Iya.” Anggun mengangguk sembari melangkah masuk. Ia duduk pada sofa panjang yang baru ditunjuk Syifa. Sementara, wanita itu sedang duduk di depan meja rias dan melakukan ritual malamnya sebelum tidur. “Mereka di kamar.”“Sebentar, ya.” Syifa buru-buru meratakan pelembab di wajahnya dengan gerakan cepat, lalu beranjak menghampiri Anggun. Setelah duduk di samping sang menantu, barulah Syifa mempersilakan Anggun bicara lebih dulu dengan lembut. “Silakan, kamu pasti mau bicara masalah pertemuan tadi, kan?”Lagi-lagi Anggun mengangguk. Tanpa mau membuang waktu, ia lantas mengeluar
Read more

BR ~ 159

“Masih panas?” tanya Wahyu ketika Anggun baru saja membuka pintu kamar. Belum sempat Anggun menjawab, ia langsung merangsek masuk dan mendapati Putra masih terlelap di tempat tidur. “Rewel nggak?”“Nggak terlalu.” Anggun berbalik dan berjalan lesu menuju tempat tidurnya. “Titip bentar, ya, Mas. Aku mau mandi.”“Mandilah dulu.” Melihat Putra masih anteng di tempatnya, Wahyu mematikan pendingin ruangan dan beralih menuju jendela. Menarik tirainya, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi nan segar masuk ke dalam kamar.Sembari menunggu Anggun, Wahyu duduk bersandar pada bingkai jendela, menekuk satu kakinya. Menikmati embusan udara pagi dengan senyum lebar yang tersemat bahagia. Hati Anggun yang selama ini membatu, akhirnya menunjukkan retakan-retakan kecil yang memberi harapan. Wahyu tahu, semua itu bukanlah proses yang mudah. Namun, ini adalah sebuah langkah kecil yang membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang baru.“Udah gila, Mas?” tanya Anggun sembari kel
Read more

BR ~ 160

Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status