Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Rumah besar itu sunyi, tetapi di kamar Anisa, lampu masih menyala. Ia duduk di pinggir tempat tidur, memandangi foto-foto di dalam amplop cokelat yang diterimanya malam itu. Setiap foto terasa seperti pisau yang menusuk hatinya. Ada foto dirinya, Adit di taman bermain, bahkan gambaran sekilas momen ketika mereka di dalam mobil menuju sekolah.Anisa menggigit bibirnya, menahan tangis yang hampir pecah. Bayangan Adit, anaknya yang polos dan ceria, sekarang diselimuti ancaman yang tidak pernah ia bayangkan. Namun, di tengah rasa takut yang menghantui, ia merasa sesuatu yang lain mulai tumbuh: kemarahan yang menggelegak seperti lava di dalam dirinya.“Mereka telah melewati batas,” pikirnya. Tangannya menggenggam erat foto-foto itu, hingga kertasnya terlipat.Keesokan paginya, Anisa memasuki kamar Adit dengan senyum lemah tapi penuh kasih. Anak kecil itu masih meringkuk di tempat tidurnya, rambut hitamnya berantakan seperti biasanya. Ia terlihat damai,
Last Updated : 2024-11-29 Read more