Beranda / Romansa / Twogether / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Twogether: Bab 61 - Bab 70

89 Bab

61. GAUN MERAH

Raut wajah Eden berubah serius saat Anna bertanya. “Aku tak ingin membahasnya lebih jauh.” Eden berkata pelan tapi tegas. “Memangnya kau tahu apa?” Anna mengerjab. “Tidak, aku tak sengaja melihat sebuah foto dalam sebuah buku di san..” “Diam.” Eden memotong Anna dengan cepat. Suasana hatinya berubah total. “Jangan bertanya lebih jauh.” “Setidaknya aku harus tahu supaya aku bisa membantumu lebih jauh, bukankah kau juga menginginkan hal itu?” “Pikirkan saja urusanmu. Kita sudah sepakat untuk tak terlibat terlalu jauh bukan?” Nada suara Eden mulai terdengar dingin. Dia menghempaskan pisau ke lantai. Tak lagi berniat membantu Anna. Eden bangkit dan berdiri. “Apa kau belum bisa untuk jujur pada perasaan sendiri?” Anna masih saja bertanya, justru itu semakin memancing emosi Eden. Padahal pria itu tahu Anna juga pernah berada di posisi itu. Tapi kenapa Eden merasa marah saat dia bertanya? Memang selama ini A
Baca selengkapnya

62. DAGING PANGGANG

Terik matahari seolah membakar puncak kepala. Keringat sudah mengucur deras di pelipisnya. Anna masih berusaha untuk terjaga memanggang daging di halaman rumah. Ya. Dibawah terik matahari dan memanggang daging sapi. Entah yang mana akan gosong lebih dulu. Lagi pula siapa yang tidak akan bermandikan keringat jika berada di posisi itu. Anna salah perhitungan. Justru sekarang jauh lebih berat dari sebelumnya. Bahkan dia memakai pakaian yang begitu melekat di badan hingga terasa lengket. Tidak bisa seperti ini. Anna meletakkan penjepit sembarangan lalu mengeluarkan ponsel dari saku celemek yang tergantung di leher. Eden segera menjawab panggilannya setelah nada sambung berbunyi satu kali. “Kau dimana?” Anna bertanya dengan ketus. “Aku…. Pesan jus jeruk.” Anna dengan samar mendengar percakapan Eden yang tertuju untuk orang lain di seberang sana. “Apa yang sedang kau lakukan?” Anna tak terima jika hanya dir
Baca selengkapnya

63. GELAS KE EMPAT

Berbagai sajian tertata rapi di atas meja. Jjeon, daging panggang, aneka buah sesajen termasuk kacang yang dikupas Anna dan Eden semalam. Kacang itu ikut menjadi sesajian pada ritual kali ini. Semua orang membungkuk tiga kali menghadap sebuah foto besar seorang laki-laki lanjut usia yang terpampang di salah satu sisi ruang tamu. Keluarga tengah memberikan penghormatan pada mendiang kakek Eden. Setelahnya seluruh anggota keluarga yang perempuan kembali berdiri di belakang sambil mengirimkan doa. Sementara Anna duduk dipojokan dengan riasan wajah yang sudah luntur dan rambut acak acakan. Dia benar-benar tampak payah. Anna mencoba untuk bangkit dan berjalan mendekati Nyonya Arini karena penghormatan sudah hampir selesai. Kini mereka duduk bersama di meja makan yang lengang. Semua diam dan menikmati hidangan di piring masing-masing. Tiba-tiba saja Eden menyikut Anna, menyuruh Anna melakukan sesuatu. “Lakukan sesuatu!” bisik Eden pelan. Anna memej
Baca selengkapnya

64. PERGOLAKAN HATI

Meja makan kembali hening. Suasana tegang memenuhi langit-langit meja makan. Nyonya Arini sudah mulai merasakan situasi buruk akan segera terjadi jika dia tak menghentikan Anna saat itu. Tak ingin ambil pusing. Eden seolah bisa melihat gambaran apa yang akan terjadi setelahnya justru masih asik menyantap hidangan di meja dan tampak tak peduli dengan adu mulut antara kekasih dan keluarganya. “Aku memang tidak punya hak untuk melarang hal ini atau itu dari kalian, tapi aku..” Anna terus berbicara dengan suara gemetar, mengabaikan teguran dari Nyonya Arini. “Tapi aku dan ibu bekerja keras hari ini membuat hidangan yang sedang kalian santap ini.” Anna menunjuk-nunjuk setiap piring di meja dengan sumpit. “Baiklah. Aku mengerti jadi tenanglah.” Tuan Teddy berusaha menenangkan Anna. “Ayahlah yang terburuk di sini!” Anna balas menatap Tuan Teddy yang tampak bingung. “Bukankah kau harus cuti hari ini? Apa gunanya punya perusahaan send
Baca selengkapnya

65. MENGURUNG DIRI

Anna menekan kata sandi keamanan milik rumahnya namun bukannya terbuka, justru lampu merah di atas gagang pintu menyala. Pertanda kata sandi yang dimasukkan salah tiga kali. Kesabaran Anna rasanya sudah habis dan mencapai batas hingga dia menendang pintu rumahnya berkali-kali lantas terduduk di lantai. Dia menangis sekeras-kerasnya menumpahkan segala perasaannya yang tertahan tadi. Lupakan tentang tetangga apartemennya yang mungkin mendengar tangisannya yang semakin lama semakin memuncak. Sepertinya Sherin juga mendengar tangisan seorang gadis hingga membuatnya ingin mengutuk gadis itu. Namun semua itu urung di lakukannya setelah mendapati Anna yang terduduk di balik pintu. “Anna?” Sherin langsung berjongkok dan mengalungkan tangannya memeluk Anna. Sebelah tangannya mengusap punggung belakang kepala Anna hingga punggung gadis itu. Berharap itu dapat membuat pundak Anna yang bergetar menjadi tenang. Kedua tangan Anna ikut memeluk Sherin d
Baca selengkapnya

66. SEMESTA PUN BERPALING

“Tolong buat aku menjadi seperti ini,” kata Anna dengan sopan sambil menunjukkan sebuah potret seorang gadis dengan potongan rambut pendek model wolfcut.Seorang gadis muda yang berdiri di belakangnya menggangguk pelan. “Apakah kakak ingin menjadikan lebih pendek segini atau dipanjangkan sesuai foto?” Hairstylis itu memberi pilihan setelah melihat layar ponsel Anna sambil meletakkan tangan di kedua sisi kepala Anna.“Buat sedikit lebih pendek ya,” pinta Anna.Gadis muda itu mengangguk mengerti. Dia terampil memasang kain yang dililitkan di sekeliling tubuh agar tak ada potongan rambut yang menempel pada baju saat helai demi helai rambut yang terjatuh nanti. Setelahnya kedua tangannya mulai memainkan rambut Anna. Kemudian menggunting perlahan helai demi helai rambut Anna.“Potongan rambutnya tampak sangat cocok di wajah kakak, terlihat jauh lebih segar dan rapi,” ujar hairstylis itu puas dengan hasil kerjanya sendiri. Begitu pula dengan Anna yang menyunggingkan seulas senyum dari balik
Baca selengkapnya

67. HOT COFFE

Eden tak bisa tidur nyenyak semenjak kejadian itu. Entah mengapa hari-harinya terasa kelam setidaknya sampai ia melihat seorang wanita dengan potongan rambut pendek dari kejauhan.Pria yang mengenakan suit berwarna hitam itu memacu laju mobilnya hingga berada tepat di samping gadis itu. “Astaga!” ucapnya dengan senyum yang mulai merekah. Awalnya ia tidak yakin setelah melihat rambut gadis itu, tapi dia menjadi yakin setelah melihat jelas wajah pemilik rambut dengan potongan yang berani itu.Gadis itu langsung menoleh saat Eden menekan klakson. Namun raut mukanya menunjukkan kalau dia tak suka, bahkan dia buru-buru masuk ke dalam café.“Apa dia masih marah padaku?” gumam Eden pelan. Dia segera menyusul Anna setelah memarkir mobilnya dengan cepat.Eden tak mendapati Anna menduduki meja mana pun. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat Anna berdiri di balik meja kasir. “Kau bekerja di sini?” Eden bertanya berusaha mengendalikan raut wajahnya yang entah kenapa senang setela
Baca selengkapnya

68. TEPI JURANG

Anna masih diam di tempat. Dia mengunci mulut rapat-rapat. Tak ingin menyela percakapan antara seorang ibu dan anaknya. Setidaknya itu sebelum Eden mengatakan kalau dia serius ingin menikahi dirinya. “Apa? Hei, Eden.” Anna spontan memanggil nama Eden. Hal yang dikatakan Eden tak pernah terbersit di benaknya barang sedetik pun. Dia memang masih butuh waktu untuk meyakinkan perasaannya sendiri, tapi keinginan Eden barusan terasa seperti kejut jantung baginya. Nyonya Arini tertawa ringan. Dia tak percaya dengan putranya yang dulu sangat menentang pernikahan, tapi kini malah tergila-gila dengan satu wanita. Dia menatap raut wajah anaknya dengan nanar. “Kau sudah memanfaatkannya untuk kepentinganmu, kau pikir dia akan mau menerimamu?” Nyonya Arini tetap mencari celah. “Aku tidak peduli. Lagi pula dia sudah tahu semuanya. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini.” “Bagaimana menurutmu?” Nyonya Arini beralih menatap Anna.
Baca selengkapnya

69. KEJADIAN 3 TAHUN LALU

Anna tetap memberi hormat saat dirinya hendak meninggalkan ruangan. Setidaknya hanya itu yang bisa dilakukannya saat itu. Sementara Eden tampak tak peduli dan terus berjalan keluar menarik gadis di belakangnya yang tak membantah barang sedikit pun. Tangan mereka masih berpegangan erat hingga Eden menyadari mereka sudah berjalan cukup jauh dari klinik. “Kau baik-baik saja?” Eden memijat pelipisnya pelan. Walau Anna hanya bisa melihat punggung Eden, tapi dia tahu jika pria itu mungkin saja menangis kini. Anna memperhatikan bahu Eden yang sedikit bergetar. “Eden?” panggilnya lagi dengan lembut. Eden membalikkan badan. Dia tak berani menatap mata Anna. “Maaf aku sudah membuat keributan. Lupakan semua yang aku katakan tadi, aku akan membereskan semuanya,’ tutupnya lagi. Anna mendesah panjang. Bukannya Anna tak percaya, tapi setiap kali Eden bilang akan membereskan semuanya sudah pasti semua itu akan menjadi rumit dan
Baca selengkapnya

70. MOBIL HITAM

Anna memegang tengkuknya yang terasa berat dan pegal. Walau terasa cukup lelah, dia masih bersyukur atasannya tidak memecatnya sepihak setelah menghilang hampir setengah hari. Dia berpamitan pada rekan kerjanya setelah menyelesaikan semua pekerjaan tambahan. Termasuk membersihkan peralatan, menyapu hingga mengepel lantai. Bahkan mengeringkan cangkir-cangkir yang baru saja dicucinya. “Aku pulang duluan ya,” ucapnya berpamitan pada rekan kerjanya yang usianya hampir sebaya. Entah mengapa rasa lelah luruh ke lantai setelah mendapati punggung seseorang tepat setelah mendorong pintu café. Sudut bibirnya melengkung otomatis. Dia sudah tahu siapa pemilik punggung itu tanpa harus melihat wajahnya lebih dulu. “Eden?” Pria yang dipanggil namanya menoleh. Sebuah senyuman hangat terukir di wajahnya. “Kau sudah selesai?” tanyanya lembut. “Hei, apa yang kau lakukan di sini?” Tangan Anna dengan cepat menutup pint
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status