Beranda / Romansa / Twogether / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Twogether: Bab 41 - Bab 50

89 Bab

41. PEMBANTU UMUM

Jjeon terakhir sudah selesai dicetak. Panci adonan sudah kosong. Beberapa masakan lain juga sudah matang. Kimchi, bulgogi dan juga menu lainnya. Tak hayal semua menunya menyajikan makanan khas dari negara ginseng merah nun jauh di sana, mengingat Eden memiliki darah korea dar garis keturun ayahnya. Anna menyeka peluh di dahi. Wajahnya sangat berantakan. Jangan tanya rambutnya yang sudah basah dan sedikit mengambang. Sedari tadi dia melaksanakan perintah Nyonya Arini tanpa membantah. Anehnya dia menurut saja. Sekarang dia justru bertanya apa yang sedang dilakukannya di sana? Padahal mereka adalah orang asing. Lamunan Anna pecah ketika suara bel terdengar. Anna bergegas menuju layar mini yang menempel di dinding dekat dengan pintu masuk. Dia melihat wajah-wajah baru di layar. “Bukakan pintu untuk mereka!” Anna menoleh ketika mendengar suara Nyonya Arini dari dalam. “Baik bu.” Anna menjawab singkat lalu menekan tombol buka pada layar.
Baca selengkapnya

42. AKU BERBEDA

“Tutup mulutmu itu. Sudah kubilang berpikir dulu sebelum bicara.” Nyonya Arini berkata geram dengan suara setengah berberbisik pada Anna. Mereka sudah berada di dapur setelah Nyonya Arini berhasil menariknya keluar dari ruang tamu beberapa menit lalu. “Mana bisa aku diam saja saat mereka bicara hal-hal buruk tentangku dan juga ibu.” Anna menjawab membela diri. Dengan kepribadian Anna yang seperti itu mana bisa dia diam saja setelah mendengar percakapan keluarga Tuan Teddy. “Tetap saja kau tidak seharusnya seperti itu. Apa orang tuamu di rumah tidak mengajarkan sopan santun?” Nyonya Arini masih saja mengomeli Anna. Pupil mata Anna bergetar untuk sesaat. Dia merasa kalah telak. Dirinya tidak punya ayah dan memang tidak pernah diajarkan sopan santun dari seorang ayah. Jadi Anna merasa dia tak bersalah walaupun bertingkah seperti itu. Tapi lihatlah mereka. “Apa mereka juga tidak diajarkan sopan santun oleh orang tua mereka?” Anna balas mempe
Baca selengkapnya

43. SEBUAH EKSPEKTASI

Eden langsung pulang setelah menyelesaikan rapat yang terjadwal hari itu. Dia merasa tidak enak jika harus membuat Anna di rumah keluarganya sendirian. Eden yakin jika gadis itu sudah diomeli habis-habisan oleh ibunya di rumah. Dia berencana akan meminta maaf pada Anna setelah acara keluarganya ini berakhir nanti malam dan mengatakan kalau dia sudah bekerja keras hari itu. Pria yang mengenakan setelan jas itu mendorong kenop pintu dan memakai sandal rumah. Dia sudah tiba beberapa menit yang lalu. Eden melewati ruang tengah. Di sana sudah ada keluarga ayahnya. Sudah kewajiban bagi Eden untuk menyapa dan memberi salam. “Ayah sudah pulang?” Eden bertanya hanya untuk berbasa-basi. “Dia masih ada pekerjaan kantor,” jawab bibi Eden terdengar ketus. Eden menilik raut wajah setiap penghuni ruang tengah yang tampak tak ramah. Mereka seperti kesal akan suatu hal. “Apa terjadi sesuatu sebelum aku tiba?” Eden bertanya dengan sopan. Menya
Baca selengkapnya

44. BUKAN GADIS BIASA

Acara peringatan pernikahan keluarga di mulai. Sebenarnya ini lebih seperti acara peringatan kematian dari kakek Eden. Namun nenek Eden tak ingin mengingat hari kematian suaminya sebagai hari yang sedih, jadi dia memilih untuk selalu memperingatinya sebagai peringatan pernikahan. Tidak ada yang spesial. Hanya makan malam dan setelah itu berdoa bersama. Anna duduk paling belakang di samping Eden saat mereka berdoa bersama. Anna merasakan sakit yang amat pada kaki kirinya kerena sudah duduk terlalu lama. Dia tak pernah duduk bersimpuh di lantai selama ini sebelumnya. Jadi Anna terlihat tak nyaman dan terus merubah posisi duduknya. Eden menyikut Anna. Gadis itu terus menimbulkan suara saat merubah posisi duduknya. Hal itu membuat seluruh keluarga menoleh pada mereka. Anna langsung memasang wajah datar ketika dia menjadi pusat perhatian, seolah tak terjadi apa-apa. Barulah mereka kembali menghadap ke depan. Melanjutkan berdoa. “Perbaiki dudukmu.” Eden b
Baca selengkapnya

45. KACAU BALAU

“Padahal kau punya menantu yang lain dan juga anak perempuanmu yang manja ini.” Anna menunjuk tante Eden dengan matanya. “Memangnya menantumu hanya Ibu Eden? Dan kenapa pula menyuruh ibu melakukan semua ini sendiri? Kalian tahu seberapa berat pekerjaan ibu hari ini?” “Anna, kembali duduk!” Nyonya Arini kembali menyahut karena Anna sudah berdiri dari kursi tanpa sadar. Meja makan lengang seketika. Anna menoleh ketika Eden meraih tangannya. “Sayang, duduklah! Kendalikan emosimu.” Eden ikut berusaha menenangkan dan menyuruh gadis yang tersulut emosi itu untuk duduk. Baiklah Anna akan menurut. Anna membalas Eden dengan tatapan yang kecewa dan kembali duduk. Dia menepis tangan Eden lalu mengambil sendok lalu menyuap nasi ke mulut dengan kasar. Tidak peduli dengan suasana yang sudah diciptakannya. Dia menatap nenek Eden saat mengunyah makanan. Eden berusaha menyembunyikan gelaknya di balik wajah datar. Entahlah apa dia harus merasa
Baca selengkapnya

46. HILANG

Eden mengusap rambut sambil menghela nafas panjang. Bukankah ini yang diinginkannya? Tapi kenapa menjadi seperti ini. Dia kembali ke rumah. Mendatangi ruang tengah yang masih lengang. Eden berpapasan dengan Nyonya Arini, namun dia melewatinya begitu saja. Eden hanya ingin mengambil jas yang dipakainya tadi di atas sofa. Kemudian berlalu keluar rumah. “Kau tidak menghabiskan makananmu dulu?” Tuan Teddy berseru ketika Eden sudah sampai di pintu. Anaknya itu tidak menjawab sama sekali. “Lihatlah anakmu itu. Dia masih saja kurang ajar pada orang tua.” Nenek Eden menyahut. “Cukup bu.” Tuan Teddy tak ingin memperpanjang perdebatan mereka di meja makan sore itu. “Jika ibu tak menyinggung masalah tentang Anna, Eden tidak akan seperti itu.” “Astaga, sekarang kau ikut menyalahkan ibu?” Nenek Eden mendengus tak terima dengan tuduhan putra sulungnya. Nyonya Arini kembali ke meja makan. Langsung duduk. Tak banyak bersuara.
Baca selengkapnya

47. SALEP LUKA

Eden mendatangi taman kota. Mencari gadis yang memakai piyama hitam. Dia tidak mungkin sudah berganti pakaian bukan? Eden membatin. Matanya menyusuri setiap sudut taman di tengah keramaian yang semakin memuncak. Langit malam tampak indah berhiaskan ribuan bintang. Bulan juga tampak menawan walau hanya setengah. Taman kota ramai meski sudah malam. Banyak orang yang berlalu lalang untuk melepas penat selepas pulang kerja. Ada yang sendiri, berdua bersama pasangan, keluarga kecil atau mungkin bersama teman. Seperti sekelompok anak gadis yang baru saja dilewati Eden. Eden terus menyusuri jalan kecil yang membelah taman hingga tiba di sisi sebelah jalan. Sepertinya Anna tidak ada di sini. Eden kemudian melewati setiap rumah minum atau bar mini di sepanjang jalan di tepi trotoar. Berharap akan menemukan yang dicarinya di sana sesuai saran dari Sherin tadi. Beberapa kali dia keluar masuk rumah minum, dia tetap tak melihat ada Anna di sana. Entah apa yang membuat Eden
Baca selengkapnya

48. BERKATA JUJUR

“Mengapa kau mengikutiku? Pulanglah sana!” ucap Anna saat menyadari Eden mengikutinya di belakang. Benda kotak itu mendesing halus bergerak naik. Mereka tengah berada di dalam lift menuju lantai tujuh. Hanya ada mereka berdua di dalamnya. Wajar saja mengingat sudah hampir tengah malam. “Tadi aku tak sengaja bertemu dengan teman rumahmu.” Kata Eden menjawab singkat. Tentu saja itu bukanlah jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang dilontarkan Anna satu menit lalu.Pintu lift terbuka. Anna menoleh sebelum keluar. “Sherin? Dimana?”“Di sini.”Anna melangkah keluar lalu berkata, “kau sudah ke sini tadi? Kenapa?”“Buat apa lagi? Ya untuk memberikan obat itu.” Eden melirik kantong obat di tangan Anna.Mereka sudah tiba di depan pintu. “Lalu apa hubungannya kau mengikutiku dengan kau yang bertemu Sherin tadi.”“Hm?” Eden menjadi salah tangkah. Kakinya melangkah begitu saja mengikuti Anna semenjak gadis itu meninggalkan mobilnya tadi. “Ya…. Aku ingin menyapa temanmu lag
Baca selengkapnya

49. KUNJUNGAN TAK TERDUGA

Anna mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Mengusap pelan bagian sisi kiri dan kanan sambil duduk di tempat tidur. Sekarang dia agak kesulitan untuk tersenyum karena pipinya masih terasa kebas. Rasa sakitnya semakin menjadi semenjak bangun tidur pagi itu. Gadis dengan baju tidur berwarna putih itu menghela nafas pelan. Melirik ponselnya di atas meja nakas. Dia lupa akan benda kecil itu semenjak kemarin. Wajah Anna diterpa cahaya layar ponsel. Dia menyergit karena silau. Dua panggilan tak terjawab dari Eden dan juga satu panggilan tak terjawab dari Kevin. ‘ “Ah, kenapa pria brengsek ini meneleponku?” Anna bergumam pelan. Dia berdecak kesal. Sebuah pesan masuk membuat mata Anna melotot. Hei. Itu dari Zeno. Dia kembali mengajak Anna jika punya waktu senggang besok. Yang berarti hari ini. Baiklah. Dia langsung setuju dengan ajakan Zeno. Lagi pula hubungan Anna sudah berakhir dengan Eden, jadi dia sudah boleh pergi kemana pu
Baca selengkapnya

50. JANJI YANG TERLUPAKAN

Anna bergegas turun dari bis. Dia sudah menempuh perjalanan selama satu jam. Sekarang dia masih harus naik taksi sekitar sepuluh menit jika ingin tiba lebih cepat. Dia harus segera tiba di rumah. Hanya Eden yang ada di benaknya sekarang. Anna tak bisa berpkir jernih memikirkan apa yang sedang dilakukan Eden di sana. Semua rencananya menjadi gagal. Baik Zeno dan juga Eden. Entah apa yang dipikirkan Eden tiba-tiba datang ke rumahnya. Anna segera berlari ke rumah dan membuka sepatunya dengan cepat lalu berganti sandal rumah. Seketika langkahnya berhenti ketika melihat ibu dan neneknya tengah tertawa lepas bersama dengan Eden. Mereka tampak begitu bahagia tengah menyantap makan siang di tengah rumah. Gadis dengan rambut yang dikuncir kuda itu termangu di tempat. Menatap ibunya lamat-lamat. Dia sudah lupa kapan terakhir kali melihat ibunya bisa tertawa lepas seperti itu. Selama ini hanya rasa khawatir yang terpancar dari raut wajah sendu wanita paruh b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status