Home / Romansa / Twogether / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Twogether: Chapter 71 - Chapter 80

89 Chapters

71. PONSEL BARU

Eden mengabaikan pria yang menabraknya tadi dan kembali ke mobil. Mengacuhkan sapaan sarkas yang sungguh ingin dihindari Eden sepanjang hidupnya. “Bagaimana?” Anna bertanya saat Eden sudah kembali dan duduk dibalik kemudi. Dia masih memegang tengkuknya yang terasa sakit. Eden melajukan mobilnya. “Orang iseng.” Dia menjawab singkat. “Kau membiarkannya begitu saja?” Anna mulai marah. Eden bersikap aneh karena dia diam saja tak menjawab. “Mana ada orang iseng sampai segitunya.” Gerak tangan Anna kalah cepat dengan tangan Eden yang segera menahan lengannya yang hendak membuka pintu mobil. “Ada,” jawab Eden singkat. Pandangannya lurus ke depan yang membuat Anna ikut memperbaiki duduknya menghadap ke depan. “Ah, kenapa menahanku? Jelas-jelas dia yang salah, kenapa kita yang harus mengalah?” “Sudahlah. Sebaiknya kita ke rumah sakit.” Anna melepaskan tangan Eden yang semakin terasa kuat. “Tapi..” Eden menginja
Read more

72. GPS

Anna berjalan lemas memasuki rumah dengan sebuah kantong di tangan. Dia akhinya menerima pemberian Eden setelah berusaha setengah mati menolaknya. Tapi Eden sama saja dengannya, sama-sama keras kepala. Jadi sia-sia saja jika harus berdebat untuk hal-hal yang tidak akan bisa dimenangkannya. “Kenapa raut wajahmu begitu?” Sherin bertanya dari dapur. Dia tengah menyantap makan malamnya. Sepiring salat yang tersisa setengah di piringnya. Ya. Badannya tidak akan gemuk hanya karena memakan salad di tengah malam. “Kau baru sarapan jam segini?” Anna menoleh seraya terus berjalan ke ruang tengah. Dia menghempaskan badan ke sofa. “Tidak, ini makan siangku sekaligus makan malam.” Sherin menjawab singkat dengan wajah cemberut. Dia tidak selalai itu untuk baru akan sarapan pada pukul sembilan malam. Satu sendok salad baru saja masuk mulutnya. “Kau merasa kenyang hanya dengan makan itu?” Anna menggelengkan kepala pasrah pada temannya itu. S
Read more

73. SETANGKAI MAWAR MERAH

Eden paham betul apa keinginan Anna sehingga gadis itu tak akan menolak. Eden mengajak Anna ke sebuah bar yang terkenal di kota. Suasananya tenang dan damai. Perpaduan musik klasik dan cahaya temaram semakin menambah sendu suasana di dalam bar. Cocok sekali bagi siapapun yang ingin melepaskan stress di sana. Bebas dari hiruk pikuk atau musik yang memekakkan telinga. Anna mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut bar. Dia langsung suka sama seperti jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu pertama kalinya dia mengungjungi tempat seperti itu.Mereka duduk berdampingan dengan kedua gelas minuman beralkohol sudah tersaji di depan mereka. Tak lupa juga mereka mengambil foto sebelum minum. Tersenyum layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Kemudian mereka memeriksa hasil foto yang baru saja diambil oleh Eden. “Hei! Aku terlihat aneh di sini. Ambil yang benar. Sekali lagi,” pinta Anna. Dia tampak lebih antusias dibandingkan Eden. “Tidak, kau keli
Read more

74. SALAH TINGKAH

Untuk kedua kalinya Anna dibuat membeku tak mampu berkutik karena jawaban Eden. Namun dia segera menyangkal, menolak untuk percaya. “Hei! Mana ada, ada ada saja, sepertinya kau yang mabuk.” “Aku serius dan aku tidak mabuk.” Eden mengangkat gelasnya yang masih berisi soda. “Eh, atau aku yang mabuk ya,” kata Anna mengalihkan pandangan. Deru nafasnya tak karuan setelah mengetahui bahwa Eden serius. Aliran darahnya seolah berpacu cepat ke jantung. Membuat Anna bisa mendengar detak jantungnya sendiri. “Kau sudah mau pulang?” Eden meraih lengan Anna dengan cepat, menghentikan Anna yang spontan berdiri. “Toilet, aku mau ke toilet sebentar.” Perlahan Eden melepaskan lengan Anna. Membiarkan gadis itu melenggang ke arah kemar mandi. Eden memperhatikan Anna dari belakang. Hampir saja dia berlari secepat kilat saat Anna tak sengaja menabrak kursi di meja sebelah. Anna dengan capat bilang kalau dia baik-baik saja dan mempercep
Read more

75. SERANGAN TAK TERDUGA

Semenjak pagi perut Anna terasa tidak enak, dia merasa mules. Dia sudah berulang kali bolak-balik kamar mandi. Bahkan kini perutnya terasa tegang. “Kau tak apa?” Sherin mengetuk pintu kamar mandi. Dia sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Lebih tepatnya dia ingin pergi berbelanja. Tapi urung dilakukannya setelah melihat Anna yang bolak balik kamar mandi. “Hm.. Aku..baik..baik saja. Kau pergi saja..” Anna berusaha keras menjawab pertanyaan Sherin. “Kau yakin baik-baik saja?” “Hm. Sepertinya aku salah makan semalam,” “Baiklah. Kalau begitu aku berangkat dulu ya, aku meletakkan obat sakit perut di atas meja. Jangan lupa diminum.” Anna bisa mendengar pintu ditutup dari luar. Dia masih betah duduk di kamar mandi dengan kedua tangan yang menangkup perutnya. Dengan begitu rasa sakit di perutnya menjadi berkurang walau hanya sedikit. Dia mencoba mengingat-ngingat apa yang dimakannya semalam. Ya. Hanya minuman itu. Sepert
Read more

76. JAMUAN KELUARGA

“Aku tidak mau.” Eden memaksa Anna turun dari mobil. Mereka tiba di depan restoran bergaya prancis tak jauh dari kantor Eden. Sebelumnya Eden sudah menjelaskan kalau akan ada acara penting, pertemuan antara pimpinan perusahaan keluarga Eden di restoran itu. Dan tentu saja Nyonya Arini turut hadir. “Sekali ini saja. Aku mohon sekali ini saja. Aku akan memastikan kalau ini adalah yang terakhir kalinya aku meminta padamu seperti ini.” Eden meminta dengan putus asa mengabaikan Anna yang asik bersiteru dengan ketegangan di perutnya. Namun cara Eden yang memohon padanya selalu berhasil menarik perhatian gadis berpotongan rambut pendek itu. Akhirnya dia berhasil menarik tangan Anna keluar dari mobil. Hingga mereka tiba di bibir tangga hendak menaiki dua buah anak tangga menuju teras restoran. Anna berusaha menepis tangan Eden. “Berhentilah merusak acara ibumu. Kau bahkan tak tahu apa yang terjadi hari ini…” Astaga! Anna terdiam seje
Read more

77. PRIA JAHAT

Akhirnya Anna bisa bernafas lega. Segala bebannya terlepas seolah dia tak lagi punya masalah di dunia ini. Sebelah tangannya menyentuh perutnya. Hampir saja terjadi bencana buruk jika dia tak segera ke kamar mandi. Anna berkaca sebentar sambil mencuci tangan lalu berjalan ke arah pintu. Gerak tangan Anna yang hendak memutar kenop pintu terhenti. Dia mendengar percakapan antara Eden dan Kevin di balik pintu. Anna melepaskan gagang pintu dengan pelan lalu menempelkan telinga ke pintu, dia menguping. “Apa?” Eden terkekeh ringan, kemudian melepaskan tangannya dari kerah baju Kevin. “Dasar tak tahu malu. Kau masih bisa bicara seperti itu? Kau pikir kenapa Anna tak mau keluar dari kamar mandi dari tadi, huh? Itu karena kau berdiri di sini semejak tadi.” Eden mendorong bahu Kevin dengan ujung jari telunjuknya. Kevin mendengus. “Jangan berlagak seolah kau itu pahlawan. Kau belum tahu apa yang akan terjadi setelah ini.” “Tutup mulutmu. Kau pikir dia sama den
Read more

78. TANGIS PENYESALAN

“Apa katamu? Aku?” Sebelah alis Eden terangkat. Dia mencerna tuduhan Anna padanya. Deru nafasnya mulai tak teratur mengikuti Anna yang mulai terisak. “Ya. Aku langsung berlari ketika kau menelepon, aku langsung datang jika kau menyuruhku datang, Aku melakukan semua yang kau suruh tanpa membantah. Ya Benar. Aku yang membuatmu menjadi pria brengsek bukan? Maka dari itu, mulai sekarang aku juga harus mencampakkanmu juga bukan? Karena kau pria brengsek yang tak jauh berbeda dari mereka. Bahkan kaulah yang paling buruk.” Eden mendengus. Dia berusaha menahan emosinya agar tidak meledak di hadapan gadis yang sudah berhasil menyelinap masuk ke hatinya bahkan tanpa gadis itu sadari. Nada bicara Eden masih teratur dan terdengar tenang. “Kau sudah selesai bicara? Orang-orang akan berpikiran kalau kita sepasang kekasih sungguhan yang sedang bertengkar.” “Kau bahkan menyeretku ke dalam perseturanmu dan ibumu. Aku sudah cukup lelah terus berbohong seperti ini. Ma
Read more

79. MABUK BERSAMA

Eden hanya bisa menatap punggung Anna saat berjalan menjauh. Ingin hatinya untuk segera berlari untuk mengejar gadis itu, namun langkah kakinya terasa berat. Ada perasaan semacam tak pantas yang terbersit di hatinya saat itu. Setelah semua yang telah dilakukannya pada Anna. Anna belum mabuk saat meninggalkan meja, Eden hanya berharap kekhawatirannya akan sia-sia karena Anna pasti bisa pulang dengan selamat. Toh tempat mereka minum tidak jauh dari apartemen milik Anna. Botol terakhir telah kosong. Kepalanya mulai terasa berat. Namun dia merasa masih belum mabuk. Eden ingin sekali mabuk setidaknya beban pikirannya akan hilang walau hanya semalam. Eden meninggalkan beberapa lembar uang kertas di meja lantas mulai berjalan gontai keluar. Pijakannya tidak pasti dan sedikit terhuyung huyung, tapi badannya masih bisa berdiri dan berjalan menuju minimarket terdekat. Salah seorang pelayan toko memberinya sebotol obat pengar agar dirinya bisa sege
Read more

80. FIRST KISS

Anna menoleh. Sepasang matanya memindai penampilan Eden yang begitu kacaud an berantakan. Malam itu pertama kalinya Anna melihat sisi itu dari Eden. Seberapa kacau pikirannya sampai seperti ini, pikir Anna dalam hati. Dia kembali menatap Eden yang berbaring dengan mata terpejam.Anna mengambil selimut hendak menutupi tubuh Eden. Namun gerak tangannya terhenti ketika suara serak Eden mengatakan sesuatu dengan pelan. “Aku merasa bersalah.” Eden bergumam pelan. “Maafkan aku,” lanjutnya lagi. “Untuk apa?” Anna duduk di lantai, di sisi sofa tempat Eden berbaring. Dia membiarkan tangan Eden yang memegang ujung lengan bajunya. “Semuanya.” Eden menghela nafas. “Aku benar-benar minta maaf.” Anna melepaskan tangan Eden. “Aku tidak bisa menerima permintaan maafmu.” Anna malah menjawab perkataan Eden dengan tenang. Bukannya karena kesal atau marah pada pria itu, tapi karena Anna juga merasa bersalah pada Eden. Hanya saja dia tidak menampakkannya sam
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status