Home / Romansa / Perjanjian Terlarang / Chapter 261 - Chapter 270

All Chapters of Perjanjian Terlarang: Chapter 261 - Chapter 270

281 Chapters

Egois

Sebelah alis Barbara terangkat tinggi menafsirkan hal demikian sebagai suatu pembelaan. Dia mengerti Samuel. Tersisip kecemburuan saat dia akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama Abihirt, alih – alih mereka dapat melakukan pertemuan secara sembunyi – sembunyi. “Mengapa kau katakan itu?” tanya Barbara sarat nada sanksi. Tidak suka. Tak terima. Itu dua kombinasi yang menghanyutkan. “Aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya. Sekarang biar kutanya, kau percaya tidak kepada Abi?” Masih dengan sesuatu yang benar. Namun, Barbara tidak pernah ingin pengkhianatan selama ini dibalas setimpal. Dia tak ingin berbagi. Tak ingin Abihirt bersama yang lain. Egois—memang. Tak akan ada yang dapat disandingkan terhadap keputusan ketika sudah berada di tangannya. Setelah ntah kali ke berapa mengembuskan napas kasar. Barbara akhirnya menambahkan jawaban. “Percaya. Tapi, kau tahu, kan, kalau Abi lebih muda dariku? Aku takut dia akan berpaling jika ada sesuatu yang salah denga
Read more

Keberadaan Gloriya

Ini memang menjadi pembicaraan serius. Tujuan Gloriya sudah dapat dipastikan. Namun, semua keputusan masih di tangan Abihirt. Moreau yakin ibunya tidak dapat berkomentar lebih banyak setelah serentetan pernyataan terungkap jelas di antara mereka. Gloriya bahkan menangisi puteranya setelah Froy diringkus di bandara oleh pihak kepolisian saat mencoba untuk melarikan diri—dengan pernyataan bahwa Abihirt juga ada di sana. Menyaksikan pelbagai peristiwa pemberontakkan tanpa berusaha mengambil andil mencegah rasa malu menjadi sesuatu secara bertingkat – tingkat. Sedikit yang tidak Moreau setujui adalah pernyataan Gloriya terdengar persis suatu tuduhan tentang ayah sambungnya; pria itu senang menyaksikan sang keponakan menghadapi masalah besar. Dia tak membela Abihirt karena mereka menjalin hubungan terlarang. Andai Froy tidak mengambil tindakan di luar batas atau sampai melampaui rasa hormat—mungkin masalah seperti ini tidak akan terjadi. Abihirt selama beberapa waktu
Read more

Mengurai

“Kau tidak memberitahuku kalau akan pergi dan mengurus semua masalah ini hingga Froy sekarang sudah ditahan di kantor kepolisian atas dua laporan darimu.” Barbara tak ingin menunggu lebih lama sekadar mengatakan semua yang mulai meluap di benaknya setelah menyusul sang suami di kamar tidur mereka. Abihirt baru saja memisahkan satu demi satu kancing kemeja, kemudian menyingkirkan kain yang merekat di tubuh kokoh itu dengan cara yang selalu menarik perhatian Barbara di sana. Ada sesuatu—tampak berbeda. Dia mengernyit ketika menyadari hal yang terlihat masih begitu baru, tetapi mungkin nanti untuk membicarakannya. Mereka masih harus dihadapkan pada pembahasan serius. Menunggu Abihirt mengatakan sesuatu nyaris menjadi hal paling ingin Barbara singkirkan. Kali ini sedikit tidak sabar menyaksikan pria itu hati – hati menjatuhkan bokong di pinggir ranjang, sehingga dia menghentakkan kaki sekadar melangkah lebih dekat. “Aku bicara denganmu, Abi,” Masih belum ada kepasti
Read more

Chorrus

“Ya, tentu saja. Ada apa kau bertanya seperti itu?” Ada rasa khawatir berusaha bersarang liar di benak Barbara. Dia berharap dapat bersikap lebih tenang ketika melewati masa – masa seperti ini. Abihirt tidak lagi mengatakan lebih banyak, selain beranjak bangun untuk berjalan ke kamar mandi—nyaris, tetapi kemudian pria itu memaling separuh wajah dan berkata, “Gloriya datang karena memintamu agar membujukku untuk menarik laporan?” Topik pembicaraan mereka berubah dalam sekejap. Barbara sedikit gugup dan bahkan butuh usaha penuh tekad sekadar menambahkan jawaban. “Ya. Dia harap kau mau memberi Froy kesempatan.” “Mengapa aku harus memberinya kesempatan?” “Karena Froy akan menikah dan dia juga keponakanmu.” Hanya itu. Barbara rasa tidak ada yang salah. Akan lebih adil jika mereka mau saling memahami. “Kau bisa katakan kepadanya dunia tidak bekerja seperti itu.” Sayangnya, sejuah dia mencoba memulai dengan cara lebih waras. Abihirt telah me
Read more

Digendong

Hampir tak terlihat apa pun selain menemukan beberapa perangkat disusun penuh di sana. Kebiasaan ibunya selalu tidak ingin terlalu peduli pada alat masak atau membuat kue yang sering kali dia gunakan. “Moreau, jika Abi mencariku, katakan kepadanya kalau aku akan pergi ke minimarket untuk berbelanja kebutuhan dapur. Jika cetakan yang kau cari belum juga ditemukan, tanyakan saja kepada Caroline atau suruh dia membantumu. Sepertinya wanita itu ada di halaman belakang.” Ada pendekatan istimewa di mana mungkin Barbara sedang dihadapkan pada sesuatu yang serius. Moreau tidak mengatakan apa – apa ketika menyaksikan bahu wanita itu mulai menjauh. Ini sedikit menjadi kesempatan baginya berjalan ke arah meja makan dan menarik kursi di sana. Dia mulai memanjat. Merasa akan lebih leluasa melakukan pencarian saat berada pada jarak tertinggi. Tetapi hanya nyaris—ketika tiba – tiba seseorang muncul dengan keadaan begitu sunyi, seolah sengaja mengatur atmosfer pada perubahan ekst
Read more

Pria Mesum

“Di mana ibumu?” Hening terurai cukup samar di antara mereka. Moreau mengerjap sesaat pertanyaan Abihirt singkat dan menanyakan keberadaan ibunya. “Barusan pergi," dia menjawab skeptis. Mencoba untuk fokus pada beberapa bahan di meja bar. “Pergi?” Namun, sekali lagi. Jelas – jelas Barbara tak memberitahu sang suami dan di sini Moreau harus terpaku pada pembicaraan mereka yang tidak begitu signifikan. “Ya, pergi membelanjakan sesuatu,” jawabnya berdasarkan apa yang wanita itu harapkan. Paling tidak, Abihirt tidak mengatakan apa pun lagi selain mengamati setiap apa pun yang dia lakukan di sana. “Kau suka Chorrus? Aku akan membuatnya. Untuk porsiku saja. Tapi, jika kau mau, aku akan menimbang tepung lebih banyak, supaya adonannya tidak kurang.” Lupakan tentang hal – hal yang berpotensi melukai perasaan. Moreau memastikan dia akan baik – baik saja. Bersikap seolah tidak pernah terpengaruh apa pun, karena terdengar lebih adil seperti itu
Read more

Rencana Baru

“Abi.” Mati – matian Moreau menahan suara. Harus menggigit bibir ketika mulut pria itu jatuh di garis bahunya. Aroma maskulin segera menyerbuk dengan pekat di antara mereka. Mengerikan membayangkan ini terjadi. Moreau tidak menikmati—berusaha tidak terjerembab pada perasaan seperti itu. Namun, secara naluriah dia memejam. Merasakan genggaman pada pinggir meja bar mengetat, diikuti kebutuhan dari postur tubuh yang jangkung supaya sedikit membungkuk saat Abihirt mencelupkan salah satu jemari di antara celah kaki yang dipaksa terbuka lebih lebar. “Bisakah kau hentikan kegiatan memasakmu?” Suara serak dan dalam Abihirt terdengar parau. Setidaknya ini lebih berbahaya dari yang Moreau pikirkan ketika tak memiliki kesiapan sekadar membiarkan ayah sambungnya diam melakukan pengamatan. Dia menggeleng samar, kemudian berkata, “Tidak. Aku sedang lapar. Kau yang seharusnya berhenti. Pergi dari sini.” Sambil memastikan dapat menyikuk tulang rusuk Abihirt. Moreau ha
Read more

Dia Lapar

Dengan bibir setengah terbuka, Moreau yakin dia sudah siap mengatakan sesuatu, sebelum tiba – tiba Abihirt bicara kepada Caroline. “Kau bisa simpan bolpoin ini ke tempatnya. Satu lagi, bisakah kau lanjutkan pekerjaan Moreau di sini?” Bentuk keinginan ayah sambungnya mulai terasa ganjil. Moreau ingin membantah—tentu. Hanya saja dia tidak mendapat kesempatan ketika Caroline lagi – lagi bersikap patuh. “Baik, Tuan.” Wanita itu bahkan langsung mengerjakan sesuatu berdasarkan perintah. Semuanya. Yang tak dapat Moreau sangkakan jika dia masih berusaha mencari cara terbebas dari situasi menjebak di sini. Abihirt mungkin telah menyiapkan sesuatu, sehingga satu – satunya hal yang dilakukan adalah menunggu langkah Caroline benar – benar menjauh. Ya, persis ketika bahu wanita itu sudah tak terlihat, tiba – tiba Moreau merasa seperti melayang. Abihirt mengangkat tubuhnya hampir tanpa peringatan. Secara naluriah dia nyaris berteriak, tetapi penyesuaian diri yang tep
Read more

Saran

Permintaan Abihirt terdengar seperti perintah mutlak, dan barangkali Moreau akan merasa takut saat memutuskan untuk bersikap tak patuh. [Ada film baru di bioskop. Kau mau pergi bersamaku besok sore atau malam?] Suara Juan langsung mencuak ke permukaan, sehingga Moreau secara naluriah menatap wajah ayah sambungnya dengan harapan pria itu tidak akan menunjukkan sisi tak terduga seperti yang pernah dihadapi. Juga sudah mengatur posisi duduk persis membiarkan telapak kaki menapak di lantai kamar. Sayangnya, hanya cukup satu gelengan samar, dia mengerti terdapat sebuah larangan yang dimaksudkan ke dalam kerahasiaan mereka. Tidak. Ada sesuatu yang perlu digaris bawahi mengapa Abihirt harus memborong kebebasan dalam hidupnya. Moreau tak akan pernah setuju jika pada akhirnya pria itu akan mengatur segala bentuk hal; seperti keinginan untuk menikmati momen bersama yang lain. “Mungkin akan kupertimbangkan, Juan. Tapi aku perlu izin dari ibuku—“ Tiba
Read more

Berpacaran?

“Maksudmu, kita pergi nonton berdua seperti orang berpacaran?” dia kembali bertanya. Setelah ini, mungkin akan merasa bahwa posisinya sebagai seorang submisif telah mendapat prospek mengesankan. “Tidak. Kita akan pergi secara terpisah. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan. Kau bisa menungguku dan bertemu di tempat tujuan.” Bagaimanapun, terdapat gagasan yang sukar diterima dengan baik. Rasanya akan lebih mudah jika melakukan perjalanan bersama Juan, daripada harus terjebak pada situasi seperti pernyataan Abihirt. “Seharusnya pria sibuk sepertimu memberiku izin untuk pergi bersama temanku. Tidak usah repot – repot berinisiatif melakukan sesuatu, yang sebenarnya kau tak bisa.” Bukankah hal tersebut akan terasa lebih baik? Moreau segera menatap lamat wajah ayah sambungnya. Berharap Abihirt akan sedikit lunak, tetapi kecenderungan menjadi diam sudah merupakan suatu hal mendarah daging di dalam diri pria itu. Tidak ada lagi yang tersisa dan tiba – tiba
Read more
PREV
1
...
242526272829
DMCA.com Protection Status