Bab 28 "Cie ... cie ... calon mantu Bu Nyai," ledek Dita sepanjang perjalanan tak henti-hentinya menggodaku. "Apaan, sih, Dita, orang Mama belum jawab juga," elakku dengan muka bersemu merah, malu juga diledekin anak sendiri. Hais, Bu Nyai ini, kenapa ngajuin lamaran di depan anakku sendiri, sih, kan jadi malu. "Tinggal iyain aja, sih, Ma. Buktikan sama Ayah kalau Mama itu bisa dapet ganti yang lebih baik daripada dia, udah soleh, ganteng, uangnya juga banyak, nggak kalah banyak, kok, sama uang Ayah," cerocos Dita mengompor-ngompori diriku. Andai saja kau tahu, Nak. Ayahmu tidak ada bandingannya sedikitpun dengan Gus Iqdam, harta aja sekarang sudah ludes semua, apalagi yang mau dibanggakan dari ayahmu itu? "Emang Dita mau kalau punya Ayah baru?" tanyaku pura-pura memancing. "Kalau Ayah barunya kayak Gus Iqdam ya nggak papa, Ma," jawab Dita enteng. "Mamamu itu kan emang kayak berlian, Dit, rugi banget ayahmu menggantinya dengan batu bata." Lian yang sedang fokus menyetir ikut
Baca selengkapnya