Home / Rumah Tangga / Di Balik Romantisnya Suamiku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Di Balik Romantisnya Suamiku: Chapter 71 - Chapter 80

88 Chapters

Part 71

Marni Pov Satu jam, setelah pergumulanku dengan Mas Reza usai, aku berbaring tanpa sehelai benang di sampingnya, dengan bed cover biru menutupi tubuh polosku dan tubuhnya yang atletis. Sembari merasakan kehangatan tubuhnya yang mendekapku, aku mengulas senyum dan memanggilnya pelan, "Mas." "Hmm?" Pria dengan kumis tipis di sekitar dagu dan atas bibirnya ini berdeham sembari menatapku lekat. "Kamu engga kepikiran buat cerai sama istrimu? Kita sudah dua kali lakuin hal ini, dan engga mungkin kalau alasannya engga sengaja kepancing terus 'kan." Aku bersugesti seraya mengusap wajah tirusnya lembut. Kemudian, Mas Reza menatapku sambil mengembangkan senyum kecilnya. "Cerai dari Naffa ya? Kamu tahu sendiri 'kan, gimana kondisinya sekarang. Dia lagi hamil besar. Engga mungkin, aku ceraikan dan menelantarkan anakku. Kasihan," terangnya dengan santai. Seolah tak memberikan kepastian yang aku harapkan, aku menghela napas pelan, berusaha mengontrol emosi sebisa mungkin. "Iya, tapi me
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Part 72

Reza pov Merasa mendapat embusan angin segar di tengah padang pasir yang panas membakar, aku menyanggupi permintaan dari teman lamaku, Jihane. Sekitar pukul 10.30, aku dan wanita bertubuh semampai dengan surai gelap ini tiba di sebuah cafe yang jaraknya tak begitu jauh dari lokasi kantor. "Jadi pesanannya, satu Ice americano ukuran medium, satu caramel macchiato ukuran medium. Untuk camilannya, marble cake ukuran medium. Ada tambahan lain?" Waiter dengan seragam berwarna cokelat muda mendata serta memastikan jika pesanan yang diminta sudah sesuai. "Mau tambah apa lagi, Ji? tambah aja," Aku bertanya pada Jihane dengan binar mata penuh harap jika wanita ini tak merasa sungkan jika aku traktir makanan dan minuman. Hitung-hitung untuk jaga silahturahmi selama beberapa tahun tidak bertemu. "Ehm." Jihane mengalihkan pandangannya pada buku menu dalam beberapa saat. Lalu, ia kembali melirik pada waiter dan melanjutkan, "Untuk sementara, itu aja pesanannya, Mas." "Baik. Mohon dit
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Part 73

Marni pov Di waktu siang menuju sore, saat aku telah selesai menunaikan sejumlah tugas rumah tangga, aku memutuskan untuk beristirahat di kamar. Dengan ditemani oleh kipas angin yang menyala dan terpatri pojok tembok kiri atas, aku mulai mengaktifkan ponsel dan memeriksa segerombol notifikasi pesan dari beragam kontak yang aku kenal. Namun, dari sekian pesan yang masuk, hanya satu pesan yang menyita perhatianku. Pesan itu dikirim oleh teman dekatku, Rianti. Rianti: Mar, kamu engga kenapa-kenapa 'kan? Jangan bilang kalo kamu udah isi sama bossmu.. Aku pun segera membalas pesan itu, Marni: Aku baik, Ri.. Engga lah. Bosku engga berani sampe selesai biasanya.. Setelah aku mengirim pesan tersebut, nama Rianti muncul sebagai nama pemanggil di layar ponsel. Hal itu sempat membuatku ragu untuk menjawab panggilan suara. Pasalnya, aku yakin jika temanku itu hanya ingin tahu tentang kondisiku dan bagaimana hubunganku dengan Mas Reza. Namun, setelah beberapa detik berlalu
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Part 74

Di lain hari dan situasi, tepatnya di hari keempat, Naffa dengan dress hamil berwarna putih berhiaskan bunga-bunga berwarna biru, terlihat anggun dan rapi. Balutan make-up tipis yang melekat pada wajah tirusnya juga terlihat menawan. "Kamu yakin mau pulang hari ini, Nak?" tanya Halimah pada putri kesayangannya dengan tatapan simpatik. Dalam hati kecil wanita tersebut, ada rasa ragu dan takut bercampur menjadi satu. "Yakin, Bu. Kalau aku engga pulang hari ini, Mas Reza bisa berulah lebih parah takutnya." Naffa menanggapi sambil menyisir rambut bergelombang dan menatap pantulan dirinya di depan cermin yang ada di kamar. "Takutnya, kamu kenapa-kenapa, Nak. Biar bagaimana pun, Reza bisa berbuat nekad kalau memang kamu menentang keinginannya buat mendua." Halimah mengingatkan. "Engga sampe segitunya, Bu. Mas Reza itu aslinya engga begitu, luarnya aja kaya pemain. Aslinya bukan." Naffa menenangkan sang ibu seraya mengulas senyum miring. Rupanya, ia mulai menelisik jelas kelemahan
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Part 75

Reza pov Setelah memarkirkan mobilku di carpot, aku yang baru saja mematikan mesin memutuskan untuk turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, sebelum aku naik ke lantai dua, aku memeriksa meja makan terlebih dahulu. Mungkin saja ada camilan yang bisa aku lahap sebentar. Namun, begitu tudung saji aku buka, aku mendapati beberapa jenis lauk, lengkap bersama nasi tersaji. "Tumben, Marni masak normal kaya biasanya? apa dia udah engga marah sama aku?" aku bertanya-tanya. Beberapa saat kemudian, sosok Naffa muncul dari sekitar tempat cuci dan memasuki area dapur seraya berkata, "Baru pulang, Rez?" "Eh, i-iya, Naf. K-kamu kapan datangnya?" Aku tergagap saat melihat wanita dengan dress hamil berwarna pink pastel di hadapanku secara tiba-tiba, tanpa pemberitahuan sebelumnya. "Tadi siang, Rez." Naffa menanggapi dengan santai. Ia mulai mengambil dua piring kosong dari rak dan mulai menambahkan nasi di masing-masing piring perlahan. Kemudian, aku mulai me
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Part 76

Marni pov Sesuai dengan perjanjian yang sudah ditetapkan, Mas Reza menemuiku di rumah pada sore hari. Laki-laki dengan kemeja biru langit tanpa dasi yang melekat itu saat ini sedang duduk di kursi ruang tamu sambil menatapku lekat-lekat. "Naffa 'kan yang minta kamu buat berhenti kerja?" tanya Mas Reza dengan kedua mata memicing. Sepertinya ia sedang memastikan entah diriku berhenti bekerja secara terpaksa atau karena desakan Bu Naffa. Aku pun mengalihkan pandangan mata dari Mas Reza tanpa sepatah kata pun. Seolah memahami ekspresi wajah dan jawabanku, Mas Reza kembali berujar, "Kalau begitu, kamu ikut aku kerja aja." "Maksud Mas kembali ke rumah? Nanti, Bu Naffa marah, Mas. Lebih baik, engga usah." Aku menerka-nerka meski sebenarnya belum tentu maksud dari ucapan Mas Reza adalah kembali bekerja sebagai ART di rumahnya. "Bukan. Kamu kerja di kantor saya, jadi office girl." Mas Reza menerangkan. Lalu, ia memastikan, "Keberatan engga?" "Tapi rumah saya di sini, Mas. Engga
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Part 77

Sementara itu, seiring waktu berlalu, hari penting yang dinantikan oleh Dina dan Khandra pun berlangsung. Di malam hari, dengan langit bertabur bintang, pesta resepsi bagj kedua mempelai itu digelaf dengan cukup mewah. Hajatan pernikahan yang dihadiri oleh sejumlah tamu penting itu digelar di ballroom besar yang bertempat di salah satu hotel bintang lima yang berlokasi di Surabaya Barat. Selain itu, acara yang juga melibatkan sejumlah penyanyi terkenal itu juga diliput oleh beberapa media lokal, baik cetak maupun siaran langsung. "Yak, setelah ini, kita akan menyaksikan pemotongan kue yang akan dilakukan oleh kedua mempelai kita pada hari ini." MC laki-laki dengan setelan jas berwarna biru tua berujar, menandakan jika para undangan dimohon untuk tetap di tempat dan bersedia menjadi saksi dari cinta yang dibuktikan oleh mempelai pria dan wanita tersebut. Sesuai dengan yang diucapkan oleh sang pembawa acara, beberapa crew dari event organizer mulai mengarahkan Dina dan Khandra
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Part 78

Di pagi hari, tepatnya di rumah Reza dan Naffa, suasana tenang dan nyaman menyelimuti sepasang suami-istri yang sedang menikmati beberapa menu sarapan. Sambil menyantap hidangan yang tersaji, berita pagi yang ditayangkan di televisi turut menemani sarapan pagi keduanya. "Nanti kamu pulangnya telat lagi, Rez?" Naffa membuka obrolan. "Engga, Naf. Kenapa?" balas Reza seraya menyendokkan nasi dan lauk serta melahapnya pelan. "Pengen dinner berdua. Udah lama 'kan, kita engga quality time." Naffa menyatakan niatnya secara langsung. Binar penuh harap juga terpancar pada kedua mata bulatnya sembari menatap Reza lekat. Lalu, Reza menanggapi, "Oke. Nanti, aku sampe di rumah sekitar jam setengah enam. Kamu siap-siap aja, sebelumnya." "Siap, Pak Reza." Naffa menandaskan dengan senyum riang dan nada menggoda. Di saat yang sama, berita tentang pernikahan Reza dan Dina muncul, dibacakan oleh pembawa berita dengan detail. "Pernikahan yang dilaksanakan kemarin, berlangsung meriah dan d
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Part 79

Naffa pov Di sore harinya, saat aku sedang bersiap-siap, suara Reza terdengar dari balik pintu kamar, "Naf? Kamu udah selesai belum?" Aku yang masih mengenakan bedak menanggapi, "Bentar, Rez. Aku masih make upan nih." "Agak cepat ya. Takutnya, kalo kita kelamaan, kita engga dapat parkir," timpal Reza dari luar kamar. Ujaran yang bukan sekali melewati indra pendengaran ini itu tak aku tanggapi. Justru, aku kembali fokus menambahkan blush-on secara merata. Sebagai sentuhan akhir, aku menambahkan lipstick beraroma peach dengan warna oranye mengkilap yang terlihat elegan. Kemudian, aku melangkah keluar dengan membawa handbag berwarna cokelat camel. Di saat yang sama, aku melihat Reza sedang meneguk air putih dan berujar, "Masih belum selesai?" "Ini, tinggal pake sepatu sandal aja." Aku menegaskan dan mulai mengaitkan tali sepatu sandal dengan warna cokelat camel, senada dengan warna tas dan pakaian yang aku kenakan. Setelah selesai, aku pun berujar pada Reza, "Dah selesai
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Part 80

Dua hari, setelah resmi menyandang status suami-istri, Dina dan Khandra menjalani aktifitas masing-masing, sesuai dengan peran yang digeluti. Namun, sebelumnya, mereka menikmati sarapan pagi yang dimasak oleh Dina dan salah satu ART di rumah baru Khandra, Bi Jah. "Nanti siang, kamu ada acara, Din?" tanya Khandra sembari menambahkan lauk di atas piringnya. "Engga kayanya. Belakangan toko agak sepi, Khan." Dina menanggapi sambil memotong daging di piringnya perlahan. "Aku jemput ya kalo gitu." Khandra menyatakan niatnya meski belum menyebutkan tujuan secara jelas.
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status