Home / Pernikahan / Menjadi Madu Sahabatku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Menjadi Madu Sahabatku: Chapter 41 - Chapter 50

55 Chapters

Bab. 41

"Tapi aku tidak pernah menerima surat dari Kakak, bagaimana mungkin aku membalas surat itu, Kak?" Silla bertanya, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. Matanya berkaca-kaca, menunjukkan betapa seriusnya dia menanggapi pertanyaan itu.Namun, Silla ingat betul bahwa sejak dulu Nathan tak pernah memberikannya surat."Jangan bercanda kamu, Sil. Ini nggak lucu!" Nathan geleng-geleng kepala, merasa tidak habis pikir. Nada suaranya meninggi, menunjukkan rasa frustrasinya. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, mencoba meredakan kekesalan yang mulai menguasainya."Aku serius, Kak. Memangnya apa yang Kakak kirim? Sampai aku menolak Kakak? Apakah itu surat cinta? Surat cinta untukku?" Silla bertanya lagi, suaranya bergetar, menunjukkan betapa terguncangnya dia. Pertanyaan itu terlontar bukan sebagai tuduhan, melainkan sebagai ungkapan kebingungan yang mendalam."Tentu saja. Memang apalagi?" Nathan menjawab, suaranya sedikit melembut, mencoba memahami kebingungan Silla. D
Read more

Bab. 42

Herlin mengerutkan dahi, melihat Silla yang tengah bergelut dengan panci dan wajan di dapur. Uap panas mengepul dari panci berisi kuah kuning keemasan, memenuhi ruangan dengan aroma rempah-rempah yang menyengat, harum dan sedikit pedas. Cahaya senja menyinari punggung Silla yang sedikit membungkuk, memperlihatkan kelelahan di bahunya."Sayang ... Kamu ngapain? Kan Mama udah bilang, kamu nggak boleh capek-capek selama hamil." Suaranya terdengar khawatir, bercampur sedikit kesal.Silla menoleh, senyumnya sedikit gugup. "Aku cuma mau masak buat Kak Nathan, Ma. Dia bilang ... pulangnya ke sini, dan aku pengen bikin dia senang." Matanya berkaca-kaca, bayangan wajah Nathan terpatri di benaknya, mengingatkannya pada kenangan masa SMA yang penuh tawa dan cerita. "Aku lagi belajar bikin opor ayam, resepnya dari internet. Dia suka banget opor ayam, Ma." Dia mengaduk kuah opor dengan hati-hati, gerakannya perlahan namun penuh perhatian.Herlin menghela napas panjang. Melihat kesungguha
Read more

Bab. 43

"Tapi kenapa, Sil?" tanya Nathan, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu yang dalam. Dia merasakan ada yang tak beres, sesuatu yang jauh lebih pelik daripada sekadar penolakan surat cinta. Sebuah firasat buruk mulai menggelitik hatinya."Kertas ini... aku sangat ingat, Kak. Mirip sekali dengan kertas di buku diary milik Elsa dulu." Silla menjawab, suaranya sedikit gemetar.Mata Nathan membulat sempurna, mencerminkan keterkejutannya. "Buku diary Elsa?!" serunya, tak percaya. "Tapi tidak mungkin, kan, kalau yang menulis itu Elsa, yang berpura-pura menjadi kamu?"Silla menggeleng pelan, kepalanya terasa berat. "Tidak, Kak. Elsa tidak mungkin melakukan itu." Nada suaranya tegas, penuh keyakinan. "Untuk apa dia melakukan hal seperti itu?"Nathan merenung sejenak, jari-jarinya mengetuk-ngetuk nakas. "Ya, aku juga tidak percaya kalau Elsa yang melakukannya. Tapi... sepertinya kita harus bertemu Elsa bertiga besok. Kita harus menanyakan semua ini padanya.""Aku setuju, Kak." Silla mengangguk
Read more

Bab. 44

"Apa aku dan Silla harus... ?" Pikirannya melayang, bayangan-bayangan liar memenuhi kepalanya. Dia terjebak dalam pergulatan batin, di antara keinginan dan rasa ragu."Ah mikir apa aku ini!" Nathan menggelengkan kepala, lalu memejamkan mata dengan paksa. "Lebih baik aku tidur, daripada dihantui pikiran-pikiran aneh ini."Dia mencoba mengusir bayang-bayang yang mengganggu pikirannya. Berusaha memejamkan mata dan terlelap dalam tidur.Namun, semakin dia mencoba melupakannya, keinginan itu justru membakar jiwanya, semakin tak terkendali."Sial! Aku akan gila jika terus begini!" Nathan membuka matanya dan bangkit, napasnya tersengal. Pandangannya kembali tertuju pada Silla, cukup lama dia memandangi perempuan itu hingga tubuhnya bergerak mendekat, lalu mencium bibir Silla.Perempuan itu tersentak. Sentuhan lembut Nathan membuatnya terbangun. Mata Silla terbuka lebar, menangkap bayangan samar di atasnya. Detak jantungnya berpacu liar.'Kak Nathan… menciumku?' Pikiran itu menusuk benakn
Read more

Bab. 45

"Elsa ... Kok kamu ada di sini?"Nathan keluar dari kamarnya, bertepatan dengan Elsa yang tiba di depan pintu. Kening pria itu tampak mengerenyit, melihat kehadiran istri pertamanya yang sudah ada di depan mata.Elsa mengamati Nathan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Stelan jas yang dipakainya rapi, tapi dia justru salah fokus pada rambut Nathan yang basah.Elsa langsung berpikir bahwa alasan Nathan mandi keramas karena telah berhubungan badan dengan Silla. Dan itu membuat dadanya semakin sesak."Elsa nungguin kamu, Tan," Haikal menjawab, suaranya tenang, berdiri di samping Elsa."Aku udah nunggu dari pagi, Mas! Lama banget sih! Katanya mau jemput?!" Elsa berteriak, suaranya bergetar menahan tangis. Dengan gerakan spontan, dia memeluk Nathan erat-erat, tubuhnya gemetar hebat. Pelukannya terasa begitu erat, hampir mencekik. Namun, dia tak merasakan kehangatan yang biasanya dia rasakan dalam pelukan suaminya.'Tega sekali Mas Nathan, padahal aku sudah memohon supaya dia ber
Read more

Bab. 46

"Berarti ada orang iseng, yang memang sengaja buat kita salah paham, Sil." Nathan mengambil jalan tengah, mengira orang lain. Sejujurnya dia belum percaya sepenuhnya kepada Elsa, mengingat perempuan itu pernah membohonginya. Tapi meskipun ditekan, akan percuma kalau tidak ada bukti kuat.Silla mengangguk lesu. Kesedihan terpancar dari sorot matanya yang redup. Dia menundukkan wajahnya seraya berdiri. Berat rasanya beban yang dipikulnya. "Ya sudah, nggak perlu dibahas lagi, Kak. Lagian udah masa lalu, dan yang penting sekarang nggak ada kesalahpahaman lagi." Suaranya terdengar lirih, penuh harap."Kamu mau ke mana?" Nathan bertanya, sedikit cemas, saat Silla hendak melangkah pergi.Tak lama kemudian, Herlin datang, membawa tiga gelas jus di atas nampan, sebuah usaha untuk menenangkan suasana yang tegang."Ngobrolnya sambil minum jus mangga, biar enak," kata Herlin, mencoba meredakan ketegangan. Silla segera membantunya untuk meletakkan gelas jus itu di atas meja, sebelum akhirnya
Read more

Bab. 47

"Mommy mengatakan hal itu karena Mommy merasa ada yang tidak beres dengan Daddy. Mommy yakin Daddy memiliki perempuan lain," jelas Dahlia, suaranya bergetar menahan air mata.Nathan mengerutkan dahi, ketidakpercayaan masih tergambar jelas di wajahnya. "Apa yang membuat Mommy curiga? Apakah Mommy pernah memergoki Daddy bersama perempuan lain?""Tidak memergoki, tapi Mommy pernah menemukan bekas lipstik di kemeja Daddy. Dan Mommy ingin meminta bantuanmu, Tan. Hanya kamu yang bisa membantu Mommy." Air mata Dahlia mulai menetes."Apa yang harus kulakukan, Mom?" tanya Nathan, hatinya teriris melihat kesedihan Mommy-nya."Kamu 'kan laki-laki ... pasti punya banyak kenalan. Carikan seseorang yang mau dibayar untuk membuntuti Daddy sampai menemukan bukti perselingkuhannya." Suaranya terdengar putus asa.Nathan terdiam. Bukannya dia tak mau membantu, tentu saja dia akan menjadi benteng terdepan untuk melindungi Mommy yang terluka. Namun, bukankah lebih baik Mommy berbicara langsung kepada D
Read more

Bab. 48

"Entah mengapa... aku masih penasaran dan tidak puas dengan jawaban Elsa waktu itu. Apa aku perlu mencari tau lebih lanjut?" Silla duduk termenung di kamarnya, memikirkan masalah surat yang belum terpecahkan. Kedua tangannya terlihat gemetar memegang gelas yang berisi susu ibu hamil buatan Herlin. Kegelisahan tampak jelas terpancar dari raut wajahnya. "Buku diary itu... Apakah buku itu masih ada??" Silla tampak berpikir sejenak, lalu menenggakkan susu ibu hamil hingga habis. Dia berdiri dan meletakkan gelas kosongnya di atas nakas. Sebuah tekad mulai terpatri di matanya. "Mungkin saja masih ada di gudang, aku coba cari saja deh. Buat memastikan kemiripan kertas itu. Dan aku juga mau tau ... apa alasan dibalik orang yang dengan sengaja membuat aku dan Kak Nathan salah paham." Tekad bulat telah terpatri di hatinya. Silla bergegas menuju gudang yang terletak di samping dapur. Dia berharap menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menggelayut di benaknya. Gudang itu penuh sesak deng
Read more

Bab. 49

"Permisi, Pak Satpam. Aku ingin bertemu Pak Dayat, Kepala Sekolah. Apa beliau ada di ruangannya sekarang?" Nathan bertanya dengan sopan kepada satpam yang berjaga di depan gerbang. Pak Dayat adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya.Satpam mengamati Nathan dengan seksama. "Ada, Pak. Tapi, saya belum pernah melihat Bapak sebelumnya. Ada keperluan apa, Pak?" Dia menatap asing pada Nathan."Aku salah satu mantan murid sekolah ini, Pak. Dan kedatanganku karena ada keperluan dengan Pak Dayat.""Oh, begitu. Baiklah, mari saya antar." Satpam itu tersenyum ramah, lalu mengarahkan Nathan menuju ruang kepala sekolah.Tok... tok... tok...Satpam mengetuk pintu ruangan kepala sekolah dengan tiga ketukan yang teratur. "Permisi, Pak Dayat. Ada yang ingin bertemu Bapak.""Siapa?" Suara Pak Dayat terdengar dari dalam."Beliau mengaku sebagai mantan murid di sekolah ini, Pak, dan kedatangannya karena ada keperluan dengan Bapak.""Suruh masuk.""Baik, Pak." Satpam membuka pintu perlahan, mempers
Read more

Bab. 50

Napas Nathan tercekat. "Pergi? Pergi dari rumah?!" Matanya melebar tak percaya. "Bagaimana bisa, Ma? Ke mana dia?" Pertanyaan itu terlontar dengan panik, jantungnya berdebar semakin kencang, menggelegar di telinganya."Kamu ke rumah Mama dulu, biar Mama ceritakan.""Ya udah, aku pulang sekarang, Ma," kata Nathan menutup teleponnya, lalu menatap Pak Dayat yang terlihat sibuk mencari rekaman CCTV. Pak Dayat, aku mau pulang dulu, ada urusan mendadak. Nanti aku ke sini lagi, ya?""Kamu berikan saja nomormu ke Bapak, nanti Bapak kabari kamu kalau rekaman itu sudah ketemu.""Baik, Pak. Terima kasih banyak ya, sebelumnya." Nathan memberikan kartu namanya, karena nomor teleponnya juga ada di situ. Setelah itu, dia pergi dari sana menuju kediaman Herlin.**"Bagaimana Silla, Ma? Jadi dia pergi ke mana?" Pertanyaan itu terlontar begitu Nathan sampai di rumah Herlin, suaranya terdengar cemas. Setelah mencium punggung tangan sang mertua, dia langsung merasakan kepanikan yang menggelayut
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status