Share

Bab. 41

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2024-11-12 22:28:20

"Tapi aku tidak pernah menerima surat dari Kakak, bagaimana mungkin aku membalas surat itu, Kak?" Silla bertanya, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. Matanya berkaca-kaca, menunjukkan betapa seriusnya dia menanggapi pertanyaan itu.

Namun, Silla ingat betul bahwa sejak dulu Nathan tak pernah memberikannya surat.

"Jangan bercanda kamu, Sil. Ini nggak lucu!" Nathan geleng-geleng kepala, merasa tidak habis pikir. Nada suaranya meninggi, menunjukkan rasa frustrasinya. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, mencoba meredakan kekesalan yang mulai menguasainya.

"Aku serius, Kak. Memangnya apa yang Kakak kirim? Sampai aku menolak Kakak? Apakah itu surat cinta? Surat cinta untukku?" Silla bertanya lagi, suaranya bergetar, menunjukkan betapa terguncangnya dia. Pertanyaan itu terlontar bukan sebagai tuduhan, melainkan sebagai ungkapan kebingungan yang mendalam.

"Tentu saja. Memang apalagi?" Nathan menjawab, suaranya sedikit melembut, mencoba memahami kebingungan Silla. D
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 42

    Herlin mengerutkan dahi, melihat Silla yang tengah bergelut dengan panci dan wajan di dapur. Uap panas mengepul dari panci berisi kuah kuning keemasan, memenuhi ruangan dengan aroma rempah-rempah yang menyengat, harum dan sedikit pedas. Cahaya senja menyinari punggung Silla yang sedikit membungkuk, memperlihatkan kelelahan di bahunya."Sayang ... Kamu ngapain? Kan Mama udah bilang, kamu nggak boleh capek-capek selama hamil." Suaranya terdengar khawatir, bercampur sedikit kesal.Silla menoleh, senyumnya sedikit gugup. "Aku cuma mau masak buat Kak Nathan, Ma. Dia bilang ... pulangnya ke sini, dan aku pengen bikin dia senang." Matanya berkaca-kaca, bayangan wajah Nathan terpatri di benaknya, mengingatkannya pada kenangan masa SMA yang penuh tawa dan cerita. "Aku lagi belajar bikin opor ayam, resepnya dari internet. Dia suka banget opor ayam, Ma." Dia mengaduk kuah opor dengan hati-hati, gerakannya perlahan namun penuh perhatian.Herlin menghela napas panjang. Melihat kesungguha

    Last Updated : 2024-11-13
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 43

    "Tapi kenapa, Sil?" tanya Nathan, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu yang dalam. Dia merasakan ada yang tak beres, sesuatu yang jauh lebih pelik daripada sekadar penolakan surat cinta. Sebuah firasat buruk mulai menggelitik hatinya."Kertas ini... aku sangat ingat, Kak. Mirip sekali dengan kertas di buku diary milik Elsa dulu." Silla menjawab, suaranya sedikit gemetar.Mata Nathan membulat sempurna, mencerminkan keterkejutannya. "Buku diary Elsa?!" serunya, tak percaya. "Tapi tidak mungkin, kan, kalau yang menulis itu Elsa, yang berpura-pura menjadi kamu?"Silla menggeleng pelan, kepalanya terasa berat. "Tidak, Kak. Elsa tidak mungkin melakukan itu." Nada suaranya tegas, penuh keyakinan. "Untuk apa dia melakukan hal seperti itu?"Nathan merenung sejenak, jari-jarinya mengetuk-ngetuk nakas. "Ya, aku juga tidak percaya kalau Elsa yang melakukannya. Tapi... sepertinya kita harus bertemu Elsa bertiga besok. Kita harus menanyakan semua ini padanya.""Aku setuju, Kak." Silla mengangguk

    Last Updated : 2024-11-13
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 44

    "Apa aku dan Silla harus... ?" Pikirannya melayang, bayangan-bayangan liar memenuhi kepalanya. Dia terjebak dalam pergulatan batin, di antara keinginan dan rasa ragu."Ah mikir apa aku ini!" Nathan menggelengkan kepala, lalu memejamkan mata dengan paksa. "Lebih baik aku tidur, daripada dihantui pikiran-pikiran aneh ini."Dia mencoba mengusir bayang-bayang yang mengganggu pikirannya. Berusaha memejamkan mata dan terlelap dalam tidur.Namun, semakin dia mencoba melupakannya, keinginan itu justru membakar jiwanya, semakin tak terkendali."Sial! Aku akan gila jika terus begini!" Nathan membuka matanya dan bangkit, napasnya tersengal. Pandangannya kembali tertuju pada Silla, cukup lama dia memandangi perempuan itu hingga tubuhnya bergerak mendekat, lalu mencium bibir Silla.Perempuan itu tersentak. Sentuhan lembut Nathan membuatnya terbangun. Mata Silla terbuka lebar, menangkap bayangan samar di atasnya. Detak jantungnya berpacu liar.'Kak Nathan… menciumku?' Pikiran itu menusuk benakn

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 45

    "Elsa ... Kok kamu ada di sini?"Nathan keluar dari kamarnya, bertepatan dengan Elsa yang tiba di depan pintu. Kening pria itu tampak mengerenyit, melihat kehadiran istri pertamanya yang sudah ada di depan mata.Elsa mengamati Nathan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Stelan jas yang dipakainya rapi, tapi dia justru salah fokus pada rambut Nathan yang basah.Elsa langsung berpikir bahwa alasan Nathan mandi keramas karena telah berhubungan badan dengan Silla. Dan itu membuat dadanya semakin sesak."Elsa nungguin kamu, Tan," Haikal menjawab, suaranya tenang, berdiri di samping Elsa."Aku udah nunggu dari pagi, Mas! Lama banget sih! Katanya mau jemput?!" Elsa berteriak, suaranya bergetar menahan tangis. Dengan gerakan spontan, dia memeluk Nathan erat-erat, tubuhnya gemetar hebat. Pelukannya terasa begitu erat, hampir mencekik. Namun, dia tak merasakan kehangatan yang biasanya dia rasakan dalam pelukan suaminya.'Tega sekali Mas Nathan, padahal aku sudah memohon supaya dia ber

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 46

    "Berarti ada orang iseng, yang memang sengaja buat kita salah paham, Sil." Nathan mengambil jalan tengah, mengira orang lain. Sejujurnya dia belum percaya sepenuhnya kepada Elsa, mengingat perempuan itu pernah membohonginya. Tapi meskipun ditekan, akan percuma kalau tidak ada bukti kuat.Silla mengangguk lesu. Kesedihan terpancar dari sorot matanya yang redup. Dia menundukkan wajahnya seraya berdiri. Berat rasanya beban yang dipikulnya. "Ya sudah, nggak perlu dibahas lagi, Kak. Lagian udah masa lalu, dan yang penting sekarang nggak ada kesalahpahaman lagi." Suaranya terdengar lirih, penuh harap."Kamu mau ke mana?" Nathan bertanya, sedikit cemas, saat Silla hendak melangkah pergi.Tak lama kemudian, Herlin datang, membawa tiga gelas jus di atas nampan, sebuah usaha untuk menenangkan suasana yang tegang."Ngobrolnya sambil minum jus mangga, biar enak," kata Herlin, mencoba meredakan ketegangan. Silla segera membantunya untuk meletakkan gelas jus itu di atas meja, sebelum akhirnya

    Last Updated : 2024-11-15
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 47

    "Mommy mengatakan hal itu karena Mommy merasa ada yang tidak beres dengan Daddy. Mommy yakin Daddy memiliki perempuan lain," jelas Dahlia, suaranya bergetar menahan air mata.Nathan mengerutkan dahi, ketidakpercayaan masih tergambar jelas di wajahnya. "Apa yang membuat Mommy curiga? Apakah Mommy pernah memergoki Daddy bersama perempuan lain?""Tidak memergoki, tapi Mommy pernah menemukan bekas lipstik di kemeja Daddy. Dan Mommy ingin meminta bantuanmu, Tan. Hanya kamu yang bisa membantu Mommy." Air mata Dahlia mulai menetes."Apa yang harus kulakukan, Mom?" tanya Nathan, hatinya teriris melihat kesedihan Mommy-nya."Kamu 'kan laki-laki ... pasti punya banyak kenalan. Carikan seseorang yang mau dibayar untuk membuntuti Daddy sampai menemukan bukti perselingkuhannya." Suaranya terdengar putus asa.Nathan terdiam. Bukannya dia tak mau membantu, tentu saja dia akan menjadi benteng terdepan untuk melindungi Mommy yang terluka. Namun, bukankah lebih baik Mommy berbicara langsung kepada D

    Last Updated : 2024-11-15
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 48

    "Entah mengapa... aku masih penasaran dan tidak puas dengan jawaban Elsa waktu itu. Apa aku perlu mencari tau lebih lanjut?" Silla duduk termenung di kamarnya, memikirkan masalah surat yang belum terpecahkan. Kedua tangannya terlihat gemetar memegang gelas yang berisi susu ibu hamil buatan Herlin. Kegelisahan tampak jelas terpancar dari raut wajahnya. "Buku diary itu... Apakah buku itu masih ada??" Silla tampak berpikir sejenak, lalu menenggakkan susu ibu hamil hingga habis. Dia berdiri dan meletakkan gelas kosongnya di atas nakas. Sebuah tekad mulai terpatri di matanya. "Mungkin saja masih ada di gudang, aku coba cari saja deh. Buat memastikan kemiripan kertas itu. Dan aku juga mau tau ... apa alasan dibalik orang yang dengan sengaja membuat aku dan Kak Nathan salah paham." Tekad bulat telah terpatri di hatinya. Silla bergegas menuju gudang yang terletak di samping dapur. Dia berharap menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menggelayut di benaknya. Gudang itu penuh sesak deng

    Last Updated : 2024-11-16
  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 49

    "Permisi, Pak Satpam. Aku ingin bertemu Pak Dayat, Kepala Sekolah. Apa beliau ada di ruangannya sekarang?" Nathan bertanya dengan sopan kepada satpam yang berjaga di depan gerbang. Pak Dayat adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya.Satpam mengamati Nathan dengan seksama. "Ada, Pak. Tapi, saya belum pernah melihat Bapak sebelumnya. Ada keperluan apa, Pak?" Dia menatap asing pada Nathan."Aku salah satu mantan murid sekolah ini, Pak. Dan kedatanganku karena ada keperluan dengan Pak Dayat.""Oh, begitu. Baiklah, mari saya antar." Satpam itu tersenyum ramah, lalu mengarahkan Nathan menuju ruang kepala sekolah.Tok... tok... tok...Satpam mengetuk pintu ruangan kepala sekolah dengan tiga ketukan yang teratur. "Permisi, Pak Dayat. Ada yang ingin bertemu Bapak.""Siapa?" Suara Pak Dayat terdengar dari dalam."Beliau mengaku sebagai mantan murid di sekolah ini, Pak, dan kedatangannya karena ada keperluan dengan Bapak.""Suruh masuk.""Baik, Pak." Satpam membuka pintu perlahan, mempers

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 67

    "Tapi, Kak ... kenapa Elsa bisa berselingkuh, apalagi dengan Daddy? Apa alasannya?" tanya Silla, suaranya bergetar, terbebani oleh keterkejutan yang baru saja dialaminya setelah menonton video syur tersebut.Nathan menjawab dengan suara berat, meskipun raut wajahnya berusaha tegar. Kekecewaan dan luka terpancar dari sorot matanya. "Aku tidak tau alasannya, tapi aku sendiri tidak peduli. Karena apapun alasannya ... intinya dia adalah perempuan yang tidak setia. Aku kecewa, Sil." Kata-katanya tegas, namun di baliknya tersimpan kesedihan yang dalam.Dahlia menarik napas panjang, suaranya teredam oleh rasa getir yang membanjiri hatinya. "Sudahlah, Tan. Tidak perlu membahas masalah Elsa lagi. Mommy muak rasanya." Matanya berkaca-kaca, menahan beban emosi yang begitu berat. "Seperti yang kamu katakan, kita fokus pada perceraian saja, ya, Tan?" Harapannya terpancar dalam tatapannya yang lelah.Nathan mengangguk pelan, sentuhan lembutnya di punggung tangan Dahlia seakan ingin meringanka

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 66

    Keesokan harinya, suasana rumah masih diliputi kesedihan. Herlin menatap punggung suaminya yang tengah bersiap, setelan jas abu tua itu seakan menggambarkan beratnya beban yang dipikul Haikal."Papa ... Papa hari ini langsung mencari Silla lagi, atau ke kantor dulu?" tanyanya lirih, suaranya terdengar khawatir.Haikal berbalik, matanya lelah. "Sebenarnya, Papa mau langsung mencari Silla. Tapi Papa ada rapat penting yang sudah berkali-kali diundur dan tak bisa ditunda lagi." Suaranya terdengar lesu, penuh penyesalan.Herlin mengusap lembut lengan suaminya. "Biarkan Shaka yang mencari Silla, Pa. Nathan juga pasti ikut, kan?"Haikal menggeleng pelan. "Nathan tidak perlu ikut, Ma. Nanti Mama hubungi Nathan saja, suruh dia menghabiskan waktu seharian dengan Elsa. Kasihan Elsa, dia pasti merasa terabaikan karena kita sibuk mencari Silla."Rasa bersalah terpancar dari sorot matanya. Haikal telah berjanji akan lebih memperhatikan Elsa, anak kandungnya yang selama ini mungkin merasa kura

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 65

    Sementara Nathan terpaku di sofa, seakan membeku oleh beban suasana."Elsa, jawab pertanyaan Mommy!" desis Dahlia, tak sabar menunggu penjelasan dari menantunya. Suaranya bergetar, menahan amarah yang membuncah.Air mata Elsa berlinang. Suaranya terbata-bata, "Aku... aku minta maaf, Mom. Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Daddy. Semuanya... semuanya terjadi karena Daddy yang memaksaku."Dahlia mengerutkan dahi, tak percaya. "Memaksa? Rekaman itu tidak menunjukkan hal itu, Elsa. Sudahlah, berhenti berkelit. Lebih baik jujur saja."Tangis Elsa semakin menjadi. "Aku sudah jujur, Mom! Tapi bagaimana caranya agar Mommy dan Mas Nathan percaya? Dad ...." Pandangannya mencari Darwin yang sedari tadi hanya diam. "Dad, tolong bicaralah. Katakan pada Mommy dan Mas Nathan bahwa semuanya tidak benar. Daddy yang memaksaku, kan?"Semua mata tertuju pada Darwin. Keheningan mencekam ruangan.Pria itu menarik napas panjang, berat. "Elsa, ku sangka."Mata Elsa melebar, bingung. "Salah san

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 64

    Dahlia menatap Elsa, matanya berkaca-kaca, menahan gelombang emosi yang hampir membanjiri dirinya. Dia berusaha keras memberikan ruang bagi Elsa untuk berbicara, untuk menjelaskan, meskipun hatinya remuk berkeping-keping."Bukti yang Mommy maksud... rekaman yang Nathan lihat," suara Dahlia bergetar, jari-jarinya gemetar saat dia membuka laptop dan memutar rekaman itu kembali. Adegan ciuman Elsa dan Darwin terputar di layar, menusuk jantungnya seperti sebilah pisau. Dia sengaja memutarnya lagi, agar tak ada yang bisa mengelak, tak ada yang bisa bersembunyi di balik kebohongan."Apa... apa ini?!" Elsa tersentak, matanya melebar tak percaya. Dia buru-buru menutup laptop, mencoba menghentikan tayangan yang begitu memalukan."Harusnya Mommy yang bertanya begitu." Suara Dahlia tercekat, suaranya bercampur amarah dan kepedihan. "Apa yang membuat kalian tega melakukan ini pada kami? Kenapa kalian begitu kejam?" Air matanya jatuh membasahi pipinya. Tatapannya tajam, menusuk ke dalam jiwa Elsa

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 63

    Rekaman video itu menampilkan kamar Nathan. Elsa terbaring di tempat tidur, namun yang membuat jantung Nathan berdebar kencang adalah pakaiannya.Elsa mengenakan lingerie sutra berwarna merah marun, sejenis lingerie yang belum pernah dilihat Nathan sebelumnya. Sepertinya lingerie baru. Nathan terpaku. Untuk apa Elsa mengenakan pakaian seperti itu di rumah orang tuanya? Pertanyaan itu menusuk-nusuk pikirannya.Pikiran Nathan melayang. Saat Elsa berada di sana... bukankah itu saat Nathan seharusnya bersama Silla? Kecurigaan itu mulai mengakar kuat dalam benaknya, semakin menguat saat sosok Darwin muncul dari balik pintu.'Daddy?? Kenapa Daddy masuk ke kamarku, dan Elsa...?' Batin Nathan. Matanya membulat sempurna saat menyaksikan adegan yang tak terbayangkan: Darwin mencium bibir Elsa dengan penuh g*irah, dan Elsa menyambutnya dengan sebuah pelukan yang erat.Sebuah amarah membara membakar seluruh tubuh Nathan. "Brengsek!!" teriaknya, suara itu pecah dan penuh kepedihan. Rek

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 62

    "Bagaimana, Pa? Apa kabar dari polisi? Sudah ada kabar tentang Nathan dan Silla?" tanya Herlin, suaranya dipenuhi kecemasan. Sinar matahari siang yang terik menyinari halaman rumah, namun tak mampu menghangatkan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Haikal baru saja menutup telepon dengan petugas kepolisian yang ditugaskan mencari Nathan. Sejak petir menyambar dan memisahkan mereka dari menantunya di tengah guyuran hujan kemarin, Haikal belum berhasil menemukan Nathan. Hanya mobilnya yang tertinggal di tempat kejadian."Belum ada, Ma," jawab Haikal, menggelengkan kepala frustasi. Keringat membasahi dahinya, meski udara terasa panas."Sebaiknya kita beri tahu orang tua Nathan, Pa?" usul Herlin, suaranya sedikit gemetar. Dia tampak lelah, namun tetap tegar."Tunggu dulu, Ma. Kita usahakan dulu hari ini. Kalau sampai sore belum ada kabar… baru kita hubungi mereka." Haikal tak ingin menambah beban kekhawatiran orang tua Nathan, apalagi dengan kabar keberadaan Silla yang belum menemukan titi

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 61

    Beberapa detik Silla membiarkan bibirnya menyatu dengan bibir Nathan, sebelum akhirnya membalas kecupan itu dengan penuh perasaan. Namun, tiba-tiba dia mendengar suara dengkuran halus yang keluar dari bibir Nathan. Pria itu tertidur begitu cepat, tanpa diduga.'Tidak mungkin, Kak Nathan tidur secepat ini? Baru saja dia menciumku. Kukira tadi dia benar-benar ingin berciuman,' batin Silla, rasa kecewa menusuk hatinya. Namun, melihat Nathan tidur dengan tenang dan tanpa beban, sebuah rasa lega dan bahagia pun menyusup hatinya.'Ya sudahlah, tak apa. Anggap saja tadi adalah kecupan perpisahan kita. Karena besok, jika Kak Nathan sudah diizinkan pulang dari rumah sakit... otomatis dia akan pulang ke rumah dan tidak akan bertemu denganku lagi,' batin Silla pilu. Kepalanya bersandar di dada Nathan, air mata mulai membasahi pipinya.***Seperti yang Silla duga semalam, pagi ini dokter mengizinkan Nathan pulang. Kabar itu membawanya pada kelegaan yang begitu dalam, sebuah beban se

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 60

    "E-eh!! Eemm ... Terima kasih, Kak." Wajah Silla memerah, malu-malu. Pandangannya tertunduk.Nathan berusaha bangun dari ranjang, ingin menuju kamar mandi. Namun, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat."Aaww!!" ringis Nathan, menahan rasa sakit yang menusuk."Kakak kenapa? Kenapa bangun?" Silla dengan sigap mengulurkan tangan, menyentuh dahi Nathan saat pria itu memegangi kepalanya."Aku mau kencing, Sil. Tapi kepalaku sangat sakit." Suaranya terdengar lemah."Kencing di sini saja, Kak. Sebentar ... aku carikan botol." Silla menawarkan solusi yang spontan, tanpa berpikir panjang."Jangan, Sil! Masa pakai botol?" Nathan menahan tangan Silla yang hendak mencari botol. Bayangannya saja sudah membuatnya merasa malu."Tadi Kakak bilang kepalanya sakit," Silla mengingatkan dengan nada lembut, namun tetap bersikeras."Memang sakit. Tapi tidak perlu sampai kencing di botol juga, Sil." Wajah Nathan memerah menahan malu. "Tolong bantu aku saja, antar ke kamar mandi." Suaranya terdengar lir

  • Menjadi Madu Sahabatku   Bab. 59

    "Karena aku men …," ujar Nathan, suaranya terputus. Rasa malu membanjiri dirinya, dua pipinya memerah padam.Silla mengamati wajah Nathan yang memerah. "Lho, Kakak demam lagi?" tanyanya, jari-jari lentiknya menyentuh dahi sang suami. Kulit Nathan memang terasa panas, namun ini bukan karena demam. "Sebentar, aku panggil dokter, ya, Kak. Tunggu—"Silla berdiri, hendak melangkah pergi, namun Nathan menahan lengannya."Tidak usah, ini bukan demam. Aku baik-baik saja.""Tapi badan Kakak panas," Silla menyentuh leher Nathan, sentuhannya membuat jantung Nathan berdebar-debar semakin kencang. Wajahnya memerah semakin dalam."Iya, tidak apa-apa. Nanti juga hilang sendiri. Duduklah lagi.""Eemmm… baiklah," Silla duduk kembali, raut wajahnya masih dipenuhi keraguan. "Jadi, alasan Kakak tidak mau cerai denganku apa?"Nathan menarik napas dalam-dalam. "Tidak ada alasan. Intinya, aku ingin terus bersamamu.""Elsa? Bagaimana dengan Elsa?" Silla mengerutkan dahi, kebingungan mencengk

DMCA.com Protection Status