All Chapters of Suami Titipan: Chapter 11 - Chapter 20
41 Chapters
Bab 10
“Oh, ya, aku ngubungin kamu dari tadi, mau ngasih tau sesuatu. Kamu mau sekalian aku pesenin tiket kereta ke Bandung, gak?” tanya Avicenna.Sesaat, Charlotte diam membisu. Kendati telah mengumbar janji, nyatanya ia masih saja meragu.Ia belum siap menghadapi segala sesuatu yang ada di kota bergelar Paris Van Java tersebut. Dan sejujurnya, ‘siap’ itu mungkin tak akan pernah terjadi. Bukan rasa takut yang menghantuinya. Melainkan rasa malu yang teramat sangat. Kemana wajahnya akan ia surukkan di sana?Avicenna berdeham kecil di seberang telepon. “Char? Kamu denger, ‘kan? Gak ketiduran?”Charlotte terperanjat. Ia meneguk ludahnya kelat. “Ehm, iya, Sen... Keluargamu di Solo apa kabar? Sehat-sehat semua, ‘kan?” tanya sutradara film ‘Hope & Miracle’ itu terbata-bata.Terdengar helaan napas berat dari Avicenna. “Please, Char, work with me... You can’t dodge this situation just like that. It’s neither a game, nor finger snapping. You ought to face it! Menghindari sesuatu yang bahk
Read more
Bab 11
“Oh, mau berangkat sekarang, Mbak. Kalo gitu, hati-hati, yaa. Semoga selamat sampai tujuan. Fii amanillah,” sahut Charlotte kaku tapi matanya bergerak liar memindai sekitar. “Mbak cuma pergi sama Zidane dan Zayn. Naik bis dari depan Ma’had. Ustadz gak bisa ikut karena nguji kelas enam. Nara sibuk ujian, udah berangkat tadi pagi,” ucap Dea gamblang seolah mengerti kebingungan gadis yang terlihat manis dalam balutan mukena putih itu.Sekali lagi, dua manik Charlotte membola mendengar penuturan Dea. “Mbak mau saya anter ke Kediri? Kebetulan saya gak ada kegiatan, Senna belum balik dari Solo,” tawarnya tulus.Dea spontan menggeleng. “Gak apa-apa, Mbak udah biasa,” tuturnya getir. “Justru, selain pamitan, Mbak mau nitip Nara sama kamu, Char? Boleh?” Dea memohon penuh harap. “Jaga dan bimbing dia selama Mbak gak ada. Anggap Nara adik atau anak kamu sekalian.”Deg!Jantung Charlotte berdetak amat keras di dalam. Kenapa Dea tak henti-henti memintanya menjaga serta memb
Read more
Bab 12
Aaaaaaaaaa... “Astaga! Senna! Ngagetin aja! Kirain apaan,” pekik Charlotte dengan jantung berdegup kencang. “Ish, lagian kamu pake ngacungin sikat WC segala! Emang aku mirip feses apa,” sungut Avicenna tak kalah keras. “Yaa, lagian, kamu gak ketuk atau salam gitu. Main masuk aja!” debat Charlotte tak mau kalah. “Udah kali, Mbaakkk... Sampe serak, tapi gak dibuka-buka. Lagian aku juga pegang kunci sendiri, ‘kan? Terus, kenapa kamu kaget kalo aku tiba-tiba masuk sendiri?”Charlotte menggaruk pelipis yang tidak gatal menggunakan jari telunjuk. “Kaget, lhaa... Sebelum masuk kamar mandi sendirian, eh pas mau keluar ada suara ribut-ribut di kamar.” “Ooo, pantes, aku gedor-gedor gak dibuka. Pasti lagi semedi, ya?” tebak Avicenna yang hanya ditanggapi kekehan oleh Charlotte. “Ntar dilanjut ngobrolnya, aku kebelet.”Avicenna segera berlalu ke kamar mandi. Sementara Charlotte menunaikan salat Dzuhur. “Char, udah makan siang
Read more
Bab 13
“Jadi pengen tinggal di sini lagi, ya?” terka Avicenna lirih. Charlotte hanya membisu. “Cari ustadz kader, Char. Biar bisa tinggal di Ma’had,” celetuknya kembali tanpa disaring.Charlotte tergelak mendengar kelakar Avicenna. “Kalo ada, sih, mau-mau aja. Sayangnya, gak ada yang mau kayaknya sama aku. Mereka pasti milih-milih, harus yang perfect lahir dan batin. Soalnya jadi istri kader itu gak mudah,” sahut Charlotte tanpa mengalihkan pandang dari taman.Avicenna mengerutkan dahi. “Kok, jadi serius gini obrolan kita,” ucapnya bingung. “Eh, sebentar... Jadi, kalo dikasih kesempatan, kamu mau jadi madamat di Ma’had?” tanyanya.Charlotte tertawa cukup kencang. Ia meletakkan tusukan bambu bekas pentol ke dalam plastik terpisah. “Kamu tadi bercanda, ‘kan? Jadi aku ngimbangin,” balas Charlotte sekenanya. “Ihh, aku serius, Char. Kamu mau apa gak? Eh, tapi... Sayang karier kamu di sana.” “Masalah terbesarnya, ada yang mau apa, gak? Ada yang bisa nerima kondi
Read more
Bab 14
Charlotte menatap nanar sekitar. Ternyata, begitu cepat setiap peristiwa dalam kehidupan terjadi. Begitu mudah setiap keadaan di muka bumi berganti. Kemarin malam, ruangan tempatnya berpijak ini riuh oleh senyum manis Dea beserta celotehan anak-anaknya dalam sesi makan malam penuh kehangatan. Namun sekarang, tampak muram dengan luka dan duka yang kelam.Sepasang iris hazelnya beralih ke titik pusat perkumpulan. Di tengah-tengah sana, tiga insan diam membisu dibalik kain putih yang menutupi seluruh tubuh polos mereka masing-masing. Tepat di samping tiga sosok tak bernyawa itu, sepasang ayah dan putri menatap kosong ke arah ketiganya. Terlihat bibir sang Ayah bergumam melantunkan doa tanpa suara dan ekspresi.Seolah diberi komando, setiap wajah yang hadir di ruangan ini memasang wajah sendu yang membuat malam kian suram. Tak terkecuali Charlotte dan Avicenna. Keduanya yang terbiasa penuh canda, kini hanya terpaku dengan wajah pilu. Di sudut ruangan, seorang ibu lanjut usia pasrah bersan
Read more
Bab 15
Dalam kamar bernuansa putih, Charlotte merapikan baskom air hangat, handuk, dan pakaian kotor. Ia baru saja selesai menyeka sekaligus menyalin busana Kinara atas permintaan Nenek dari gadis yang masih terpejam itu. Sementara, Avicenna membantu membereskan sisa-sisa pemulasaran bersama tiga orang pekerja rumah tangga Ma’had.Sebelum beranjak keluar, Charlotte memandangi seraut wajah ayu itu. Kendati dalam kondisi terlelap, gurat-gurat kesedihan itu tercetak jelas di wajah gadis yang bahkan belum lulus Sekolah Menengah Atas ini. Sepasang kelopak matanya bengkak dan memerah, bibirnya pucat, jejak-jejak air mata itu masih kentara meski dibasuh berkali-kali.Sungguh, pemandangan itu membuat hatinya disayat rasa sakit, nyeri, hingga pilu yang ditawarkan begitu indah oleh sosok cantik di atas tempat tidur itu. Tak sanggup menahan segala emosi dan isak yang mulai berurung dalam dadanya, Charlotte memutuskan untuk pergi. “Udah selesai?” tanya Avicenna yang kebetulan lewat di depan
Read more
Bab 16
“Tadi Ustadzah Avicenna bilang mau pergi kemana, Nak?” Simbah bertanya lalu menyesap wedhang rempah yang dibuat Charlotte.Charlotte menerbitkan senyuman tipisnya. “Tadi Senna izin ke depan, mau jemput temen, ada yang mau ngelayat kesini,” jawab Charlotte menerangkan.Setelah diguyur hujan dan diselimuti mendung semalaman, langit Kabupaten Ngawi tampak berangsur cerah pagi ini. Waktu telah bergerak melewati pukul delapan, matahari sudah menunjukkan eksistensinya. Charlotte dan Simbah duduk mengobrol di teras seraya mencari kehangatan dari sang Surya. “Ustadzah rencananya mau berapa hari di sini?” “Rencananya, tiga hari lagi saya mau ikut Senna ke Bandung.” “Pulang kampung ceritanya, Ustadzah?” tanya Simbah seraya terkekeh kecil.Charlotte ikut tersenyum. “Yaa, gitu ceritanya, Bu.” Ia menyeruput air jahe yang nyaris dingin itu.Untuk beberapa saat, hening menjeda kehangatan dua perempuan beda usia itu. Dari ekor mata, Charlotte dapat meli
Read more
Bab 17
“So, hot mama, gimana cerita aslinya, belum sebulan nikah, tapi anaknya udah segede itu?” tunjuk Avicenna menggunakan dagu ke arah depan. Di sana, sepasang muda-mudi tengah memilih lauk di meja prasmanan warung makan khusus yang disediakan Ma’had untuk tamu. ‘Iya, Mella gak cerita-cerita. Apa aku yang ketinggalan berita?” protes Charlotte.Mella yang diberondong beragam pertanyaan dari para sahabatnya hanya terbahak. “Cukup panjang ceritanya, tapi aku singkat aja, deh. Intinya, kami juga nikah dadakan. Cuma akad tertutup aja, ntar kalo resepsi aku undang-undang. Aku juga bingung, awalnya gak ada pembahasan serius soal pernikahan. Eh, tau-tau malah ijab kabul,” jelasnya keheranan sendiri. “Tapi serius, ganteng banget anak kamu! Modelan brondong macho,” celetuk Avicenna. “Husss.” Mella menggeplak pergelangan tangan Avicenna pelan. “Sadar umur, Mbaakkk. Itu anak aku, dan aku sebagai emaknya galak banget, nih!” ancamnya sambil melotot lucu.
Read more
Bab 18
“Ok, Ustadz Azizi udah, almarhum Ustadz Wafiq juga udah. Berarti tinggal ke rumah Ustadz Fajri,” gumam Mella menyebut daftar kunjungan wajibnya di Ma’had kali ini. “Kapan kamu mau ke rumah Ustadz Fajri?” tanya Charlotte tiba-tiba. Dalam posisi bersimpuh, ia melipat alat salat. Perempuan jelita itu baru saja menunaikan ibadah wajib Ashar. Dari posisi duduknya di atas lantai, Charlotte dapat melihat Mella seperti tengah berpikir.Mella mendeham kecil. “Kalo abis Magrib, sopan gak, ya? Soalnya ponakanku mau kesini abis Ashar sore ini,” ucapnya penuh tanda tanya dan bimbang. “Menurut kamu, gimana Char?”Charlotte tampak menimbang-nimbang sejenak. “Kayaknya, gak apa-apa, sih. Tapi mungkin gak bisa lama-lama. Cukup setor muka aja. Lagian Ustadz Fajri hari ini pergi,” jelasnya membalas. “Pergi kemana?” Avicenna yang baru keluar dari kamar mandi tiba-tiba menyela. “Hm, itu... Aku belum cerita, ya ke kalian... Sen, kamu inget Ustadz Fajri pergi t
Read more
Bab 19
“Ustadz Fajri belum pulang. Ratih balik ke Kediri tadi siang. Anaknya besok sekolah pagi, jadi harus cepet-cepet pulang ke Lumajang,” jelas Simbah menerangkan keadaan.Tiga perempuan itu sontak terbelalak. “Jadi Ibu sama Nara cuma berdua?” tanya Avicenna terkejut. Simbah hanya ber-hum lirih sebagai jawaban rasa penasaran tiga perempuan muda itu.Niat awal bertamu sekaligus bertakziah secara singkat akhirnya harus mereka urungkan. Akibat tak sampai hati membiarkan Simbah larut dalam kesedihan serta kesendirian, Charlotte, Avicenna, dan Mella memutuskan untuk menemani sepasang nenek dan cucu tersebut barang sebentar. Setidaknya sampai sosok mantan guru mereka pulang meskipun entah kapan.Malam merangkak kian pekat. Namun Fajri tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Mella yang sudah memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu harus kembali ke wisma. Avicenna turut mengantar ibu dua anak itu. Jadilah Charlotte sendirian menemani Simbah dan Kinara.“Nak, istirahat di kamar Nara, ya?” ta
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status