Share

Bab 13

Penulis: Aqeera Danish
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Jadi pengen tinggal di sini lagi, ya?” terka Avicenna lirih. Charlotte hanya membisu. “Cari ustadz kader, Char. Biar bisa tinggal di Ma’had,” celetuknya kembali tanpa disaring.

Charlotte tergelak mendengar kelakar Avicenna. “Kalo ada, sih, mau-mau aja. Sayangnya, gak ada yang mau kayaknya sama aku. Mereka pasti milih-milih, harus yang perfect lahir dan batin. Soalnya jadi istri kader itu gak mudah,” sahut Charlotte tanpa mengalihkan pandang dari taman.

Avicenna mengerutkan dahi. “Kok, jadi serius gini obrolan kita,” ucapnya bingung. “Eh, sebentar... Jadi, kalo dikasih kesempatan, kamu mau jadi madamat di Ma’had?” tanyanya.

Charlotte tertawa cukup kencang. Ia meletakkan tusukan bambu bekas pentol ke dalam plastik terpisah. “Kamu tadi bercanda, ‘kan? Jadi aku ngimbangin,” balas Charlotte sekenanya.

“Ihh, aku serius, Char. Kamu mau apa gak? Eh, tapi... Sayang karier kamu di sana.”

“Masalah terbesarnya, ada yang mau apa, gak? Ada yang bisa nerima kondi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Titipan   Bab 14

    Charlotte menatap nanar sekitar. Ternyata, begitu cepat setiap peristiwa dalam kehidupan terjadi. Begitu mudah setiap keadaan di muka bumi berganti. Kemarin malam, ruangan tempatnya berpijak ini riuh oleh senyum manis Dea beserta celotehan anak-anaknya dalam sesi makan malam penuh kehangatan. Namun sekarang, tampak muram dengan luka dan duka yang kelam.Sepasang iris hazelnya beralih ke titik pusat perkumpulan. Di tengah-tengah sana, tiga insan diam membisu dibalik kain putih yang menutupi seluruh tubuh polos mereka masing-masing. Tepat di samping tiga sosok tak bernyawa itu, sepasang ayah dan putri menatap kosong ke arah ketiganya. Terlihat bibir sang Ayah bergumam melantunkan doa tanpa suara dan ekspresi.Seolah diberi komando, setiap wajah yang hadir di ruangan ini memasang wajah sendu yang membuat malam kian suram. Tak terkecuali Charlotte dan Avicenna. Keduanya yang terbiasa penuh canda, kini hanya terpaku dengan wajah pilu. Di sudut ruangan, seorang ibu lanjut usia pasrah bersan

  • Suami Titipan   Bab 15

    Dalam kamar bernuansa putih, Charlotte merapikan baskom air hangat, handuk, dan pakaian kotor. Ia baru saja selesai menyeka sekaligus menyalin busana Kinara atas permintaan Nenek dari gadis yang masih terpejam itu. Sementara, Avicenna membantu membereskan sisa-sisa pemulasaran bersama tiga orang pekerja rumah tangga Ma’had.Sebelum beranjak keluar, Charlotte memandangi seraut wajah ayu itu. Kendati dalam kondisi terlelap, gurat-gurat kesedihan itu tercetak jelas di wajah gadis yang bahkan belum lulus Sekolah Menengah Atas ini. Sepasang kelopak matanya bengkak dan memerah, bibirnya pucat, jejak-jejak air mata itu masih kentara meski dibasuh berkali-kali.Sungguh, pemandangan itu membuat hatinya disayat rasa sakit, nyeri, hingga pilu yang ditawarkan begitu indah oleh sosok cantik di atas tempat tidur itu. Tak sanggup menahan segala emosi dan isak yang mulai berurung dalam dadanya, Charlotte memutuskan untuk pergi. “Udah selesai?” tanya Avicenna yang kebetulan lewat di depan

  • Suami Titipan   Bab 16

    “Tadi Ustadzah Avicenna bilang mau pergi kemana, Nak?” Simbah bertanya lalu menyesap wedhang rempah yang dibuat Charlotte.Charlotte menerbitkan senyuman tipisnya. “Tadi Senna izin ke depan, mau jemput temen, ada yang mau ngelayat kesini,” jawab Charlotte menerangkan.Setelah diguyur hujan dan diselimuti mendung semalaman, langit Kabupaten Ngawi tampak berangsur cerah pagi ini. Waktu telah bergerak melewati pukul delapan, matahari sudah menunjukkan eksistensinya. Charlotte dan Simbah duduk mengobrol di teras seraya mencari kehangatan dari sang Surya. “Ustadzah rencananya mau berapa hari di sini?” “Rencananya, tiga hari lagi saya mau ikut Senna ke Bandung.” “Pulang kampung ceritanya, Ustadzah?” tanya Simbah seraya terkekeh kecil.Charlotte ikut tersenyum. “Yaa, gitu ceritanya, Bu.” Ia menyeruput air jahe yang nyaris dingin itu.Untuk beberapa saat, hening menjeda kehangatan dua perempuan beda usia itu. Dari ekor mata, Charlotte dapat meli

  • Suami Titipan   Bab 17

    “So, hot mama, gimana cerita aslinya, belum sebulan nikah, tapi anaknya udah segede itu?” tunjuk Avicenna menggunakan dagu ke arah depan. Di sana, sepasang muda-mudi tengah memilih lauk di meja prasmanan warung makan khusus yang disediakan Ma’had untuk tamu. ‘Iya, Mella gak cerita-cerita. Apa aku yang ketinggalan berita?” protes Charlotte.Mella yang diberondong beragam pertanyaan dari para sahabatnya hanya terbahak. “Cukup panjang ceritanya, tapi aku singkat aja, deh. Intinya, kami juga nikah dadakan. Cuma akad tertutup aja, ntar kalo resepsi aku undang-undang. Aku juga bingung, awalnya gak ada pembahasan serius soal pernikahan. Eh, tau-tau malah ijab kabul,” jelasnya keheranan sendiri. “Tapi serius, ganteng banget anak kamu! Modelan brondong macho,” celetuk Avicenna. “Husss.” Mella menggeplak pergelangan tangan Avicenna pelan. “Sadar umur, Mbaakkk. Itu anak aku, dan aku sebagai emaknya galak banget, nih!” ancamnya sambil melotot lucu.

  • Suami Titipan   Bab 18

    “Ok, Ustadz Azizi udah, almarhum Ustadz Wafiq juga udah. Berarti tinggal ke rumah Ustadz Fajri,” gumam Mella menyebut daftar kunjungan wajibnya di Ma’had kali ini. “Kapan kamu mau ke rumah Ustadz Fajri?” tanya Charlotte tiba-tiba. Dalam posisi bersimpuh, ia melipat alat salat. Perempuan jelita itu baru saja menunaikan ibadah wajib Ashar. Dari posisi duduknya di atas lantai, Charlotte dapat melihat Mella seperti tengah berpikir.Mella mendeham kecil. “Kalo abis Magrib, sopan gak, ya? Soalnya ponakanku mau kesini abis Ashar sore ini,” ucapnya penuh tanda tanya dan bimbang. “Menurut kamu, gimana Char?”Charlotte tampak menimbang-nimbang sejenak. “Kayaknya, gak apa-apa, sih. Tapi mungkin gak bisa lama-lama. Cukup setor muka aja. Lagian Ustadz Fajri hari ini pergi,” jelasnya membalas. “Pergi kemana?” Avicenna yang baru keluar dari kamar mandi tiba-tiba menyela. “Hm, itu... Aku belum cerita, ya ke kalian... Sen, kamu inget Ustadz Fajri pergi t

  • Suami Titipan   Bab 19

    “Ustadz Fajri belum pulang. Ratih balik ke Kediri tadi siang. Anaknya besok sekolah pagi, jadi harus cepet-cepet pulang ke Lumajang,” jelas Simbah menerangkan keadaan.Tiga perempuan itu sontak terbelalak. “Jadi Ibu sama Nara cuma berdua?” tanya Avicenna terkejut. Simbah hanya ber-hum lirih sebagai jawaban rasa penasaran tiga perempuan muda itu.Niat awal bertamu sekaligus bertakziah secara singkat akhirnya harus mereka urungkan. Akibat tak sampai hati membiarkan Simbah larut dalam kesedihan serta kesendirian, Charlotte, Avicenna, dan Mella memutuskan untuk menemani sepasang nenek dan cucu tersebut barang sebentar. Setidaknya sampai sosok mantan guru mereka pulang meskipun entah kapan.Malam merangkak kian pekat. Namun Fajri tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Mella yang sudah memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu harus kembali ke wisma. Avicenna turut mengantar ibu dua anak itu. Jadilah Charlotte sendirian menemani Simbah dan Kinara.“Nak, istirahat di kamar Nara, ya?” ta

  • Suami Titipan   Bab 20

    Charlotte meneguk ludah kelat. Ia bingung harus menjawab apa. “Itu...” ucapnya menggantung. “Atas permintaan ibu mertua saya? “ terka Fajri telak. “Lain kali, kamu harus tolak. Bukan karena gak punya empati atau simpati. Gak baik seorang gadis berlama-lama di rumah laki-laki beristri. Malam-malam pula. Apalagi istrinya baru saja wafat. Takut jadi fitnah. Kamu jelas tahu perkara ini. Jangan selalu menjadi orang yang gak enakan,” jelasnya tajam nan pedas.Sekali lagi, Charlotte hanya mampu diam membisu. Ia menelan salivanya susah-payah. Kendati terbilang keras cenderung sadis, penuturan Fajri memang sebuah fakta yang tepat sasaran. Dalam kata-katanya itu pun, terselip sebuah kepedulian kecil untuk Charlotte. Fajri tak berubah. Laki-laki itu selalu ingat sifat dan sikap people pleaser dan emotional sponge seorang Charlotte.Sadar akan usiran halus dari mantan gurunya tersebut, Charlotte lekas bangkit dari posisi duduknya. “Karena Ustadz udah pulang, kalau begitu saya permisi,

  • Suami Titipan   Bab 21

    Ceklek...Charlotte membuka pintu kamar Kinara secara perlahan. Di dalam, ia mendapati gadis itu tengah dipijat bagian kepalanya oleh sang Nenek. Ia kemudian menarik kursi belajar Kinara dan meletakkannya persis di samping ranjang untuk menaruh peralatan seka. “Badannya dibersihin dulu, ya? Biar gak lengket,” ucap Charlotte lembut. Tatapan manik hazelnya begitu meneduhkan. “Duduk sini, Nak,” titah Simbah kepada Charlotte. Perempuan renta itu menggeser sedikit tubuhnya hingga ujung tempat tidur. “Duduk saja, biar gak pegel,” ujarnya kembali.Charlotte menurut dan lekas mendaratkan tubuhnya di samping Kinara. “Mbak ijin seka badan kamu, ya?” Ia berkata lirih. Namun ucapannya tidak disambut Kinara yang justru hanya terpaku menatapnya. Karena tak ada sahutan, ia berinisiatif meraih salah satu pergelangan tangan gadis remaja itu. Ia mulai menyeka tubuh Kinara menggunakan handuk kecil yang dibasahi air hangat.Dalam diam, Kinara memerhatikan setiap gestur dan mimik wajah Charlott

Bab terbaru

  • Suami Titipan   Bab 45

    “Ruby seneng, bisa balik ke rumah ini, ke kamar Ruby dulu. Makasih Uwak,” sahutnya dengan suara bergetar. Ada debaran gila ketika akhirnya ia dapat menyebut nama keramat itu lagi.Lilis menaik-turunkan kepala dan mengulas senyum haru. “Uwak yang harus bilang makasih ke Neng. Neng Ruby udah mau pulang lagi ke sini, gak lupa sama Uwak, sama Eyang. Padahal, Neng udah sukses di luar negeri. Tapi, gak malu punya keluarga di Pangalengan.” Kini, sebelah tangannya menangkup pipi sementara tangan lain menggenggam tangan sang Keponakan.Astaga! Charlotte tidak pernah memiliki pemikiran seperti itu. Bagaimana pun, Indonesia merupakan identitasnya, separuh bagian dari keutuhan dirinya. Indonesia adalah kampung halamannya. Ia sempat sengaja menampik itu semua karena perasaan malu yang tak berdasar. Ya, malu karena tindakan cerobohnya di masa lalu. Padahal, di sini semuanya baik-baik saja.Tanpa sadar, setetes bulir bening lolos dari pelupuk mata Charlotte. “Kenapa harus malu? Padahal Ruby yang udah

  • Suami Titipan   Bab 44

    “Char, kamu gak apa-apa... kalau aku tinggal sendiri? Kalau kamu belum siap, ikut pulang lagi, yuk! Bilang aja ke Uwak kamu kita ada acara Ma’had,” ujar Avicenna memastikan.Charlotte tersenyum manis untuk meredakan kekhawatiran yang terpancar jelas dari wajah dan perkataan Avicenna. “Kamu tenang aja, aku bakalan baik-baik di sini,” jawabnya tenang.Avicenna menatap Charlotte intens. Lalu, perhatiannya beralih ke dalam toko di mana paman sahabatnya tengah serius meladeni pembeli. “Kalau ada apa-apa, cepet kabari aku, ya?” pintanya. “Pasti!” Charlotte mengangguk mantap. “Tenang aja, kamu ninggalin aku di rumah keluarga sendiri. Bukan di kandang harimau!” kelakar perempuan bermanik hazel tersebut. “Iya, sih. Tapi... aku tetep khawatir,” aku Avicenna jujur pada akhirnya. “Everything’s gonna be ok. Kamu cepetan pulang. Mau ke rumah Ibu, kan? Berangkat sana, takut kemaleman. Bahaya!” ujar Charlotte dengan nada risau yang teramat kentara.Avicenna hendak m

  • Suami Titipan   Bab 43

    “Wow, that’s a huge crowd,” gumam Charlotte demi melihat keramaian di depan sana.Avicenna memasukkan kunci mobil ke dalam saku celana. “Woah, kalau aku tinggal di sini, dan doyan protein hewani, bisa sehat wal afiat, nih!” Perempuan itu berkata heboh tanpa berkedip.Dahi Charlotte mengkerut dalam menanggapi tingkah sang Sahabat. Bukan kesal apalagi malu. Sampai saat ini, setelah lebih dari lima belas tahun bersama, ia selalu terkaget-kaget dengan ke-random-an Avicenna. Perempuan manis itu hobi sekali melakukan hal tak terduga nan lucu. “Jadi, kita mau masuk atau... diem aja di pinggir jalan kayak gini?” tanya Avicenna.Charlotte menoleh ke kanan, ke arah sahabatnya tersebut. Rupanya, Avicenna tengah menatapnya dengan senyum dan sorot hangat. Avicenna seolah ingin menyalurkan kekuatan kepada Charlotte. “Yuk, masuk,” ajak Charlotte seraya membalas senyuman tulus Avicenna.Avicenna mengangguk mantap. Ia menggamit pergelangan tangan Charlotte. “Aku belum pernah ke

  • Suami Titipan   Bab 42

    “Oh, iya, Char, alamat lengkap rumah Eyang kamu dimana? Kita udah masuk desa Cikalong, nih!” tanya Avicenna datar namun mampu membuat Charlotte membeku. Perempuan bermanik hazel itu mengerjap. Dan benar, mereka baru saja melewati tugu selamat datang. “Char... Char... Char,” panggil Avicenna sekali lagi setelah beberapa saat Charlotte tak menyahut. Avicenna bahkan menyentuh pergelangan tangan Charlotte dengan tangan kirinya. “Hah!” Charlotte tersentak. “Ya, Sen?” tanyanya tergeragap. “Alamat rumah Eyang kamu dimana?” tanya Avicenna sekali lagi, kali ini lebih mendesak. Sesekali, ia memutar sepasang bola matanya liar ke sebelah kiri dan kanan jalan. “Itu...” tukas Charlotte gugup. “Kamu belum tahu rumah Eyangku, ya?”Dahi Avicenna mengernyit dalam. Selama mengenal Charlotte, belum pernah sekali pun ia mengunjungi rumah sang Sahabat di Indonesia. Bahkan selepas nenek Charlotte wafat, perempuan bermanik hazel itu justru ikut bers

  • Suami Titipan   Bab 41

    “Wah, aromanya enak banget!” Telapak kaki kanan Avicenna baru saja menyentuh anak tangga terakhir lantai satu. Tetapi indera penciumannya sudah disapa oleh aroma lezat dari arah dapur yang sekaligus berfungsi sebagai ruang makan. Lewat jarak tak lebih dari dua meter, ia dapat melihat meja kitchen island mungil rumahnya dipenuhi pelbagai sajian mengunggah.Charlotte mengangkat kepala, lalu menyunggingkan senyum simpul. “Ayo makan, mumpung masakannya masih hangat,” ucapnya lembut sembari menata peralatan makan ke atas meja.Avicenna menurut dan menarik sebuah stool chair. “Kamu pinter masak, keliatan enak banget!” “Mana ada! Aku gak jamin kamu bakal selamat setelah makan ini.” Charlotte terkikik. “Aku serius! Dari aroma sama tampilannya aja udah keliatan enak banget. Kamu masak apa aja, nih?” Avicenna meneliti setiap menu yang dimasak oleh Charlotte dengan saksama. “Cuma Lancashire Hotpot, Bubble and Squeak, terus ada Eton Mess di kulkas,”

  • Suami Titipan   Bab 40

    “Halo, Assalamu’alaikum,” sapa Charlotte ramah dengan intonasi setenang mungkin. “Wa’alaikumussalam,” balas suara di seberang. “Mbak Char! Udah sampe Bandung belum? Kok gak ngabari aku.” Suara perempuan dalam sambungan terdengar menggerutu.Charlotte terkekeh kecil. “Maaf, Mbak belum sempat buka HP. Alhamdulillah, Mbak sama Teh Senna sampai ke rumah jam delapan tadi malam,” jawabnya lugas. “Kamu gak sekolah?” “Sekolah, tapi cuma setengah hari. Aku juga baru sampe rumah, Mbak.”Charlotte mengangguk pelan kendati lawan bicaranya tak dapat melihat pergerakannya. “Gimana kabar kamu sama keluarga, sehat? Adek masih suka nangis, gak Nara?” tanyanya mengawang.Terdengar helaan napas lelah Kinara. “Masih. Kayaknya kangen, deh sama Mbak,” kekehnya.Charlotte ikut tergelak. “Masa, ah! Kayaknya Adek belum terbiasa aja di rumah,” elaknya. “Mungkin, iya. Mungkin juga kangen sama Mbak,” ujar Kinara keukeuh.Charlotte dan Kinara sama-sama tertawa. Untu

  • Suami Titipan   Bab 39

    Trang Tek PrangTrang Tek PrangTrang Tek PrangSuara gaduh seperti permukaan besi yang dipukul-pukul konstan perlahan memanggil kesadaran Charlotte yang tengah dibuai mimpi. Perempuan bersurai golden brown itu mengerjap beberapa kali. Untuk sepersekian detik, dahinya mengernyit kebingungan menatap keremangan sekitar. Dari arah luar, keriuhan yang berhasil membangunkannya kian jelas terdengar oleh rungu. “Astaga, aku lupa, aku di rumah Senna,” gumamnya pada diri sendiri.Setelah nyawanya terkumpul, Charlotte beringsut turun dari pembaringan. Tujuan langkah pertamanya di pagi buta ini adalah kamar mandi untuk sekedar buang air kecil, cuci muka, dan gosok gigi. Perempuan berhidung bangir itu lekas keluar dari kamar yang ditidurinya semalam.Baru saja membuka pintu kamar, aroma lezat dari bumbu yang digoreng membelai manja indera penciuman Charlotte. Dari ambang pintu, perempuan jelita itu dapat menangkap siluet punggung seseorang yang tengah serius menekuni sesuatu di depan

  • Suami Titipan   Bab 38

    Kinara menggeleng pelan. “Ini, dari Mbah Uti buat Mbak Char sama Ustadzah Avicenna.” Gadis itu menyerahkan bungkusan yang sedari tadi digenggamnya erat. “Sarapan sama sedikit bekel.”Charlotte menerima tas kain berwarna merah itu dengan perasaan rikuh yang teramat sangat. “Duh, kita jadi ngerepotin,” ujar Avicenna tak kalah sungkan.Kinara tersenyum lebar. “Gak apa-apa Ustadzah. Mbah Uti juga seneng, kok,” tukasnya. “Tunggu!” Avicenna memekik tajam. “Kamu panggil Charlotte ‘Mbak’, kok aku masih dipangil Ustadzah?” Perempuan separuh Sunda itu protes tak terima.Charlotte dan Kinara terkikik geli. “Nara, kamu panggil Ustadzah Avicenna pakai ‘Ateu Senna’ atau ‘Ateu Gemoy’ aja, kayak keponakan-keponakan dia,” seloroh Charlotte sengaja menggoda. “Kalau Khalisa sama Aisyah pantes. Kalau Nara kegedean buat jadi keponakanku,” ketus Avicenna. Ia merebut bungkusan yang dibawa Kinara dari tangan Charlotte. “Buka, ya?” “Eh, malah lupa. Padahal ada m

  • Suami Titipan   Bab 37

    “Char! Char! Hellooo,” seru Avicenna memanggil Charlotte. Namun, sosok yang disebutkan tidak bergeming sama sekali. Ia terpaku dalam duduknya dengan dua alis menyatu. “Charlotte Eleanor Ruby Heinberg!” Avicenna menepuk sebelah bahu Charlotte.Charlotte tersentak. Rasanya seperti ada petir baru saja menyambar. “Gosh!” pekiknya terkejut. “Ya Allah, Char, dipanggilin dari tadi, gak nyaut-nyaut. Kamu kenapa subuh-subuh udah ngelamun?” Avicenna menggerakkan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk sebuah capit di udara. Ia lalu mengurai tautan alis Charlotte yang tidak henti-hentinya melekat sedari tadi. “Gak apa-apa,” balas Charlotte ambigu. Perempuan bermanik hazel itu kembali memasukkan barang-barang ke dalam koper. Sementara khayalnya masih mengawang tinggi. “Saya pamit, Bu, Nara. Maturnuwun udah diterima dan dijamu dengan baik.” Charlotte tersenyum tulus lalu menyalami Simbah dan Kinara. Tiga perempuan lintas generasi itu saling berpeluka

DMCA.com Protection Status