Semua Bab Kurelakan Suamiku Mendua: Bab 21 - Bab 30

43 Bab

LDR

"Kamu baik-baik saja kan, Run?" tanya Abhimanyu lembut dari seberang sana. "Aku baik, Mas." Arunika yang tadinya hendak turun untuk makan malam, segera mengurungkan niatnya. Dia memilih duduk di kursi balkon dan mendengarkan suara berat Abhimanyu yang tengah mengucap syukur. "Bagaimana bulan madunya? Seru?" tanya Arunika. "Sungai Thames indah sekali, Run. Lebar dan bagus. Kapan-kapan, aku akan mengajakmu ke tempat ini. Hanya kita berdua," ujar Abhimanyu. "Apa bisa, Mas?" sahut Arunika ragu. "Kita harus optimis, Run. Yakinlah bahwa semua masalah ini akan segera berlalu," hibur Abhimanyu. "Semoga," desah Arunika. "Bagaimana sakit kepalamu?" Abhimanyu mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak apa-apa, Mas. Sudah tiga hari ini, sakit kepalaku hilang sama sekali," jawab Arunika.
Baca selengkapnya

Siasat

Arunika tak segera menjawab. Rasanya begitu berat saat harus membalas sapaan sang adik madu. "Ada apa, Delia?" ucap Arunika pada akhirnya. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan apakah Mama Masayu sudah menyampaikan pesanku," tutur Delia. "Oh, tentang suamiku yang tidak boleh menghubungi istrinya sendiri itu, ya?" cibir Arunika. "Ya, dan kuharap juga sebaliknya. Mbak Arun jangan mengganggu dulu bulan madu kami," jawab Delia percaya diri. "Luar biasa." Arunika berdecak kesal. "Bukan begitu. Aku ingin sedikit keadilan saja. Akan ada waktunya Abhim bersama Mbak Arun. Tapi itu nanti, sekarang giliranku," tegas Delia. "Nanti? Kemarin-kemarin saja, setiap kali Mas Abhim berduaan denganku, kamu juga keberatan. Sepertinya memang kamu berusaha menjauhkanku dari suamiku," tuding Arunika. Mendengar hal itu, Delia malah tertawa. "Jadi, Mbak Arun sudah bisa merasakannya?" "Jadi, benar? Kamu ingin menjauhkanku dari Mas Abhim?" geram Arunika. "Anggap saja itu konsekuensi karena Mbak tela
Baca selengkapnya

Mati Rasa

Hamzah segera masuk ke dalam pos dan menekan tombol otomatis untuk membuka gerbang. "Mari, Non. Silakan masuk," ujarnya sopan. "Terima kasih, Pak Hamzah." ucap Arunika, lalu menoleh pada Ijah yang masih berada di dalam mobil. Dia memberikan isyarat berupa gerakan tangan agar Ijah membawa mobilnya masuk. Setelah mobilnya rapi terparkir di halaman depan, Arunika menunggu Ijah untuk masuk ke bangunan utama bersama-sama. Tak disangka, di ruang tamu yang ukurannya lebih luas dari ruang tamu Abhimanyu itu, telah menunggu sesosok pria berperawakan tinggi tegap. Rambutnya gondrong sebahunya terlihat hitam mengkilap dan sedikit bergelombang. Sorot mata gelapnya tak bersahabat, garang memperhatikan Arunika dan Ijah. "Ternyata, selain durhaka, kamu juga tidak punya malu rupanya?" ejek pria berkemeja hawai yang dipadu dengan celana kargo pendek berwarna krem itu. Tampak betis kanannya penuh dengan ukiran tato. "Apa kabar, Kak Sagara?" balas Arunika lembut. Dia sama sekali tak terpancing d
Baca selengkapnya

Keras Kepala

Arunika tertegun mendengar ucapan Gayatri yang menurutnya keterlaluan. Ibu kandungnya itu tega mendesak Arunika agar meninggalkan pria yang dia cintai sepenuh hati.Sejenak, pandangannya tertumpu pada foto keluarga berbingkai emas dan berukuran sangat besar yang terpajang di salah satu sisi dinding ruang kerja."Seandainya ayah masih hidup, tentu aku tidak akan terlunta-lunta seperti ini." Arunika menyeka air mata yang mengalir di pipi."Kamu sendiri yang memilih untuk terlunta-lunta, Run," elak Gayatri."Ibu benar. Aku memang bodoh telah datang kemari dan meminta bantuan, sambil berharap pandangan kalian pada Mas Abhim bisa sedikit berubah. Namun ternyata aku keliru," sahut Arunika. "Keras kepala sekali kamu ini, Run!" cerca Sagara gemas."Silakan, Kak Saga boleh bicara apapun tentangku. Aku hanya berdoa, semoga suatu saat nanti, kamu akan mengalami apa yang kualami, sehingga Kas Saga dapat merasakan apa yang kurasa dengan baik. Sekarang, aku permisi dulu," pamit Arunika sebelum mem
Baca selengkapnya

Khianat

"Kenapa kita berhenti di sini, Ev?" tanya Arunika sesaat setelah mengakhiri panggilannya. "Lapar, Kak. Saya belum sempat makan dari siang," dalih Evelyn. "Ya, ampun. Kenapa kamu tidak bilang? Harusnya tadi kita makan dulu," tutur Arunika. "Tidak apa-apa. Kebetulan ini restoran favorit saya sejak pindah ke Indonesia. Saya traktir ya, Kak," tawar Evelyn. "Eh, tidak usah. Aku saja yang traktir," tolak Arunika dengan segera. "Atau Arga saja yang traktir," sahut Evelyn tiba-tiba. "Kenapa jadi ke dia?" Arunika menatap curiga pada wanita di hadapannya itu. "Maaf sebelumnya, tapi saya menghubungi Arga supaya ikut kemari," beber Evelyn. "Apa? Bisa-bisanya!" sentak Arunika. "Baru saja kita berbaikan dan sekarang kamu malah berkhianat!" celanya. "Saya tidak pernah berkhianat, Kak. Sebelum menuduh, tolong dengar dulu penjelasanku." Evelyn tak terima jika Arunika menyebutnya demikian, dan dia tidak menutup-nutupi rasa keberatannya. Hal itu membuat Arunika terdiam. Dia menangka
Baca selengkapnya

Kecewa

"Makan dulu yang banyak. Nanti baru kuberitahu." Arga sengaja menggoda Arunika. Dia malah sibuk memanggil pelayan restoran dan memesan berbagai macam menu.Setengah jam kemudian, pesanan mereka datang. Sambil mengunyah, Arga menjelaskan banyak hal pada Arunika."Kakek Ranu adalah orang yang sangat menjaga kebugaran tubuh, rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat," terang Arga."Tapi, lama kelamaan, kesehatan Kakek Ranu menurun. Selain karena usia yang semakin tua, fisik kakek juga berubah lemah," lanjut Evelyn."Saat itu, kami sama sekali tak curiga sampai Evelyn menemukan tumpukan resep obat secara tidak sengaja," sambung Arga."Kami mengecek daftar obat yang tertulis dalam resep dan menemukan bahwa ada satu jenis obat yang sangat tidak disarankan untuk pria-pria lanjut usia," tutur Evelyn."Di situlah kecurigaan kami muncul," desis Arga."Ternyata sewaktu masih menjadi istri Kakek Ranu, Delia sering memasukkan obat tersebut ke dalam makanan. Efeknya tidak begitu terlihat, tap
Baca selengkapnya

Melepas Rindu

"Mereka bicara apa?" tanya Arunika dengan suara bergetar. "Aku juga tidak begitu jelas mendengarnya, Kak. Yang kutangkap hanyalah sesuatu tentang menyerahkan sertifikat rumah sebagai salah satu cara untuk membayar utang Pak Abhimanyu terhadap Delia," jelas Evelyn. "Utang?" Arunika menggeleng tak mengerti. "Iya, Pak Abhimanyu tidak ingin menerima bantuan keuangan dari Delia dengan begitu saja. Dia berniat mengembalikan semua bantuan keuangan yang telah diberikan oleh Delia secara bertahap. Langkah pertamanya adalah dengan memberikan sertifikat rumah sebagai jaminan," papar Evelyn panjang lebar. "Oh, jadi benar apa yang dia jelaskan padaku dulu," gumam Arunika. "Sepertinya Pak Abhimanyu memiliki harga diri yang tinggi. Dia tidak ingin dibantu secara cuma-cuma. Dengan begitu, dia tidak perlu merasa berutang budi," ujar Evelyn. "Tetap saja aku marah, Mbak. Dia tidak mau membagi masalahnya denganku," ucap Arunika pelan. "Kak ...." Evelyn tersenyum lembut. "Jujur, awalnya aku
Baca selengkapnya

Drama Pagi

Tepat pukul lima pagi, Arunika terbangun. Dia spontan menoleh ke samping dan bernapas lega saat mendapati Abhimanyu masih terlelap dalam posisi tengkurap. Arunika terkikik geli. Diusapnya punggung lebar yang lengket oleh keringat itu. "Mas, sudah pagi. Mas tidak berangkat ke kantor?" tanya Arunika lembut. "Hm," gumam Abhimanyu sambil susah payah membuka kelopak matanya. "Arun? Jam berapa sekarang?" "Jam lima," jawab Arunika seraya membelai pipi sang suami. "Ah, aku tidak ada acara ke manapun. Jadwal hari ini adalah mengobati rindu bersama kamu." Tanpa aba-aba, Abhimanyu menarik tubuh Arunika mendekat, lalu memeluknya erat. "Tidur lagi, yuk," ajak Abhimanyu. Tentu saja Arunika menyambut ajakan suaminya dengan senang hati. Dia tak tahu bahwa di luar sana, Delia tengah merencanakan sesuatu. Istri kedua Abhimanyu itu keluar dari rumah secara terburu-buru. Dia sempat berpapasan dengan Masayu di ruang tengah dan menyunggingkan senyum sekilas. "Mau ke mana subuh-subuh begini,
Baca selengkapnya

Panik

"Bapak Ranu Wijaya adalah majikan saya dulu," ujar Evelyn, membuat Delia terbelalak. "Ra-Ranu?" Delia tergagap. "Dia adalah mendiang suamiku." "Betul sekali." Evelyn tersenyum lebar. Namun, bagi Delia, senyum itu tampak menakutkan. "Ta-tapi, aku tidak pernah melihatmu di rumah. Kamu bekerja sebagai apa? Asisten rumah tangga, atau ...." "Saya bekerja di rumah utama, sedangkan Bapak Ranu menempatkan Anda di villa," terang Evelyn, memotong kalimat Delia begitu saja. "Oh, pantas saja. Kita tidak pernah bertemu," gumam Delia seraya mundur beberapa langkah, menjauh dari Evelyn. "Lalu, pesan dari siapa yang ingin kamu sampaikan?" "Oh, itu." Evelyn kembali tersenyum. "Kemarin waktu Nyonya Besar menyuruh saya ke pasar, tanpa sengaja saya bertemu dengan anak angkat Pak Ranu. Namanya Rimba. Anda masih ingat, kan?" "Rimba?" ulang Delia. "Iya, Rimba. Pemuda yang Anda usir beberapa hari setelah berpulangnya Pak Ranu," terang Evelyn. "Jadi ... dia sekarang ada di Jakarta?" desis D
Baca selengkapnya

Tak Sanggup Lagi

Abhimanyu dan Arunika benar-benar memanfaatkan waktu yang ada untuk bercumbu dan bercengkerama. Sedari pagi hingga menjelang siang, pasangan suami istri itu sama sekali tak turun dari ranjang. Arunika pun merasa sia-sia mandi, karena saat ini dia kembali berkeringat dan dalam keadaan tanpa sehelai benang pun. Arunika dan Abhimanyu berbaring berhadapan. Tubuh keduanya hanya ditutupi selimut. Beberapa saat lamanya mereka tak saling bicara, hanya saling tatap dengan sorot penuh cinta, sampai akhirnya Abhimanyu membuka suara terlebih dulu. "Waktunya makan siang, Run," bisik Abhimanyu lembut. "Aku lelah, Mas," sahut Arunika manja. "Kutelepon Ijah, ya. Biar dia yang membawa makan siang kemari," cetus Abhimanyu. "Ehm, aku ingin makan siang di luar," pinta Arunika. "Boleh! Mau makan siang di mana," tawar Abhimanyu. "Di mana saja. Terserah Mas Abhim. Jangan yang terlalu mahal, Mas. Ingat, kita harus irit sampai utang-utang kita pada Delia terbayar lunas," tutur Arunika. "Iya,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status