Home / Pernikahan / Kurelakan Suamiku Mendua / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kurelakan Suamiku Mendua: Chapter 11 - Chapter 20

43 Chapters

Panas Hati

"Aku suka dengan balkonnya yang langsung berhadapan dengan taman. Sinar matahari juga tak terhalang sama sekali," celoteh Delia. "Tidak bisa," tolak Arunika. "Run!" Masayu meraih tangan Arunika dan meremasnya. "Kalau Delia mau pindah ke ruangan itu, ya biar saja. Toh, kamu juga belum tentu hamil dalam waktu dekat ini. Aku tidak mau, perkara kecil seperti ini memicu pertengkaran." Arunika yang sedari tadi melotot ke arah Delia, langsung memusatkan perhatiannya pada Masayu. "Tapi, Ma ...." "Kalau di atas, kamar kita kan bisa berdekatan, Mbak. Mas Abhim juga bisa bolak-balik ke kamar Mbak Arun dengan leluasa. Coba seandainya kamar kami masih di lantai bawah. Pasti ribet. Ya kan, Mas?" potong Delia seraya menoleh pada suaminya. "Betul juga," celetuk Abhimanyu sambil manggut-manggut. "Ya, sudah. Aku akan menyuruh asisten rumah tangga menyiapkan semuanya." "Ah, terima kasih, Mas." Delia merentangkan kedua tangan, lalu memeluk Abhimanyu erat-erat. Melihat hal itu, suasana hati Arunika
Read more

Pusing

"Saya tidak menyangka, Mama bisa begitu tega terhadap saya," ujar Arunika dengan suara bergetar. "Ini cuma permintaan sederhana, Run," sanggah Masayu. "Saya sudah merelakan Abhimanyu untuk Delia, dan sekarang saya harus tunduk pada madu saya. Begitukah yang Mama inginkan?" Lirih suara Arunika menahan tangis. "Apa kamu punya cara lain, Run? Bisakah kamu menggantikan posisi Delia, menyelamatkan perusahaan Abhimanyu dan mencegah kita bangkrut? Kalau tidak, sebaiknya kamu menurut. Sejak menikah juga kamu tidak bisa membantu apa-apa," cibir Masayu. Suaranya memang pelan, tapi cukup untuk mengoyak perasaan. "Ah, iya. Mama benar sekali. Saya memang tidak bisa membantu apa-apa dan hanya bisa menyusahkan Mas Abhim. Rupanya cinta dan kasih sayang yang tulus memang tidak pernah cukup." Arunika tersenyum getir. Sakit kepala dan sensasi berputar itu datang lagi. Entah karena terlalu lelah atau terlalu banyak berpikir. Arunika tak dapat berpikir jernih. Dia memegangi kepalanya, lalu mengem
Read more

Balkon Kamar

Arunika terbangun saat merasakan kakinya dipijit oleh seseorang. Dia segera bangkit dengan raut terkejut, tapi akhirnya bernapas lega ketika menyadari bahwa Ijah lah yang memijat lembut betisnya. "Bi, aku sampai kaget. Kukira siapa," ujar Arunika sambil mengusap-usap dada. "Tidak apa-apa, Bu. Istirahat saja lagi," tutur Ijah. "Memangnya jam berapa sekarang? Mas Abhim belum pulang?" Belum sempat pertanyaan Arunika terjawab, tiba-tiba pintu kamar dibuka oleh seseorang. Abhimanyu berdiri gagah di ambang pintu. Dua tangannya menggenggam beberapa kantong plastik berukuran besar. "Run, kamu belum makan, kan?" tanya Abhimanyu. Ijah terkesiap. Dia buru-buru berdiri dan mengangguk hormat pada majikan prianya. "Selamat malam, Pak," sapanya. "Tumben kamu di sini?" Abhimanyu menatap Ijah penuh selidik. "Nyonya Besar yang menyuruh saya menjaga Bu Arun, Pak," jawab Ijah sopan. "Kenapa?" "Bu Arun sakit. Sakit kepalanya kambuh lagi sejak tadi pagi, setelah Bapak berangkat," beber Ijah. "Bena
Read more

Malam Terakhir

Abhimanyu dan Arunika melewati malam dengan mengobrol dan bercanda. Dua kotak dimsum dan bakmie telah tandas sejak satu jam yang lalu.Namun, Arunika masih betah bersandar di bahu lebar suaminya. Sesekali dia membelai rahang Abhimanyu yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus."Mas Abhim belum cukuran." Arunika tertawa geli."Biasanya kamu yang mencukur jenggotku, Run. Peralatan mandiku masih di sini semua," sahut Abhimanyu yang menyandarkan kepalanya di atas kepala Arunika."Peralatan couple kita ...." Arunika tersenyum getir."Aku janji, Run. Aku akan menyelesaikan semua masalah secepatnya. Doakan aku," ujar Abhimanyu sambil memainkan jemari lentik istrinya."Aku akan bersabar. Semoga Mas Abhim tidak tergoda dengan Delia," celetuk Arunika."Run ...." Abhimanyu menggeser duduk sehingga menghadap ke arah Arunika. "Aku tidak akan menikahinya jika kamu tidak memaksaku. Sekarang, dia telah sah menjadi istriku. Aku tidak paham dengan kata 'tergoda' yang kamu maksud, sebab mau tidak mau, aku ha
Read more

Pertemuan Tak Terduga

"Eh, jangan, Bu Arun. Saya sedang banyak pekerjaan," tolak Ijah dengan segera."Kalau kamu tidak mau, lebih baik aku kembali saja ke kamar dan tidur seharian," ancam Arunika. "Kamu suka melihatku menangis, ya?""Tapi ... saya tidak enak dengan pegawai lain," dalih Ijah."Biar aku yang menjelaskan pada mereka," desak Arunika."Ehm ...." Ijah menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. "Iya, deh, Bu. Saya ikut Bu Arun," putus Ijah pada akhirnya."Nah, gitu, dong. Cepat ganti baju. Kutunggu di garasi samping," ujar Arunika seraya bergegas kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap.Sepuluh menit kemudian, Arunika sudah tampil cantik dengan busana kasual. Dia berdiri menunggu kedatangan Ijah di depan pintu garasi.Tak berselang lama, Ijah datang. Dia begitu berbeda jika tidak sedang memakai seragam pelayan. Dengan T-shirt sederhana dan rok plisket berwarna krem, Ijah tampak seperti seorang pekerja kantoran."Bi, cantik sekali," sanjung Arunika. "Ah, jadi tidak cocok dipanggil 'Bi'. Aku panggil
Read more

Jalan-jalan

"Lihatlah ini." Arga meletakkan ponsel mahalnya ke meja, lalu mendorongnya supaya Arunika dapat menjangkau benda pipih itu. Akan tetapi, Arunika tak segera mengambilnya. Dia hanya melihat sekilas cuplikan video yang berputar di layar. "Kamu lihat, kan? Itu suamimu," tunjuk Arga. "Video itu diambil beberapa menit yang lalu." Bukannya sedih, Arunika malah menatap Arga curiga. "Bagaimana caranya kamu merekam kegiatan suamiku?" desisnya penuh penekanan. "Anggap saja, mata-mataku ada di mana-mana. Aku terus mengawasimu dan Abhimanyu sejak mendengar berita bahwa suamimu menikah lagi," sahut Arga tanpa beban. "Untuk apa kamu memata-matai kami?" geram Arunika. "Atas perintah ibumu, Run," jawab Arga singkat, tapi cukup membuat bulu kuduk Arunika meremang. "Kamu bohong." Arunika tiba-tiba berdiri. Tangannya lurus tertuju pada Arga. "Kamu pasti mengikutiku! Ya, kan? Kamu sengaja merekam semua itu dan menunjukkannya padaku, supaya aku hancur dan terpuruk. Dengan demikian, kamu berharap
Read more

Tangis

"Memangnya Bu Arun punya saudara di Bandung?" Ijah tampak semakin gelisah."Aku sudah tidak punya saudara, Mbak. Mereka semua membuangku. Cuma Ayah yang pada akhirnya ikhlas menerima pernikahanku dengan Mas Abhim. Itupun secara diam-diam," ungkap Arunika dengan sorot sendu."Sekarang Ayah sudah tiada. Tak ada lagi yang mendukungku." Sebulir air mata lolos di pipi Arunika. Buru-buru dia menyekanya lalu tersenyum dan menoleh kepada Ijah."Aku hanya punya Mas Abhim, Mbak," ucap Arunika lirih."Bu Arun ...." Ijah dapat merasakan kesedihan itu. Matanya turut berkaca-kaca. Wanita berambut pendek sedikit bergelombang itu memberanikan diri untuk mengusap lembut pundak sang majikan, berharap dapat menenangkannya walaupun sedikit."Tapi, sekarang pernikahan kami menjadi seperti ini." Tangis Arunika semakin kencang. Dia terisak sampai bahunya berguncang."Bu, sebaiknya menepi dulu. Bahaya kalau berkendara dalam keadaan seperti ini," tutur Ijah. "Apa biar saya yang menyetir?"Sambil mengusap sudu
Read more

Andai

"Apa yang sudah mas Abhim lakukan?" pancing Arunika sambil memandang dengan sorot selidik pada sang suami. "Apapun akan kulakukan supaya bisa menjemputmu pulang," jawab Abhimanyu penuh teka-teki. "Jadi, sampai kapan kamu akan membiarkanku berdiri di sini?" "Siapa suruh Mas Abhim ke sini. Tolong, pulanglah dan jangan membuatku berada dalam masalah," usir Arunika. "Dengan kamu pergi tanpa pamit begini, kamu sudah membuat masalah, Run! Paham, tidak?" hardik Abhimanyu. "Jangan seperti anak kecil begini. Kita bisa membicarakan semuanya secara baik-baik di rumah kita sendiri. Tak perlu pergi jauh-jauh ke Bandung," imbuhnya. "Itu rumah Mas Abhim, bukan rumah kita. Mungkin sebentar lagi malah jadi rumah Delia," cibir Arunika. Sontak, Abhimanyu mencekal lengan sang istri, lalu mendorongnya masuk. Dia menutup pintu menggunakan kaki dan menghempaskan tubuh ramping Arunika ke dinding. "Aku kemari, selain untuk menjemputmu pulang, juga karena ingin menjelaskan semuanya supaya kamu tidak
Read more

Mengalah

Malam yang sejuk dan berangin di Kota Bandung, menambah suasana romantis dalam kamar hotel yang disewa oleh Abhimanyu. Candaan, obrolan ringan serta desahan, bercampur menjadi satu. Dua sejoli itu memadu kasih, bercinta lalu mengakhirinya dengan percakapan. Percakapan itu menjadi semakin panas, sehingga mereka kembali mengulangi percintaan. Hal itu terus berlangsung sampai jarum jam menunjukkan pukul tiga dini hari. "Ya, ampun. Kita tidak tidur sama sekali." Abhimanyu tertawa geli. Lain halnya dengan Arunika yang tampak murung. "Setelah sampai rumah nanti, kita tidak bisa saling bertemu lagi sampai beberapa minggu ke depan," ucapnya lesu. "Aku masih bisa menghubungimu secara diam-diam, Run. Jangan khawatir," hibur Abhimanyu. "Tetap saja aku tidak bisa menyentuh Mas Abhim secara langsung." Arunika cemberut. Wajahnya terlihat begitu menggemaskan, membuat Abhimanyu tak dapat menahan diri. Dia melumat habis bibir ranum kemerahan itu sampai puas. "Ehm, Mas," desah Arunika seraya m
Read more

Kangen

"Enak tidak, Bhim?" tanya Delia dengan suara menggoda. Tangannya luwes memijit pundak Abhimanyu yang tengah berendam di bathup. Posisi Delia saat itu berada di belakang Abhimanyu, menghadap punggung lebar suaminya. "Hm." Hanya satu kata itu yang dilontarkan oleh Abhimanyu. "Capek, ya? Semalaman mencari Mbak Arun," celoteh Delia. "Rasa lelahku hilang saat berhasil menemukan Arun dan membawanya pulang." Kali ini, jawaban Abhimanyu lebih panjang, tapi nadanya tetap terdengar dingin. "Senangnya merasa dicintai seperti itu," gumam Delia yang tak dapat menyembunyikan rasa cemburunya. "Kamu dulu juga pernah kuperlakukan seperti seorang ratu. Tapi, apa balasannya? Kamu malah membuangku begitu saja," timpal Abhimanyu datar. "Jadi, kamu masih belum memaafkan kesalahanku yang satu itu, Bhim?" tanya Delia. "Aku sudah memaafkan, tapi tidak melupakan," tegas Abhimanyu. "Aku minta kamu memperlakukank
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status