"Eh, jangan, Bu Arun. Saya sedang banyak pekerjaan," tolak Ijah dengan segera."Kalau kamu tidak mau, lebih baik aku kembali saja ke kamar dan tidur seharian," ancam Arunika. "Kamu suka melihatku menangis, ya?""Tapi ... saya tidak enak dengan pegawai lain," dalih Ijah."Biar aku yang menjelaskan pada mereka," desak Arunika."Ehm ...." Ijah menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. "Iya, deh, Bu. Saya ikut Bu Arun," putus Ijah pada akhirnya."Nah, gitu, dong. Cepat ganti baju. Kutunggu di garasi samping," ujar Arunika seraya bergegas kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap.Sepuluh menit kemudian, Arunika sudah tampil cantik dengan busana kasual. Dia berdiri menunggu kedatangan Ijah di depan pintu garasi.Tak berselang lama, Ijah datang. Dia begitu berbeda jika tidak sedang memakai seragam pelayan. Dengan T-shirt sederhana dan rok plisket berwarna krem, Ijah tampak seperti seorang pekerja kantoran."Bi, cantik sekali," sanjung Arunika. "Ah, jadi tidak cocok dipanggil 'Bi'. Aku panggil
Read more