Semua Bab Elang Taraka: Lahirnya Pendekar Terhebat: Bab 31 - Bab 40

52 Bab

Part 31 : Gadis Menyebalkan

"Kenes, tolong tumbukkan rimpang dan herbal ini!" "Kenes, tolong ambilkan air di sebelah sana!" "Kenes, jangan bergerak begitu lambat, kamu harus bergerak cepat saat mengobati pasien!" Hari ini Kenes sangat sibuk disuruh-suruh melakukan ini dan itu. Ada begitu banyak hal yang diperintah oleh Elang Taraka untuknya. Pemuda tampan itu menurunkan titah dan memperlakukan seorang putri raja, sebagaimana kacung rendahan. Kendati sebesar apapun rasa kesal yang membuncah di dada Kenes Kirana, gadis itu mencoba bersabar. Ada begitu banyak orang sakit yang ada di pendopo ini. Mana mungkin dia tega mempermasalahkan sikap Elang. Bisa-bisa dia akan mendapatkan label buruk dari rakyatnya sendiri nantinya.Setengah hari dia terus berputar seperti gasing melakukan ini dan itu, Kenes akhirnya kelelahan.Tubuhnya dilanda rasa penat yang sangat. Setelan pabrik tubuh seorang Tuan Putri seperti dirinya adalah menerima pelayanan dari begitu banyak orang di Keputren, bukan melayani orang lain. Dia tidak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-12
Baca selengkapnya

Part 32 : Elang Datang

Apa yang saat ini terjadi padanya sungguh hal yang tak ada di dalam perhitungan Kenes. Sebelumnya, dia hanya merasa harus membuktikan kebenaran kabar yang didengarnya dengan datang sendiri ke Kota Raja. Sama sekali tidak memperhitungkan ada begitu banyak bahaya mengintainya sepanjang jalan menuju ke Kota Raja yang begitu jauh.Seorang dengan status Demang rendahan berani sekali menggoda, bahkan terang-terangan mengancamnya. Sungguh tidak bisa dimaafkan!"Saya bisa melindungi diri sendiri, sampeyan tidak perlu mengkhawatirkan saya," tolaknya tegas.Mana mungkin Kenes tidak mengerti setiap kalimat yang diucapkan oleh Demang itu mengandung niat buruk. Jika tetap tinggal, justru membahayakan dirinya sendiri."Ha-ha-ha, ternyata seorang gadis yang galak dan keras kepala. Baiklah, jika bersikeras melanjutkan perjalanan, aku tidak akan menghalangi," ucapnya sambil menyeringai. Ada kilat licik yang sempat ditangkap Kenes dari tatap matanya. "Terima kasih." Kenes menjawab acuh tak acuh.Pria
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-13
Baca selengkapnya

Part 33 : Kesal

Sepasang anak muda itu terjebak dalam keheningan yang memekakkan telinga. Ada begitu banyak kalimat yang ingin dimuntahkan Elang pada Kenes yang suka bertindak tanpa berpikir panjang, tapi melihat situasinya saat ini dia hanya bisa menelan kembali dengan pahit.Sementara Kenes dengan statusnya yang tinggi, sepanjang hidupnya tak ada yang berani menyalahkan, mana mungkin bersedia merendahkan dirinya untuk meminta maaf. Elang hanya bisa menyimpan rasa kesal di dalam hati, tidak tega memarahi gadis cantik yang masih berdiri dengan kepala tertunduk."Apa masih ingin melarikan diri dariku?" sindirnya sembari melipat tangan di depan dada.Bukannya menjawab, Kenes mendengkus sebal. Bibirnya mengerucut. Mana mungkin dia tidak paham dengan kalimat sindiran ini. "Aku pergi dulu!" Elang melangkah pergi. Namun, baru beberapa langkah, suara Kenes sudah terdengar."Elang." Langkah pemuda itu terhenti.Dia hanya berdiri tanpa suara, menunggu putri Maheswara Kamandaka itu melanjutkan kalimatnya."K
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-17
Baca selengkapnya

Part 34 : Tabiat Sang Selir

Istana terlihat sangat sibuk. Semenjak Senopati telah mendeklarasikan dirinya sebagai Raja. Dia sibuk menyiapkan kekuatan militer untuk memastikan semua sesuai dengan keinginannya. Para telik sandi telah memberi kabar padanya bahwa pasukan Patih Arya Wursita tidak bersedia patuh. Dia khawatir Arya Wursita akan bergabung dengan pasukan Tumenggung Mahawira dan menyusun kekuatan untuk menyerang kota raja.Para prajurit yang berada di bawah kendali Senopati berlatih dengan penuh semangat. Senopati sendiri turun tangan untuk memberi dorongan semangat pada prajuritnya. "Kita perjuangkan Istana ini, sampai titik darah penghabisan. Siap?" pidatonya berapi-api."Siap." Serentak para Prajurit menjawab ucapan Kanjeng Senopati.Suara pekikan semangat para Prajurit terdengar membahana membelah cakrawala.Tidak berbeda dengan bagian depan istana, para Tabib juga tidak kalah sibuk. Mereka menyiapkan obat-obatan untuk persiapan jika perang telah pecah, pasti akan ada banyak Prajurit yang terluka.Ag
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-18
Baca selengkapnya

Part 35 : Rasa yang Bertahta

Hari ini mentari bersinar terik di seluruh penjuru Damar Langit. Sepasang anak muda tengah memacu kuda di jalanan tanah berhiaskan bebatuan. Mereka terus memacu kuda menuju Istana Damar Langit. Elang sama sekali tidak bisa menggoyahkan niat Kenes Kirana yang ingin melihat kondisi Kota Raja. "Hiyaa. Hiyaa." Suara derap sepatu kuda yang beradu dengan tanah terdengar memecah kesunyian di sepanjang jalan yang mereka lalui. Angin yang bertiup semilir seiring dengan laju kuda. Seolah mengalihkan hawa panas yang terasa menyengat membakar kulit mereka. Wajah putih seorang Raden Ayu Kenes Kirana tampak memerah, menjadikannya terlihat merona menggemaskan. Tepat ketika matahari tepat di atas kepala, si gadis sudah tidak tahan lagi untuk meneruskan perjalanan. Dia sudah tidak sanggup menahan panas yang menyengat kulit indahnya. "Elang, bisakah kita berteduh dulu? Duh, kulitku terlihat kusam," rengek gadis itu menyadari warna kulitnya. Ini pertama kali dirinya berkelana di alam liar ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-23
Baca selengkapnya

Part 36 : Menghilangnya Gendhis

Gendhis terus berlari mengabaikan perintah sang Ibunda Selir yang terus memanggilnya tanpa jeda. Dia terus melangkah menjauh, karena hanya itu yang dia inginkan saat ini. Dia ingin pergi dari istana sejauh mungkin. Bulir-bulir air mata yang jatuh dari mata indah milik Gendhis menjadi saksi pilu. Bahwa, hatinya terluka melihat ayahandanya diperlakukan bagai tawanan di istana miliknya sendiri. Genangan basah itu semakin menganak sungai di wajah mulusnya. Sementara, tubuhnya naik turun oleh gerakan tangis yang begitu menyayat. Tidak bisa dibayangkan, jika Ibunda Selir dengan tega melakukan itu semua pada ayahandanya hanya demi tahta. Gendhis kecewa. Dalam benaknya, gadis itu tengah merutuki apa yang terjadi di ruang penjara bawah tanah. Bagaimana angkuh dan jumawanya seorang Gayatri ketika menyaksikan Gusti Prabu dan Gusti Ratu yang tengah menderita. Gendhis merasakan kemarahan dan kekecewaan yang berat terhadap Gayatri dan Senopati. Benar, jika Gendhis selalu iri melihat kecan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-05-24
Baca selengkapnya

Bab 37: Menyusup

Tirai malam tanpa bintang menyelimuti langit Damar Langit. Hanya secuil sinar rembulan yang pucat digelayuti rasa enggan. Desau angin sesekali menampar rerimbunan daun beringin menimbul suara berisik menarik perhatian dua prajurit jaga terdekat dari tempat itu yang setengah terkantuk-kantuk. “Hih, aku kok jadi merinding ya, Dar,” lirih salah seorang prajurit mengeluh pada teman di sampingnya. “Maksudmu hawa malam ini membuatmu merinding?” balasnya sembari melirik suara berisik pohon beringin curiga. “Iya, mustahil kalau kamu nggak memperhatikan. Sejak tadi ndak ada angin sama sekali, tapi pohon beringin di sebelah sana berisik. Apa jangan-jangan—”“Hush, jangan-jangan apa? Nggak usah dilanjutkan, Jo. Nanti para prajurit jaga malah jadi panik!” potongnya. Prajurit itu melambaikan tangan untuk mencegah pembicaraan ini makin kemana-mana. Meski sepenuhnya setuju dengan kecurigaan temannya bahwa situasi malam ini mencurigakan. Sudah bertahun-tahun menjadi prajurit jaga, tidak pernah men
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-11
Baca selengkapnya

Bab 38: Janji Masa Lalu

Bayangan sesosok tubuh yang dibalut dengan jubah putih berdiri termangu menghadap sebuah pondok kecil yang berada di komplek tempat tinggal para tabib istana. Hanya tersisa beberapa langkah lagi sudah tiba di halaman kecil pondok itu. Telinganya menangkap suara halus orang mendengkur yang tinggal di dalam pondok. Tahu bahwa pemilik dengkur halus itu adalah seorang wanita tua, Maharesi urung melanjutkan langkah.Dahi sang Maharesi berkerut. Sudah tujuh belas tahun dia menyepi di Wono Daksino. Jika bukan karena takdir yang membawa Elang Taraka ke hadapannya, hampir saja dia melupakan kejadian belasan tahun silam di tempat ini. “Rekso, mungkinkah….” Acarya Adiwilaga mengambil beberapa kerikil kecil dan melemparkan pada jendela samping. Dia yakin suara dengkur halus itu berasal dari balik jendela. Benar saja, beberapa menit kemudian, suara dipan berkeriut terdengar dari luar.“Siapa di sana?” Jendela kayu itu perlahan membuka, menampakkan sosok wanita tua yang menguap terkantuk-kantuk.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 39: Jatuh Cinta

“Apakah kita akan kembali ke Desa Sewindu?” pekik Kenes di antara suara derap langkah kuda mereka yang melesat bak anak panah. Beberapa hari terakhir, mereka melakukan perjalanan keluar masuk desa. Kenes yang tidak tahu arah hanya mengekor tanpa bertanya. Kali ini dia sudah sadar, terlalu berbahaya jika seorang gadis seperti dirinya melakukan perjalanan seorang diri. Tanpa bekal pengalaman, tanpa kemampuan olah kanuragan untuk membela diri jika ada orang yang berniat jahat. Untung saja, Elang datang tepat waktu saat itu. Jika tidak, entah bagaimana nasibnya sekarang. Mungkin hanya berakhir menjadi gundik Demang kurang ajar itu.“Tidak, Raden Ayu. Aku sudah menerima pesan dari guruku. Kita harus segera tiba di Desa Sekar Sari. Beliau sudah menunggu kita di sana.” Elang membalas berteriak. Tak berniat memelankan laju kudanya. Mereka sedang diburu waktu. Sebelumnya, mereka terlalu banyak istirahat karena kondisi Kenes yang terluka. Kenes merasa tidak nyaman. Punggungnya pegal tidak te
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 40: Menuju Sekar Sari

“Raden Ayu, kita harus cepat supaya tidak kemalaman di hutan!” Elang terpaksa memelankan laju kudanya. Ketika dia menyadari ternyata Kenes tertinggal jauh di belakang. Desa dimana mereka mengisi perut tadi siang adalah desa yang berbatasan dengan hutan. Menurut pemilik warung makan tadi, begitu mereka keluar dari hutan, mereka masih harus melewati area ladang dan persawahan yang luas. Setelah itu, mereka akan sampai di Desa Sekar Sari. “Aku lelah, Elang. Sejak tiga hari lalu, kita berkuda hanya berhenti saat malam tiba,” sungut Kenes. Selepas makan siang tadi mereka juga langsung melanjutkan perjalanan.Saat ini, mereka berada di tengah belantara. Kendati hutan ini tidak semengerikan Wono Daksino, karena menurut cerita dari pemilik warung tadi, banyak warga sekitar yang kerap keluar masuk hutan untuk mencari kayu bakar atau bahan-bahan obat yang tersedia di hutan. Tetap saja bukan tempat yang nyaman untuk beristirahat. Kenes malah berkuda dengan santai tanpa beban. “Gusti Putri, seb
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status