Semua Bab Berubahnya Istri yang Nyaris Kau Buat Gila: Bab 21 - Bab 30

94 Bab

bab21 Kamu dalam bahaya, Nak

"Kamu tentu tahu, bahwa Aditya itu licik. Iren terlalu gegabah," lirihnya. Lelaki itu berbicara, dengan tatapan yang masih fokus mengemudi. Aku mengernyit, dan tidak paham dengan arah ucapannya. "Iren kenapa?" "Iren terlalu meremehkan Aditya. Dia membawa bukti kekerasan yang Iren lakukan padanya. Ia juga membawa bukti, bahwa Iren telah lancang memasang cctv di rumahnya. Aditya bahkan tidak ragu untuk memenjarakan Iren, jika Iren terus ikut campur urusan kalian," jelas kak Adam. "Jika Iren dipenjara, reputasi keluarga besar Darmawangsa taruhannya. Iren bahkan tidak memiliki bukti apapun lagi, untuk melawan Aditya. Gegabah, dan terlalu meremehkan orang lain, itulah sifat buruknya Iren." Aku hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apalagi. Aku terlalu menyusahkan orang lain, termasuk sahabatku sendiri. Kak Adam membawaku ke sebuah pondok makan, yang berada di pinggiran sungai besar yang cukup indah dan sejuk. Kami memesan menu makanan di sana, karena memang memasuki jam makan sian
Baca selengkapnya

Bab22 Siapa Pelakunya

Kepalaku menjadi sakit, aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Aku mulai menjerit- jerit, tidak terima dengan semua ini. Entah apa yang terjadi, tiba- tiba semua menjadi gelap seketika.Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Sebab di saat aku membuka mata, dengan rasa sakit dikepala yang sangat menyiksa ini, aku melihat diri sudah terbaring diatas brankar. "Ren," lirihku, karena melihat wanita itu sibuk dengan ponselnya, sampai- sampai dia tidak tahu, bahwa aku sudah sadar. "Eh, sudah sadar," ujarnya bangkit dari duduknya dan langsung berjalan ke arahku. "Ren, Umma dan Abbaku dimana?" tanyaku. Mataku berkaca- kaca, ini bukan mimpi, nyatanya aku berada di rumah sakit. Mataku liar menatap sekeliling. Iren menunduk, dan menarik kursi yang dekat dengan berankarku. "Kamu harus ikhlasin mereka, Din." "Jadi ini beneran, Ren? Mereka berdua meninggal?" tanyaku mulai dengan nada meninggi. Melihat wajahku yang mulai panik, Iren langsung berdiri dan membenarkan posisi tubuhku yang kesu
Baca selengkapnya

Bab22 Rumah Duka

Iren kembali dengan penampilan yang kusut dan napas yang terengah- engah. "Kamu nggak apa• apa kan? Nggak ada yang luka kan?" tanya Iren khawatir."Aku nggak apa- apa, Ren." Aku menjawab dengan lemas."Mana suntikan tadi?" tanya Iren lagi sambil celingukan ke bawah."Diambil suster tadi, Ren.""Hah?" Kepala Iren mendongak. Wanita itu langsung berdiri."Kok bisa?" ujarnya lagi dengan tatapan kesal."Aku nggak tau, Ren. Tadi ada satu suster yang masuk ke dalam sini, dia juga menggunakan masker penutup wajah. Tanpa banyak bicara, dia langsung mengambil suntikan itu dan keluar begitu saja tanpa bicara.""Astaga, ini benar- benar tidak bisa lengah sedikit pun," gumam Iren yang akhirnya sibuk dengan ponselnya."Kak, kita harus ketemu!" Hanya itu ucapan Iren, kemudian ponsel kembali dia masukkan ke dalam kantongnya."Ren, jenazah kedua orang tuaku gimana?" tanyaku. Aku benar- benar linglung jadinya. Semua kejadian hari ini begitu mengejutkan."Sudah diurus kak Adam dan kang Mamat. Sebentar
Baca selengkapnya

Bab24 Jangan Ganggu Keluargaku

Mobil mewah itu terparkir. Karena penasaran, aku dan Iren malah fokus menatap orang yang ada di dalam mobil, sampai lupa dengan mobil ambulan yang membawa jenazah orang tuaku.Seorang wanita paru baya keluar dari sana. Wajahnya cantik, meskipun usianya terlihat sudah cukup berumur. Wanita itu mengenakan pakaian hitam, dengan turban mewah melekat dikepalanya.Wanita itu berjalan dengan angkuh menuju kami yang berdiri mematung, diliputi rasa penasaran."Apakah kamu yang bernama Dinda?" tanyanya kepadaku."Ibu siapa?" Bukannya menjawab, aku malah bertanya balik."Bisa kita bicara berdua?" Cukup aneh, bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah bertanya lagi."Dinda harus mengurus jenazah kedua orang tua Dinda, karena harus segera dikebumikan hari ini," ujarku. Sedangkan Iren hanya diam, mungkin sedang menyimak."Ini penting!" tekannya, dengan tatapan yang sulit aku artikan."Din, biar aku yang handle jenazah kedua orang tua kamu. Bicaranya disini ajakan? Nggak kemana- mana?" tukas Iren ya
Baca selengkapnya

Bab25 Aku ingin mati saja

Kak Adam menolak membawaku, dia memintaku fokus pada pemakaman kedua orang tuaku.Meskipun aku ingin sekali bertemu dengan pelakunya, tapi aku juga tidak ingin melewatkan detik terakhir bersama dengan kedua orang tuaku, sebelum mereka dikebumikan.Prosesi pemakaman berjalan dengan pilu, karena perasaan tidak ikhlas kehilangan, terus- menerus membuatku menangis sepanjang jalan, hingga diliang lahat keduanya.Selesai di makamkan, para pelayat pun mulai bergerak pulang, menyisakan aku dan Iren, dan juga beberapa anak buahnya yang stay sedikit jauh dari kami."Urusanku sama mas Aditya saja belum selesai, Ren. Malah nambah masalah baru terus, sebenarnya aku ini sedang dihukum apa gimana sih, Ren?" keluhku sambil terisak- isak."Din, kamu jangan pikirin apa- apa dulu, tenangkan diri kamu, ya. Kita hanya harus berhati- hati, Din." Belum selesai Iren bicara, tiba- tiba seseorang melempari kami batu."Aawwkkk." Aku dan Iren terkejut, ketika batu itu mengenai payung yang Iren pegang.Untungnya
Baca selengkapnya

Bab26 Pengakuan Bik Marni

Pov Adam Raharja."Tuan," panggil bik Marni. Aku dan kang Mamat menoleh."Boleh saya masuk?" tanya bik Marni."Ya." Aku menjawab singkat, kemudian kembali fokus ke layar monitor."Saya ingin bercerita sedikit, Tuan. Mungkin ini bisa jadi petunjuk," lirih bik Marni.Aku menjeda video rekaman cctv, yang sedang aku lihat bersama kang Mamat."Silahkan, Bik." Aku menjawab singkat, sambil beralih menatapnya, begitu juga dengan kak Mamat. "Tuan. Maaf, kalau bik Marni baru cerita. Bibik takut, membuat keadaan, menjadi semakin kacau dan tidak nyaman," ujar bik Marni, ketika memasuki ruangan cctv menemuiku dan kang Mamat.Aku menatap serius wajah bik Marni yang nampak sedih."Sebelum kejadian na'as itu terjadi. Abba dan Umma neng Dinda sedang ribut. Mereka membahas seseorang yang bernama Hanung kalau tidak salah. Umma menangis, karena mendapat ancaman, bahwa neng Dinda akan dibunuh, karena mengusik keluarga orang yang bernama Hanung itu. Tapi Abba bersikeras, bahwa neng Dinda berhak bertemu de
Baca selengkapnya

Bab27 Sidang Perceraian

Dengan langkah semangat, diiringi ucapan bismillah didalam hati, aku berharap sidang hari ini berjalan lancar."Sudah siap?" tanya Iren, yang sudah keluar dari kamarnya.Meskipun aku menginap di tempat Iren, tapi kami tidak tidur bersama. Iren memberiku kamar sendiri, agar privasi kami tidak terganggu katanya. Sebagai tamu, aku tentu saja sangat setuju."Sudah, ayo." Aku menjawab sambil tersenyum. Kami pun sarapan lebih dulu, sebelum ke pengadilan Agama. Sebab akan banyak menguras tenaga dan emosi nantinya disana.Dan benar saja, sesampainya di parkiran, malah aku dan Iren sedikit terkejut, karena Aditya juga baru datang."Bakal konslet lagi nih," gumam Iren, membuatku menahan senyum. Kuajak Iren melanjutkan langkah, namun teriakkan Astri, menghentikan kami. Wanita itu nampak baru keluar dari mobil, dan dengan langkah tergesa- gesa, berjalan ke arah kami.Plakk ....Wanita itu menampar wajahku secara tiba' tiba, membuatku cukup terkejut."Heh! Apa- apaan kamu?" bentak Iren, yang bern
Baca selengkapnya

Bab28 Dalang dari Pembunuhan ABBA UMMA

"Menyesal?" "Kamu pasti penasaran kan? Kenapa kedua orang tua angkat kamu mati," lirihnya. Membuat aku sangat terkejut."Aku akan menceritakan semuanya sama kamu, cantik," lanjutnya sambil tersenyum penuh arti. Kemudian, dengan kasar dia menarik lenganku.Aku terpaksa mengikuti langkahnya, dan dia memintaku masuk ke dalam mobil. Didorong rasa penasaran yang kuat, akhirnya aku menurut masuk ke dalam mobil.Wanita itu lagi- lagi menampilkan senyum yang penuh arti.Di dalam mobil, dia mengemudi cukup laju."Mau kemana Anda membawa saya?" tanyaku sedikit gugup. Namun, aku berusaha menetralkan perasaan gugupku, agar dia tidak curiga."Kesuatu tempat," jawabnya santai. Aku mengernyit.Mobil melaju memasuki daerah tol, membuatku semakin bingung."Kita mau kemana? Tolong yang jelas! Atau hentikan sekarang juga mobil ini," pintaku yang mulai semakin diselimuti rasa curiga.Wanita itu terkekeh."Saya tidak suka hama," ujarnya."Kehadiran kamu, benar- benar menganggu kenyamanan saya. Meskipun
Baca selengkapnya

Bab29 Kamu Harus Membalas Mereka

Remang- remang pandangan, ketika aku berusaha membuka mata."Akhirnya kamu sadar," gumam suara berat, yang tidak aku kenali.Aku memaksakan membuka mata."Dimana ini?" lirihku. Sambil melihat ke arah asal suara tadi."Kamu di tempat yang aman. Hanya saja, kenapa kamu begitu ceroboh, sampai mau ikut dengan Melisa," ujar lelaki paru baya, yang aku sendiri saja tidak kenal."Siapa Melisa?" tanyaku, sambil memegangi keningku dengan tangan kanan.Aku membenarkan posisi duduk, yang langsung dibantu oleh wanita yang berdiri di samping kasur tempatku berbaring."Wanita yang nyaris membunuh kamu, serta teman lelakimu itu!" jawabnya, membuatku teringat kejadian sebelumnya."Ya Allah, bagaimana keadaan teman saya, Pak? Apakah dia baik- baik saja, dia dimana? Dan Bapak siapa?" Aku mulai panik dan melempar berbagai macam tanya."Tenang dulu. Temanmu sudah saya kirim ke rumah sakit, karena kondisinya cukup serius," jelasnya, membuatku langsung terlonjak, serta tubuhku mendadak gemeteran, mengingat
Baca selengkapnya

Bab30 Terlalu Banyak Pengkhianat

Berani sekali dia menyentuhku. Dengan gerakkan cepat aku mencengkram tangannya dan memberikan 1 pukulan ke perutnya dengan siku-ku. "Akkhhhh, sakit," rintihnya dan langsung melepaskan tarikan tangannya pada rambutku.Tapi aku tidak melepaskan tangan lancangnya itu begitu saja. Tanganku masih kuat mencengkram tangan kotor itu dengan seluruh tenaga."Lepaskan! Sakit," lirihnya."Akan kulaporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan tindak kekerasan," ancamnya dengan mata mendelik.Aku menatap santai ke arahnya."Tangan kotormu ini, begitu lancang menyentuh rambutku. Kamu pikir aku Dinda yang dahulu? Yang akan ketakutan, jika kamu main tangan, hah?" Aku menatap remeh ke arahnya."Seharusnya kamu mati saat itu," lirihnya pelan, menatap murka kepadaku."Aku nggak akan mati, sebelum menyaksikan kalian menderita," balasku sambil menghempaskan kasar tangan wanita itu."Siapapun orang yang berusaha membunuhku saat itu, satu- persatu, akan aku balas, termasuk kamu!" lanjutku."Memangnya kamu mampu?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status