Beranda / Lain / Ifat / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Ifat: Bab 91 - Bab 100

232 Bab

Bab 91: Endless Love

Bab 91: Endless Love**Nah, ini dia! Inilah yang dimaksud Idah tempo hari di rumah Menteng, ketika dia memekik-mekik ke arah televisi yang sedang menayangkan iklan sebuah film Mandarin.Aku sudah mencatat baik-baik jadwal penayangan film dengan judul The Myth itu di sebuah stasiun televisi swasta.Untuk menonton film inilah aku mematikan komputer dan menyimpan kembali CD rekaman pertandingan Elyaz Sharavan.Aku bangkit untuk berpindah duduk ke sofa di dekat ranjangku. Sedikit mencondongkan tubuh aku menggapai remote dan menyalakan televisi layar datar yang menempel di dinding.Televisi menyala, aku merebahkan diri di sandaran sofa.Aku menonton dan mengikuti cerita. Banyak iklan, tidak masalah. Sebab untuk membeli kaset DVD pun aku tidak tahu tempatnya di mana.Aku memang tidak terlalu hafal kawasan di seputar Pluit ini. Meskipun aku bisa bebas keluar ke mana saja tapi aku malas melakukannya. Di dalam keseharian aku memang san
Baca selengkapnya

Bab 92: Ante Tantik

Bab 92: Ante Tantik**Pukul delapan malam. Mobil berkelir merah marun itu berhenti di depan sebuah rumah besar di kawasan timur Bandar Baru.Dari sisi pengemudi keluar seorang wanita berbusana terusan panjang dipadu dengan jilbab warna hijau muda.Dia mengucapkan kalimat syukur setibanya jejak kaki pertama di halaman rumah. Sedikit tergesa-gesa ia berjalan mengitari mobil ke arah depan lalu membuka pintu di sisi kiri.Di jok kiri depan itu ada seorang wanita lain, berusia empat puluhan, sedang menggendong anak kecil berusia satu tahun yang sedang tidur.“Zidan, kita sudah sampai, Nak,” kata si wanita jilbab hijau seraya mengambil anak lelaki dari gendongan wanita itu.“Bik, tolong bawakan tas dan koper kita ke dalam ya?”“Iya, Bu.”Wanita jilbab hijau berjalan tergesa-gesa menuju ke rumah yang daun pintunya segera terbuka. Sepasang suami istri yang telah berumur cukup tua menyambut de
Baca selengkapnya

Bab 93: Rusuk Kiri

Bab 93: Rusuk Kiri** Aku mau dibawa ke rumah sakit??“Cepat, siapkan mobil!” Perintah Josep pada Wisnu.“Jangan! Jangan ke rumah sakit!” Reynold menahan.“What a hell!” Josep mengumpat keras. Matanya melotot seperti mau melompat keluar.“Kenapa jangan?? Kamu sendiri tidak sanggup menangani dia!”Masih di ruang ofisial, masih di atas bangku panjang beralas busa, masih dalam posisi berbaring miring, aku meraba bagian pundak dan apa yang bisa kujangkau pada bahu kananku.Aku bisa merasakannya. Ada bagian tulang yang menonjol di pundak dan bagian belakang bahu kananku.“Aku sudah melihatnya, Jos!” kata Reynold dengan wajah khawatir dan nafas yang masih terengah-engah.“Dia.., dia mengalami cedera di dua titik sekaligus. Pertama, dislokasi bahu, tulang lengannya terlepas dari sendi bahu.""Kedua, dan ini yang sering orang salah kapr
Baca selengkapnya

Bab 94: Tangan Dominan

Bab 94: Tangan Dominan**Ambidextrous? Suatu kelebihan unik di mana manusia mampu menggunakan kedua tangannya dengan sama baik antara kanan dengan yang kiri?Tidak, Riska Hudayanti tidak memiliki kelebihan seperti itu. Untuk pekerjaan kecil, atau aktifitas ringan dengan tuntutan adab dan etika seperti makan, minum, memberi atau menerima sesuatu, dia akan melakukannya dengan tangan kanan.Namun untuk pekerjaan yang besar, berat dan membutuhkan banyak tenaga dia akan melakukan dengan tangannya yang dominan, yaitu tangan kiri.Karena sesungguhnya.., dia kidal!Riska sedang menyiapkan bumbu dan sayur mayur yang akan ia masak esok paginya. Hal ini selalu ia lakukan untuk menyiasati jam masuk sekolah yang dimulai sejak pukul 7:30 pagi.Hari-hari di minggu ini adalah saat-saat terakhir sebelum memasuki musim libur sekolah. Sembari memotong dan mengiris-iris sayur, demikian asyiknya ia memikirkan rencana-rencana yang akan ia lakukan di hari
Baca selengkapnya

Bab 95: Semalam di Cianjur

Bab 95: Semalam di Cianjur**“Maksud kamu?”“Begini, aku mengenal Fathan sudah lama. Aku tahu di mana rumahnya, aku juga tahu orang tua dan keluarganya. Sementara Fatih, dalam kacamataku sekarang ini, dia kan laki-laki yang tidak jelas.”“Tidak jelas?”“Iya, maksudku aku tidak tahu alamat rumahnya. Aku tidak tahu keluarganya, orang tua atau pun saudaranya. Aku tidak mengenal Fatih dengan baik berikut latar belakangnya.""Namun Fathan, aku mengenal betul dari latar belakang yang bagaimana dia berasal. Walaupun jodoh di tangan Tuhan, tapi aku tetap mendahulukan Fathan dari semua laki-laki kalau nanti dia datang melamar.”Riska mengangguk-angguk. Pekerjaan, seperti yang ia canangkan sedari awal, itu bukan poin utama di dalam syaratnya mencari suami. Namun latar belakang keluarga, itu yang ia luput dari seorang Muhammad Fatih.Perbincangan antara kakak beradik itu terus saja berlanju
Baca selengkapnya

Bab 96: Jangan Menyerah

Bab 96: Jangan Menyerah**Tubuh bagian atasku dibebat kain panjang, yang dililitkan sedemikian rupa melingkari bahu, dada dan pundak kananku.Sementara tangan kananku sendiri dikunci, digantung dan tersangga dengan kain serupa gendongan bayi.Dari balik lilitan kain ini, aku mencium aroma rempah-rempah yang jika hidungku tak salah membaui terbuat dari kencur, jahe, dan mungkin sedikit cengkeh.Rasanya nyaman, tapi panas, bercampur aduk dengan denyutan di seluruh bagian tubuhku yang cedera.Aku tetap saja menahan rasa sakit di sepanjang perjalanan pulang ke Jakarta. Aku merasa tidak sanggup berlama-lama duduk, namun sekuat tenaga aku mencoba bertahan.Aku tidak ingin menyiksa Kassandra lagi dengan meminjam ‘bantal’nya.Teringat aku, sebelum berangkat pulang tadi dia kepayahan berdiri. Sampai ia juga harus dipijit oleh istri Bapak Tukang Urut itu.Aku melihat kakinya yang membiru sebab lama tertekuk dan menaha
Baca selengkapnya

Bab 97: Anjing di Tepi Sumur

Bab 97: Anjing di Tepi Sumur**Catatan:Saya memohon maaf kepada pembaca yang budiman jika saya terpaksa menggunakan kata “pxlacur” di dalam kisah ini, yang mungkin saja itu tabu bagi sebagian orang. Sebab, itu satu-satunya kata yang paling bisa menggambarkan isi hati dan pikiran Ifat sang tokoh utama.Terima kasih, dan selamat membaca—Author, Ayusqie. ******** “Tuhan-lah yang menciptakan kehidupan,” kata Ucon dulu, di salah satu perbincangan kami.“Kehidupan adalah tanda atau bukti dari firman-Nya. Sehingga Dia menetapkan dosa yang sangat besar bagi mereka yang melakukan pembunuhan, dengan kata lain mengakhiri hidup orang lain.  Apa lagi, bagi mereka yang mengakhiri hidupnya sendiri, atau bunuh diri.”“Mensyukuri hidup berarti berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, menolong orang atau pun makhluk hidup yang lain guna menyelamatkan nyawa a
Baca selengkapnya

Bab 98: Kehangatan dari Sang Putri

Bab 98: Kehangatan dari Sang Putri**Kassandra membaringkan aku lagi di ranjangku. Pelan dan sangat berhati-hati ia menata lagi posisi tangan kananku yang terikat kain gendongan.Ia juga menyusun bantalku, menambah tinggi posisinya menjadi sebuah tumpukan untuk membuatku nyaman.“Uh!” Aku merintih pelan saat dia menyentuh bahuku.“Maaf,” kata Kassandra juga lirih.Setelah aku benar-benar terbaring, ia menjangkau selimut di ujung ranjang dan menutupkannya ke tubuhku.Ia melanjutkan dengan memeriksa tiap ujung selimut seperti tidak yakin selimut ini bisa membuatku hangat.Terakhir, ia menatap wajahku. Dalam temaram lampu tidur, dia seakan mencari-cari bola mataku yang tersembunyi di antara kelopak yang membengkak. Ia menemukannya, dan untuk itu ia ingin membuatku tenang melalui pandangan dan juga ucapan.“Kalau butuh apa-apa, panggil saja aku.”Kassandra berisyarat pada sofa di d
Baca selengkapnya

Bab 99: Lingkaran Asih

Bab 99: Lingkaran Asih ** Aku bangun pukul sembilan, dan tidak menemukan siapa-siapa. Hening. Lengang.. Sunyi.. Senyap.. Aku menolehkan kepala kanan-kiri dan mencari-cari. Kassandra tidak ada, lantas aku kecewa. Sedikit mengumpulkan tenaga aku pun bangkit dan duduk di tepi ranjang. Demamku sudah mulai mereda. Sensasi hunjaman pisau di sekujur tulang dan sendi kini tinggal sepertiganya. Aku menatap ke arah jendela dan berharap Kassandra sedang berdiri di sana. Dia juga tidak ada. Aku mulai dicekam rasa cemas. Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarku, sembari berharap Kassandra bersembunyi di dalam lemari pakaian, di balik ranjang, di bawah meja lalu membuatku terkejut seperti sedang bermain petak umpet. Mendapati keinginan yang tidak menjadi kenyataan, sekejap saja aku menjadi takut. Iya, takut pada kesendirian. Aku takut Kassandra meninggalkan aku. Tiba-tiba aku teringat lagi p
Baca selengkapnya

Bab 100: Naungan Asuh

Bab 100: Naungan Asuh ** Tiba-tiba, gerakan tangan Kassandra menyisir rambutku terhenti. Ia menyibak rambutku di sisi kanan seperti menemukan sesuatu. Memang benar, dia menemukan sesuatu. Bukan, bukan kurap, juga bukan kutu. “Ini kenapa, Mas?” Tanya Kassandra lembut, sembari jari telunjuknya menyentuh sebuah bekas luka di sisi kanan kepalaku. Aku memejamkan mata sebentar, untuk kemudian aku susul dengan senyuman. Dengan semua perlakuan Kassandra ini, aku tidak punya alasan lagi untuk terus meninggi-ninggikan nilai moral yang aku anut dan lantas menganggap diriku lebih suci. Aku tahu dia pxlacur, namun aku sadar aku hanyalah anjing di tepi sumur. Dia adalah budak yang dipuja-puji di altar pengkultusan birahi, sementara aku adalah budak yang disanjung-sanjung di meja persembahan judi. Kami berdua hanyalah budak bagi mereka yang menuhankan hawa nafsu. Aku dan Kassandra tiada berbeda pada essensinya, sebab kami bera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
24
DMCA.com Protection Status