Home / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kekhilafan Satu Malam: Chapter 11 - Chapter 20

171 Chapters

Bab 11: Pengkhianatan?

Seharian Aiman jadi tak fokus kerjanya, rapat melamun, di ruangannya pun melamun. Hanya menatap layar yang selalu menampilkan kejadian di malam penuh badai itu, tayangan yang selalu muncul setiap kali dia melamun. Berusaha dia menimbun memori itu, tetapi setiap kali sindrom aneh yang dia alami, wajah kuyu Binar selalu muncul di hadapannya. "Arh, bisa gila lama-lama kalau begini!" Diraupnya kasar wajah mulus tanpa cambang maupun kumis tipis itu. Terdengar ketukan pintu yang membuat Aiman menyahut dengan malas. Lantas, masuklah seorang wanita dengan mengenakan dress biru tua seatas lutut. "Pak, karena rapat yang sedikit kacau tadi, kita berdua harus membahas harga-harga saham ini dulu." Sang asisten berucap. Perkataan wanita dengan rambut pendek itu, tak ditanggapi Aiman. Dia malah menatap lekat wanita yang memakai pakaian ketat tersebut, yang di mana dress-nya membuat lekuk tubuh wanita itu terlihat jelas dengan bagian leher yang rend
Read more

Bab 12: Aiman Pingsan

Mata yang selalu teduh itu mendongak, menatap tajam pada sang suami. Tak sadar, dia mencengkram lengan suaminya itu. Memang benar, wanita makhluk pencemburu orangnya. Sekarang ini, rasa panas menjalar di dada Syeira saat Aiman tak kunjung memberikan jawaban yang dia nantikan. Aiman hanya menatap manik hitam milik Syeira, mencoba menyelam di kedalaman manik pekat itu, mencoba mnyembunyikan semua kesalahannya. "Apa kamu berpikir aku tega mengkhianatimu?" Aiman bertanya balik dengan raut datar. Syeira menatap kedua bola mata Aiman secara bergantian beberapa saat, lalu kembali menelusupkan wajahnya di dada sang suami. "Aku percaya padamu, Mas. Sangat percaya."Jantung Aiman serasa dipukul, dadanya memanas. Sebajingan itu dia sekarang. Bukan hanya mengkhianati, tetapi juga pecundang, dan pembohong yang tak berani mengakui perbuatannya. **Selesai subuh, Binar sudah mulai bekerja. Memasak makanan juga beberapa lauk. Walapun Syeira mengatakan tak perlu membuat makanan berat seperti kemar
Read more

Bab 13: Benarkah Dia Mengandung Anakku?

Aiman menatap mata bulat Binar yang melebar sempurna, dia tersihir dengan bulatan mata indah itu, membuat Aiman tenggelam beberapa saat di dalamnya. Sementara Binar melihat tatapan sayu Aiman seperti hendak menerkamnya. Binar meringis. Hendak bangun, tetapi tangannya terjepit di bawah tubuh Aiman. Seketika bulir-bulir dingin mulai mencuat di pelipis Binar. Syeira yang sempat terbengong melihat adegan keduanya yang beberapa saat saling menatap, membuat Syeira sedikit merasa aneh. Ada sedikit rasa panas yang menjalar di dadanya, terlebih lagi ketika ucapan ibunya melintas di kepala. Namun detik berikutnya, Syeira segera mengempaskan pikiran buruk tersebut. Syeira sadar, alasan Binar tak kunjung bangkit dari ranjang, sebab tangannya terjepit oleh tubuh suaminya. "Astaga ... Mas, kamu apa-apaan sih? Tangan Binar kamu jepit!" Syeira membalikkan tubuh Aiman agar terlentang. Binar buru-buru menarik lengan mulusnya. Dia bangkit berdiri. "Maaf, Kak," ucap Binar berlalu keluar kamar cepat-cep
Read more

Bab 14: Mencari Tahu

"Mas Aiman semalam pulang jam berapa?"Di pagi harinya, Syeira mendapati Aiman masih terpejam di sampingnya. Syeira yakin bahwa suaminya itu telah bangun. Hanya saja, masih belum mau membuka mata. Kebiasaannya. Semalam, Aiman pulang sangat larut malam. Sampai di rumah, dia melihat Syeira sudah terlelap dalam tidurnya. Aiman tak berani menganggu Syeira yang tertidur begitu nyenyak. "Mas ...." Syeira memeluk pinggang Aiman. Tanpa dia ketahui, suaminya itu sedang memikirkan wanita lain. 'Bagaimana caranya aku memastikan kalau anak yang dikandungnya itu darah dagingku atau bukan?' Aiman membuka perlahan matanya. Indra penglihatannya langsung dipenuhi oleh wajah bantal Syeira. Terlihat begitu seksi di mata Aiman. "Kalau aku yang terlambat pulang sedikit saja, kamu langsung marah dan ngasi aku hukuman. Terus, kalau kamu yang terlambat pulang, enaknya diapain yah?" Syeira mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Suruh pu
Read more

Bab 15: Terlena

Tubuh Binar ditarik di sudut toko, wanita itu terus meronta, mencakar lengan yang menarik tubuhnya. Aiman menarik tubuh Binar masuk ke ruangan yang tampak sepi juga ... temaram. Tampak seperti gudang toko pakaian. Begitu banyak pakaian yang menumpuk di sekitarnya. "Diam!" Aiman berujar dingin sambil masih membekap tubuh Binar. Kini mereka telah berhadapan. Binar membeku sekaligus melotot, kala mengetahui Aiman-lah yang menariknya ke tempat sepi itu. Hawa dingin langsung memanjat naik ke tengkuk Binar. Takut, dengan tatapan intimadasi yang diberikan Aiman. Jujur saja, Aiman sekarang sangat jauh berbeda di mata Binar dengan Aiman yang menolongnya malam itu. Aiman malam itu begitu nyaman Binar rasakan ketika dekat dengannya, tidak seperti sekarang, mencekam! "Aku ingin bertanya sesuatu." Tatapan itu, begitu kelam. "A-apa ...." Binar langsung menunduk. Tak berani menatap wajah Aiman. Aiman menarik dua langkah sedikit menjauh dari Binar.
Read more

Bab 16: Memaksa!

Aiman tersentak mendengar suara Syeira dari arah tangga. Segera dia menoleh ke arah tersebut. Terlihat wanita yang mengenakan piyama itu sedang memegang teko, ingin mengambil air minum. Alis Syeira bertaut melihat Aiman yang berdiri di depan pintu kamar Binar. Jujur, hatinya mulai tak enak. Teringat dengan ucapan ibunya waktu itu. "Mas." Syeira memanggil suaminya lagi. Dia mengayunkan kaki, mendekati pria yang masih mengenakan jas kantornya itu. "Mas ngapain di depan pin---""Aku hanya lewat. Dan seperti mendengar suara tangisan di dalam sana." Aiman menyela perkataan Syeira. Beralibi sambil mengayunkan kaki menjauh dari kamar Binar. "Oh yha?" Syeira hendak mengetuk pintu kamar Binar, khawatir wanita yang sedang hamil itu kenapa-napa. Namun, Aiman segera menahan lengan istrinya. "Tidak usah ganggu dia. Siapa tau saja, dia sedang mengingat anggota keluarganya. Biarkan dia sendiri dulu." Alasan Aiman memang sangat masuk akal. Tanpa sadar, pria ya
Read more

Bab 17: Kamu Harus Menikahinya!

Binar yang sedang bersimpuh terisak-isak sambil menutup wajahnya, seketika mendongak kala mendengar bunyi tamparan di ambang ruang perpustakaan itu. Sementara Aiman membeku, sesaat setelah tamparan kasar tersebut mendarat di rahang tegasnya. Rasa panas yang menjalar di pipi pria itu tak mengalahkan rasa ketakutan di hatinya. "Ma-ma ...." Mata Aiman mendelik ketakutan melihat wanita yang telah melahirkannya itu menatapnya penuh kebencian, amarah, juga kekecewaan. "Sejak kapan kamu jadi pria tak berperasaan seperti itu, Aiman? Hah!" Wanita yang bernama Ambarawati itu memukul kembali putranya. Mendaratkan pukulan di lengan juga di dada. Ambar sudah sampai ke rumah itu sejak melihat Aiman menyeret Binar ke ruang perpustakaan. Ambar menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Dan bagai dihantam godam hati wanita itu, mendengar putranya yang sangat dia banggakan tak lebihnya seorang bajingan berkelas. Dia telah merenggut kehormatan seorang gadis, sampai mem
Read more

Bab 18: Cepat, Ambil Keputusan!

Aiman segera membopong tubuh ibunya menuju ke kamar tamu, dengan Binar yang mengekor dengan raut cemas. "Menjauh dari ibuku! Semua ini gara-gara kamu!" sentak Aiman kala tahu Binar mengikuti di belakang. Menurut Aiman, semua kejadian di hari itu kesalahan Binar. Seketika Aiman merasa muak dan benci melihat tampang lugu Binar. Aiman kembali melanjutkan langkah setelah membentak Binar. Meninggalkan wanita itu dengan perasaan yang hancur. Sekuat apa pun Binar menahan air matanya agar tak jatuh, tetapi biar bagaimanapun Binar hanya wanita lemah dan rapuh. Hanya air mata yang setia menemani dia di kala hatinya tersakiti. "Maaf." Hanya itu yang mampu disuarakan Binar. Memang benar, semua kejadian itu gara-gara dirinya. Seharusnya Binar segera pergi dari rumah itu sejak kemarin. Sekarang, semuanya telah terlambat. Sebab Ambar telah mengetahui bahwa di rahim Binar telah tumbuh cucu yang sedang dia nanti-nantikan beberapa tahun ini. Pasti Ambar ti
Read more

Bab 19: Kekecewaan

Wanita yang mengenakan blouse bertabur bunga pink itu, terlihat semringah kala melihat adik ipar berdiri di depan teras. Syeira mengambil beberapa paper bang, oleh-oleh yang dibelinya hari ini untuk Binar dan suaminya. Dengan langkah santai, Syeira menapaki lantai teras. "Sejak kapan datangnya, Fan?" tanya Syeira tersenyum manis. Namun, Affandi hanya menatap wanita itu datar. Dia menarik napas dalam, tahu sebentar lagi senyum manis di wajah kakak iparnya itu akan lenyap. "Kamu nemuin siapa?" Pandangan Syeira terlempar ke mobil suaminya yang ada di garasi. "Oh iya, Mas Aiman, yah?" tebak Syeira, "tumben Mas Aiman jam segini udah pulang."Affandi mengembuskan napas panjang melihat alis bertaut milik Syeira. Lantas, dia mendekati kakak iparnya tersebut. "Apa pun yang terjadi di dalam, mohon kuatkan hatimu, Mbak," ucap Affandi pelan. Lantas, Affandi pun pergi begitu saja. Meninggalkan tanda tanya besar di benak Syeira. Walaupun dokte
Read more

Bab 20: Keinginan Ambar

Ambar mondar-mandir di luar ruangan rawat tempat Binar sedang diperiksa. Tumit sepatunya yang sedikit tinggi, mengetuk-ngetuk lantai putih bersih. Aiman menatap sepatu ibunya yang ke sana kemari itu dengan kepala pening, karena ibunya tak berhenti mengomel sebab dia sudah membentak Binar hingga membuat wanita itu pingsan. "Pokoknya, kalau sampai terjadi apa-apa pada cucuku, Mama tidak akan pernah memafkanmu, Aiman!" ancam Ambar. "Ibu hamil itu mentalnya lemah dengan hal-hal di sekitar. Mereka gampang drop dengan bentakkan atau sekedar tatapan sinis. Mereka sangat sensitif dan hal itu akan membuat kondisi mereka menurun. Kemungkinan besar, janin juga ikut terpengaruh dengan hal tersebut." Kembali wanita itu bermondar-mandir sambil mengomel. Tak sedikit pun merasa lelah.Justru, Aiman yang khawatir dengan kondisi ibunya itu. Takut sang ibu kelelahan dan kambuh lagi penyakitnya. Namun, sang ibu dengan lantang mengatakan dia tak akan apa-apa selama Aiman mau menu
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status