Beranda / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Bab 17: Kamu Harus Menikahinya!

Share

Bab 17: Kamu Harus Menikahinya!

Penulis: Ngolo_Lol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Binar yang sedang bersimpuh terisak-isak sambil menutup wajahnya, seketika mendongak kala mendengar bunyi tamparan di ambang ruang perpustakaan itu. Sementara Aiman membeku, sesaat setelah tamparan kasar tersebut mendarat di rahang tegasnya. Rasa panas yang menjalar di pipi pria itu tak mengalahkan rasa ketakutan di hatinya.

"Ma-ma ...." Mata Aiman mendelik ketakutan melihat wanita yang telah melahirkannya itu menatapnya penuh kebencian, amarah, juga kekecewaan.

"Sejak kapan kamu jadi pria tak berperasaan seperti itu, Aiman? Hah!" Wanita yang bernama Ambarawati itu memukul kembali putranya. Mendaratkan pukulan di lengan juga di dada.

Ambar sudah sampai ke rumah itu sejak melihat Aiman menyeret Binar ke ruang perpustakaan. Ambar menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Dan bagai dihantam godam hati wanita itu, mendengar putranya yang sangat dia banggakan tak lebihnya seorang bajingan berkelas. Dia telah merenggut kehormatan seorang gadis, sampai mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mom's Reyva
untung yg tau mamanya aiman dulu..buka syeira...jadi diminta buat nikahin si binar....ga pengen ngecewain istri kok nidurin orang...haruse bisa mikir gitu sebelom niduri orang....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 18: Cepat, Ambil Keputusan!

    Aiman segera membopong tubuh ibunya menuju ke kamar tamu, dengan Binar yang mengekor dengan raut cemas. "Menjauh dari ibuku! Semua ini gara-gara kamu!" sentak Aiman kala tahu Binar mengikuti di belakang. Menurut Aiman, semua kejadian di hari itu kesalahan Binar. Seketika Aiman merasa muak dan benci melihat tampang lugu Binar. Aiman kembali melanjutkan langkah setelah membentak Binar. Meninggalkan wanita itu dengan perasaan yang hancur. Sekuat apa pun Binar menahan air matanya agar tak jatuh, tetapi biar bagaimanapun Binar hanya wanita lemah dan rapuh. Hanya air mata yang setia menemani dia di kala hatinya tersakiti. "Maaf." Hanya itu yang mampu disuarakan Binar. Memang benar, semua kejadian itu gara-gara dirinya. Seharusnya Binar segera pergi dari rumah itu sejak kemarin. Sekarang, semuanya telah terlambat. Sebab Ambar telah mengetahui bahwa di rahim Binar telah tumbuh cucu yang sedang dia nanti-nantikan beberapa tahun ini. Pasti Ambar ti

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 19: Kekecewaan

    Wanita yang mengenakan blouse bertabur bunga pink itu, terlihat semringah kala melihat adik ipar berdiri di depan teras. Syeira mengambil beberapa paper bang, oleh-oleh yang dibelinya hari ini untuk Binar dan suaminya. Dengan langkah santai, Syeira menapaki lantai teras. "Sejak kapan datangnya, Fan?" tanya Syeira tersenyum manis. Namun, Affandi hanya menatap wanita itu datar. Dia menarik napas dalam, tahu sebentar lagi senyum manis di wajah kakak iparnya itu akan lenyap. "Kamu nemuin siapa?" Pandangan Syeira terlempar ke mobil suaminya yang ada di garasi. "Oh iya, Mas Aiman, yah?" tebak Syeira, "tumben Mas Aiman jam segini udah pulang."Affandi mengembuskan napas panjang melihat alis bertaut milik Syeira. Lantas, dia mendekati kakak iparnya tersebut. "Apa pun yang terjadi di dalam, mohon kuatkan hatimu, Mbak," ucap Affandi pelan. Lantas, Affandi pun pergi begitu saja. Meninggalkan tanda tanya besar di benak Syeira. Walaupun dokte

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 20: Keinginan Ambar

    Ambar mondar-mandir di luar ruangan rawat tempat Binar sedang diperiksa. Tumit sepatunya yang sedikit tinggi, mengetuk-ngetuk lantai putih bersih. Aiman menatap sepatu ibunya yang ke sana kemari itu dengan kepala pening, karena ibunya tak berhenti mengomel sebab dia sudah membentak Binar hingga membuat wanita itu pingsan. "Pokoknya, kalau sampai terjadi apa-apa pada cucuku, Mama tidak akan pernah memafkanmu, Aiman!" ancam Ambar. "Ibu hamil itu mentalnya lemah dengan hal-hal di sekitar. Mereka gampang drop dengan bentakkan atau sekedar tatapan sinis. Mereka sangat sensitif dan hal itu akan membuat kondisi mereka menurun. Kemungkinan besar, janin juga ikut terpengaruh dengan hal tersebut." Kembali wanita itu bermondar-mandir sambil mengomel. Tak sedikit pun merasa lelah.Justru, Aiman yang khawatir dengan kondisi ibunya itu. Takut sang ibu kelelahan dan kambuh lagi penyakitnya. Namun, sang ibu dengan lantang mengatakan dia tak akan apa-apa selama Aiman mau menu

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 21: Pernikahan

    Sore hari menjelang magrib, Binar telah siap dengan kebaya putih tulang dan riasan tipis di parasnya yang ayu. Tak perlu repot-repot dan untuk mendandani wanita itu, karena pada dasarnya dia sudah memang cantik. Para perias hanya menyamarkan saja wajah sayu Binar, dan meminta wanita itu agar berhenti menangis, sebab hari ini adalah hari istimewanya. Andai, dia menikah dengan pria yang sangat dicintainya dan begitu pula perasaan pria itu padanya. Pasti akan sangat bahagia hati Binar. Namun sayangnya, Binar dinikahi hanya karena jabang bayi yang sedang dikandungnya itu. Binar tak lebih seumpama barang yang dibeli hanya untuk memberikan cucu pada majikannya, karena sang majikan tak sengaja telah menumpahkan benih di rahimnya. Lalu setelah itu, entahlah bagaimana dengan nasib Binar selanjutnya? Apakah barang itu akan dibuang setelah diambil keuntungan darinya, atau akan terus diperlakukan sebagai lap kaki. Binar yang malang. Jujur saja, dia tak mau menikah.

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 22: Sekamar

    Melihat Binar yang terusan diam di tempat sambil meremas jemari gugup, Ambar memegang lengan Binar, menuntunnya menuju ke kamar. "Sudah sana, kamu juga istirahat. Pasti capek 'kan?" Entah Ambar berpura-pura tidak mengerti atau memang tidak paham, jika Binar takut sekamar dengan putranya itu yang setiap kali melihat Binar seolah serigala yang siap mencabik-cabik mangsa. "Selamat malam." Ambar berucap ketika Binar sudah sampai di ambang pintu, tidak lupa mertua baru Binar itu membantu menutup pintu kamar sang pengantin. Ketika pintu itu tertutup sempurna, tubuh Binar menegang dengan mata membulat sempurna melihat Aiman yang berdiri dengan tatapan nanar di balik pintu. Menatap Binar dari atas hingga bawah. "Rencanamu sudah berhasil?" Aiman melipat tangan di dada dengan tatapan mencemooh. Alis Binar bertaut, tak paham apa yang diucapkan pria yang telah sah menjadi suaminya itu, walaupun hanya pernikahan siri. "Kau sudah me

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 23: Jaga Kesehatannya

    Aiman mengeraskan rahang ketika cairan asam berbau menyengat itu tumpah ke dadanya. Sementara Binar melotot dengan wajah yang kian memucat. Tangan wanita itu bergetar, hendak membersihkan kemeja hitam Aiman. Namun, segera Aiman menahan kedua lengan lembut itu. Binar mendongak dengan tatapan ketakutan. Bibirnya bergetar. "Ma-maaf ...," ucapnya lirih. Rasa takut membumbung tinggi di dada Binar, hingga membuat pernapasan wanita itu terasa sesak. Akhirnya, Binar merasa kepalanya pening disusul dengan pandangannya yang memburam. Binar kehilangan kesadaran. Rasa takut, bisa saja melenyapkan nyawa wanita itu jika dia tetap memeliharanya. "Astaga ...." Aiman berdecak, pusing bagaimana dia harus mengurusi Binar yang sudah terkulai tak sadarkan diri. Sementara dia sendiri penuh bau muntahan. Terpaksa, Aiman meletakkan tubuh Binar, menyandarkan tubuh itu pada dinding kamar mandi. Lantas, Aiman membuka kemeja juga kaus oblong yang sudah bas

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 24: Berubah 180 Derajat

    Siang mulai menukik, kaca jendela yang bening menghantarkan cahaya matahari ke wajah Binar. Membuat wajah wanita berparas ayu itu perlahan menghangat dengan teriknya matahari. Perlahan-lahan, wajah yang tadinya memucat, kini mulai berwarna kemerah-merahan. Alis tebal Binar tampak bertaut, menandakan si empunya merasa silau dengan sang mentari. Aiman yang sedari tadi duduk di sofa dekat tempat tidur Binar, mengangkat tubuh. Berdiri di samping ranjang, menghalangi sinar matahari dengan punggung tegapnya. Kedua alis Binar menjauh. Namun, Aiman memiringkan tubuhnya, kembali sinar matahari menyapa wajah Binar. Alis Binar kembali bertaut. Aiman menghalangi sinar matahari lagi, alis Binar menjauh lagi. Aiman kembali memiringkan wajahnya, alis Binar lagi-lagi bertaut. Tanpa sadar, sudut bibir Aiman tertarik ke atas. Lucu. Sadar dengan matahari yang terasa aneh, redup-terang, redup-terang itu, Binar membuka kelopak matanya yang terasa berat. Seketika Binar melotot me

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 25: Syeira Kembali

    Aiman membisu dengan kepala tertunduk, tangannya mengepal erat. Dia benar-benar tak berdaya dalam posisinya saat ini. Bingung, antara harus memilih cinta pada istrinya, atau tanggung jawabnya pada bayi yang dikandung oleh Binar. Melihat suaminya yang tertunduk dengan bibir yang terkatup rapat, Syeira mengangguk paham. Sang suami tidak bisa menuruti permintaannya. Dia segera mengusap semua bulir air mata yang masih membekas di pipinya secara kasar, lantas berdiri dari hadapan Aiman. Namun, lagi-lagi Aiman menahan lengan wanita tercinta itu, lalu kembali memeluknya. Napas pria itu terdengar mendengkus lelah di samping telinga Syeira. "Kumohon, ini hanya sampai anak yang dikandungnya lahir, lalu setelah itu aku akan menceraikannya. Aku tidak bisa menceraikan dia sekarang, Mama sangat menginginkan namaku ada di belakang nama anak itu nantinya."Syeira berusaha melepaskan pelukan Aiman, namun dia kalah tenaga. "Kumohon, hanya sampai anak itu l

Bab terbaru

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 171: Pelecehan Abimanyu

    Malam kian larut, ditemani gerimis serta angin yang kencang. Abimanyu memanahkan tatapan pada rintik-rintik hujan yang menetes. Pikirannya tenggelam, entah ke mana. Beberapa kali dia mendengar sang ibu mengetuk pintu kamarnya, meminta dia agar keluar makan malam. Tapi Abimanyu memilih bungkam. Entahlah, rasanya Abimanyu belum bisa menerima keadaan jika Chelsi adalah adiknya. Rasanya, Abimanyu ingin meminta pada ibunya agar membuang saja gadis itu. Jujur, Abimanyu kurang menyukai kehadiran Chelsi. Bahkan sangat! Sebab kasih sayang ayah dan ibunya mulai terbagi pada gadis itu. Terlebih, Abimanyu menyimpan perasaan pada Chelsi. "Bagaimana caranya membuang perasaan bodoh ini?!"Terdengar bunyi mengkriuk lapar dari perut sang pria. Abimanyu memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Melewati kamar yang dalamnya bernuansa warna pink itu, Abimanyu terhenti sekejap. Terus jalan lagi. Hasratnya ingin masuk ke dalam sebenarnya. Rum

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 170: Rasa yang Tersesat

    Sudah berhari-hari kini Chelsi tinggal di kediaman Adipati. Dia mulai mengakrabkan diri dengan semua hal yang ada di rumah besar itu. Baik dengan kedua orang tuanya, para ART, peraturan, ruangan, aktivitas, bahkan perabotan. Hanya satu hal yang belum Chelsi akrabkan. Abimanyu. Semenjak Chelsi menginjakan kaki di rumah Adipati sebagai putri kandung Affandi dan Binar, keberadaan sang abang tersebut seperti hilang di telan bumi. Abimanyu tak pernah pulang ke rumah, hampir seminggu malah sekarang. Binar khawatir tentang keberadaan sang putra. Ditelepon pun, ponsel pria itu tak aktif. Hal tersebut makin membuat hati Binar tak tenteram. "Iya, Bang Abi ke kantor beberapa hari yang lalu. Hanya sebentar, karena dia harus keluar negeri mengurusi tender di sana." Penjelasan Angkasa lewat telepon sedikit membuat Binar mengembuskan napas lega. Tapi masa sesibuk itu Abimanyu, sampai tak punya waktu sedikit pun buat bicara dengan ibunya. Binar memilih mengirimkan

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 169: Keluarga Baru

    "Chelsi." Gadis itu sedikit tersentak ketika kedua bahunya dipegang oleh Syeira."Ah, iya. Kenapa?" Chelsi menatap Syeira dengan sorot kebingungan. "Ayo, masuk." Syeira merangkul gadis manis itu. "Saya nggak nyangka, ternyata kamu putrinya Binar dan Affandi. Kamu tidak pernah tau, seterpukul apa dulu Binar saat bayinya dinyatakan meninggal di ruang inkubator."Chelsi tertegun mendengar hal tersebut. Dia menatap Binar yang sejak tadi menatapnya dengan mata basah. Terasa sakit hati gadis itu melihat wajah Binar yang terus-terusan meneteskan air mata itu. Lantas pandangannya mengarah ke Affandi. Petugas medis itu juga tampak basah matanya, dengan wajah memerah, berusaha menahan tangis. Apakah benar, kedua orang tersebut adalah orang tuanya? Chelsi bahkan tak berani bermimpi untuk hal itu. "Sini." Affandi meraih lengan halus Chelsi, mengajaknya agar lebih menempel padanya. Telapak tangannya, Affandi letakkan di dada sendiri seray

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 168: Putriku!

    Serempak mata orang-orang di dalam ruangan tersebut membulat sempurna. Terlebih Vena, tubuh wanita itu menegang dengan bulir-bulir yang mulai mencuat di pelipis. Tungkainya melemas. Perlahan, dia memutar kepalanya, melihat sang putri yang masih dicekal erat oleh petugas medis kesehatan itu. Sementara Chelsi hanya menatap Affandi dengan tatapan syok. Mana mungkin? Tapi benarkah? Pikiran dan perasaan gadis itu campur aduk. Lalu dia menatap sang ibu--Vena. Mata Chelsi berkaca-kaca, melihat wajah memucat ibunya. Apakah mungkin yang dikatakan sang dokter benarkah nyatanya? Dia ...."Lepaskan putriku, Venuska!" Kembali Affandi bersuara tegas, menatap tajam pada Vena. Jelas hal tersebut membuat nyali wanita itu menciut. Tapi tidak, Chelsi tetap putrinya!"Tidak! Dia anakku! Dia putriku. Hanya putriku!" Vena menarik kembali Chelsi, agak kasar. Namun, Affandi tetap menahan."Sakit," r

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 167: Menjenguk Binar

    Akhirnya, Abimanyu, Chelsi, juga Angaksa pergi ke rumah sakit. Abimanyu dan Chelsi semobil? Tentu saja tidak. Gadis itu semobil dengan calon suaminya. Membiarkan dada Abimanyu terbakar di mobil lainnya sana.Abimanyu memilih melajukan kecepatan mobilnya di atas rata-rata. Pergi entah ke mana. Hendak mendinginkan dulu perasaannya yang memanas.**"Saya di sini saja, Bu. Nggak usah masuk ke dalam." Seorang wanita berusia senja itu, tampak sungkan ketika lengannya ditarik oleh Syeira masuk ke ruang rawat Binar. Lebih tepatnya, dia takut masuk ke dalam. Takut bertemu dengan si petugas medis yang dulunya pernah menjadi mantannya itu.Tadi, di saat mereka kembali bertemu demi membahas tentang pernikahan Angkasa dan Chelsi, tiba-tiba Affandi menelepon, memberitahukan berita gembira. Jika Nona kesayangannya telah sadar dari koma. Jelas hal tersebut juga menjadi s

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 166: Toko Perhiasan

    Biasanya, jika Abimanyu dulu terpaksa harus mengantar Friska, maka gadis itu akan berceloteh panjang lebar hingga membuat kuping Abimanyu terasa panas. Bukan hanya itu, Friska juga suka sekali menempel pada lengan berotot Abimanyu. Hingga membuat sang pria gerah juga geram setengah mati.Namun sekarang, hampir lima belas menit perjalanan pun, gadis berkuncir kuda itu belum juga membuka suara. Dia hanya menoleh ke arah luar jendela. Memerhatikan gedung-gedung yang berpapasan dengan mereka. Diamnya Friska malah membuat perasaan Abimanyu tak enak. Abimanyu memang lebih menyukai suasa yang hening ketimbang ribut, tetapi diamnya Friska malah membuat pria itu resah.'Kau terlihat seperti jalang yang haus belaian.' Lagi, kalimat itu mengusik pikiran Abimanyu. Dia tak ingat betul kalimat apa saja yang meluncur dari mulutnya saat emosi waktu itu. Tapi yang Abimanyu tahu, kemungkinan salah satu ucapannya benar-b

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 165: Binar Siuman

    Perlahan-lahan, kelopak mata yang tampak lemah itu berkedip pelan. Ingin membuka mata, tetapi silau mentari begitu menusuk. Kembali dia menutup mata erat. Tangannya terasa menyentuh sebuah permukaan berbulu lebat. Sebuah rambut. Diusapnya rambut tersebut dengan pelan. Aksinya tersebut malah mengganggu tidur si empu rambut. Abimanyu menggeliat, dan gesekan kepalanya pada samping perut sang ibu, membuat si empu perut melenguh. Melotot langsung kedua bola mata itu."Mah?" Abimanyu bangkit berdiri, memanggil ayahnya yang tidur di samping sofa di belakangnya."Tangan Mama gerak lagi." Hati Abimanyu berdesir hangat. Sangat bahagia melihat wajah ibunya yang terus menunjukkan respon aktif."Nona?" Affandi mengusap pipi Binar, tampak berkaca-kaca mata petugas medis itu melihat bibir Binar yang bergerak-gerak."A--bi ..., bagai-mana kead---"

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 164: Kalahkan Abimanyu Dulu

    Dua sejoli yang saling membulat matanya itu sama-sama menatap tanpa berkedip. Abimanyu masih tetap menahan pinggang Chelsi, sedangkan gadis itu meringis ketakutan dengan debaran jantung yang menggila mendengar suara panggilan di luar pintu. Itu suara Syeira. Bagaimana jika ibunya Angkasa tersebut melihat dirinya dan Abimanyu dalam satu kamar, dipeluk sang pria pula."Pak, saya mohon, lepaskan saya," cicit gadis itu menatap wajah Abimanyu di samping kiri kepalanya."Kenapa, hmm?" Abimanyu malah mendekatkan wajahnya di bahu Chelsi, membuat debaran jantung gadis itu kian jadi. Serasa hampir meledak saja jantungnya."Chelsi, kamu masih di dalam 'kan?" Syeira kembali mengetuk pintu."Pak, saya mohon." Chelsi meringis, menjauhkan wajahnya dari rahang Abimanyu yang kasar karena bulu-bulu tipis yang memenuhi pipinya."Aku mau mele

  • Kekhilafan Satu Malam    Bab 163: Perasaan Abimanyu

    Melihat Abimanyu yang bergerak mendekat setelah menutup pintu, Chelsi menatap waspada. Terlebih dirinya yang hanya mengenakan handuk, tumpahan air minum tadi lumayan membuat gaunnya basah parah. Syeira menyarankan agar Chelsi mengganti pakaian basah tersebut dengan gaunnya."Pak, keluar dari sini!" Chelsi gegas menarik selimut menutupi tubuhnya.Abimanyu terus mengayunkan langkah dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Chelsi mundur perlahan dengan tatapan yang tak terlepas dari mata elang itu. Abimanyu terus mendekat, mengikis jarak, terus, dan terus. Sampai membuat gadis yang membalut tubuhnya dengan selimut itu terpojok di dinding.Chelsi kelabakan. Mengerjap beberapa saat, dan menoleh ke belakang. Lalu kembali mendongak, menatap mata elang itu yang berada tepat di depan keningnya. Dia hendak kabur, tetapi Abimanyu sigap menekan dinding sebelah kiri gadis itu. Chelsi henda

DMCA.com Protection Status