Home / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Kekhilafan Satu Malam: Chapter 151 - Chapter 160

171 Chapters

Bab 151: Hubungan Terlarang

Pria tua itu jelas membulat matanya melihat darah dagingnya, menghantam tanpa ampun pada darah daging lainnya. Gegas Aiman mencengkram kedua lengan berotot Abimanyu, menariknya menjauh dari Angkasa yang sudah bonyok wajahnya. Abimanyu meronta dengan tatapan tajam pada Angkasa saat Aiman membawanya menjauh. Darah pria itu masih membara, masih belum puas menghajar sang pria yang sudah terkulai lemas dengan wajah lecet parah sana. "Hentikan, Abi!" Aiman sedikit kewalahan melawan tenaga Abimanyu yang masih terus ingin maju menghajar Angkasa. Pria tua itu, seperti melawan dirinya sendiri di masa muda. Penuh api emosi. Susah buat dipadamkan. "Hentikan, Abi!" Layangan kasar mendarat di wajah Abimanyu seiring dengan peringatan tegas itu. Wajah Abimanyu teleng dengan bibir sobek. Dia membeku. Sudut bibirnya sontak mengeluarkan darah. "Abi ... Kasa ...?" Aiman linglung dengan tatapan nanar pada telapak tangannya yang telah menampar sang d
Read more

Bab 152: Memori Kelam

"Kasa ...!" panik Susan melihat sang sucu kesayangan yang hampir tak dikenalinya. Dia segera menarik lengan kekar Angkasa sambil menyerukan nama Syeira, agar melihat kondisi putranya. Syeira turun dari lantai atas, kala mendengar suara jeritan ibunya yang menusuk telinga. Dan terperangah-lah dia kala melihat wajah putra kesayangannya babak belur. Syeira tahu betul kalau Angkasa tipe pria yang lemah lembut. Jangankan mengajak orang lain berduel, pria itu bahkan tak pernah bersitegang secara kasar dengan yang lainnya. "Kamu ... kamu kenapa?" Mata Syeira sontak berkaca-kaca, melihat sudut bibir putranya yang meleleh darah, serta wajahnya yang bonyok. "Siapa? Siapa yang melakukan ini semua padamu, Kasa?" Hati Syeira merasa sakit. Sementara Susan tergopoh mengambil kotak P3K. Angkasa hanya menarik napas lemah, dia terbaring di sofa panjang. Pikirannya melayang dengan kejadian di kantor tadi. "Ini kenapa bisa begini, Kasa? Siapa yang melakukann
Read more

Bab 153: Kemarahan Abimanyu

Embusan asap rokok menguar, membumbung tinggi di atas kepala pria yang terasa memanas itu. Di sela mengisap rokoknya, pria itu kembali menenggak minuman beralkohol. Kepala Abimanyu berputar, pandangannya memburam untuk sekejap menatap orang-orang yang berlenggak-lenggok di bawah lampu disko. Beberapa kali dia mencoba untuk melupakan dan menyangkal apa yang diucapkan Angkasa tadi, tetapi fakta-fakta malah bermunculan di benaknya. "Abi anaknya agak dingin ya, tidak seperti Affandi yang selalu hangat, cengar-cengir setiap saat.""Abimanyu keras sekali orangnya, tidak seperti Affandi maupun Binar yang lemah lembut.""Saya pikir Abimanyu akan tertarik di dunia medis sama seperti Affandi, tapi ternyata dia lebih suka dengan dunia perusahaan.""Iya, Jeng. Cucu saya si Abi ini, dia lebih ngikutin jiwa suami saya--Tuan Adipati. Makanya seperti ini orangnya. Abimanyu tersenyum miris mengingat saat teman-teman neneknya mengomentari tentang si
Read more

Bab 154: Penyesalan Mendalam

Binar melotot melihat Abimanyu yang memotong jalan dalam keadaan sempoyongan. Terlebih ketika melihat ada mobil sedan yang melaju kencang dari pembelokkan. Sekuat mungkin, Binar ayunkan kakinya cepat. Lari secepat mungkin ke arah Abimanyu. Tak terima jika mobil itu menghantam tubuh sang putra. "Abii, awas mobil!"Keduanya langsung terhempas. Abimanyu terhempas akibat dorongan kasar ibunya, sementara Binar terhempas akibat tabrakan kasar dari mobil itu. Tubuh Binar terpental sejauh dua meter, lalu berakhir dengan pelipis membentur bahu jalan. Abimanyu yang tersadar dengan aksi barusan, segera menoleh. Matanya langsung mendelik syok ke arah mana tubuh ibunya tergeletak bersimbah darah. Mabuk Abimanyu langsung hilang. Dia mengerjap dengan jantung yang terasa digodam, sesak menghimpitnya. "Tidak, tidak ...." Abimanyu menggeleng seraya merangkak berdiri, lari meraih tubuh ibunya yang telah lemah itu. Dipangkunya sang ibu dengan tangan
Read more

Bab 155: Berusaha Menyelamatkan

Wajah manis itu tampak mendung dari beberapa jam yang lalu. Dia menatap langit-langit kamar, lalu berputar ke samping, lalu sebelahnya lagi. Begitu terus sejak tadi. Entah kenapa, perasaan Chelsi rasanya sesak dan panas. Tanpa tahu apa penyebabnya. Waktu sudah menujukan pukul 23.00, matanya telah berat, tetapi akalnya selalu berselancar tentang kenapa perasaannya saat ini seperti sedang ketakutan. Apa karena mungkin dia belum mendapatkan pekerjaan, sedangkan sebentar lagi dia harus bayar kontrakan juga cek-up kondisi ibunya. Ya, Chelsi rasa itu. Tapi ... seperti bukan juga. "Ck, capek!" Chelsi memilih bangkit dari ranjang, pergi ke dapur mengambil air minum. Sambil meminum air putihnya, Chelsi membuka ponsel. Berusaha mencari pekerjaan lagi, juga ingin melihat jawaban pekerjaan yang dia tawarkan ke beberapa temannya. Nihil. Tak ada yang bisa dikerjakan. Chelsi belum juga mendapatkan pekerjaan untuk waktu yang dekat ini. Chelsi memilih men-scro
Read more

Bab 156: Mulai Dekat

  Laju mobil yang dikendarai pria lemah lembut itu hampir memasuki wilayah kompleks kumuh tempat tinggal Chelsi. Beberapa kali gadis itu meminta agar si Pak Direktur tersebut menghentikan mobilnya saja. Chelsi takut, jika sang ibu tahu dirinya habis menemui keluarga Affandi. "Setakut itu ya kamu, sama ibu sendiri?" Angkasa melirik si gadis yang tampak mengigit bibir cemas.  Chelsi ikutan melirik ke sumber suara, dan tersenyum kikuk-lah dia melihat senyuman hangat Angkasa. Walaupun di wajah Angkasa masih penuh bekas luka penganiayaan Abimanyu, tetapi tetap saja, hal tersebut tak mengurangi kadar ketampanan sang pria.  "Eng-nggak juga sih, Pak. Saya cuman ..., takutnya Pak Angkasa nantinya yang disembur." Cengar-cengir sedikit gadis itu menanggapi pertanyaan Angkasa.  Angkasa tertawa, lalu meringis sebab luka di sudut bibirnya robek. "Issh." 
Read more

Bab 157: Terpuruk Dalam

 Semua orang di dalam ruangan rawat Binar itu serempak memandang ke asal suara, di ambang pintu kamar. Kecuali Abimanyu. Pria itu tetap fokus pada layar yang menampilkan kehidupan ibunya.  "Memang bukan kesalahan Bang Abi." Kembali pria itu mengulang ucapannya. Pria yang tak lain adalah Angkasa itu, turut memandang ke ranjang Binar dengan sendu. Walaupun tahu wanita yang terbaring di ranjang itu pernah menyakiti hati ibunya di masa lampau, tetapi Angkasa memilih melupakan hal itu. Syeira sudah menasehati Angkasa dengan baik, kembali menanamkan kebaikan di hati sang putra. Mencoba menyingkirkan kebencian yang sempat ditanamkan oleh sang nenek.  "Ini semua salahku." Tertunduk sesal pria itu, sambil mengayunkan langkah ke Abimanyu.  Aiman dan Syeira hanya menatap sang putra, sedangkan Affandi kembali menghela napas dalam-dalam. Pikirannya sedang kacau, begitu pula perasaannya.  
Read more

Bab 158: Menaklukkan

 Angkasa yang hendak pulang dari rumah sakit, di lobi--pandangan sang pria malah teralihkan pada sosok gadis berparas manis yang sedang mendorong brankar. Sontak saja melihat hal itu, Angkasa langsung menghampiri dengan cemas.  "Chelsi, ibumu kenapa?" Angkasa bertanya sambil membantu mendorong brankar di sisi lainnya. Di atas brankar tersebut, terbaring tubuh ibunya Chelsi yang tak sadarkan diri.  Chelsi hanya menatap Angkasa sekilas dengan raut sedih, lalu membuang muka. Tak ada niat menjawab. Angkasa bisa menangkap raut penyesalan di wajah manis itu.  "Apa penyakit ibumu kambuh lagi?" Angkasa kembali bertanya, tetapi Chelsi hanya menunduk dalam.  Brankar dimasukan ke ruang UGD. Chelsi dan Angkasa berdiam diri di luar. Menunggu dengan perasaan cemas di hati Chelsi, dan tanda tanya di benak Angkasa. Mungkinkah ibu Chelsi ...?  "Apa yang terja
Read more

Bab 159: Bergerak Cepat

  Tangan Chelsi dengan lembut mengusap rambut Abimanyu yang terbaring di pahanya. Gadis itu bersila, memangku kepala sang pria yang tampak begitu kelelahan akibat keterpurukannya itu. Beberapa saat kemudian, terdengar dengkuran halus dari Abimanyu. Dia baru terlelap setelah kejadian yang menimpa ibunya kemarin. Sesekali, Chelsi bisa merasakan embusan napas sesenggukan dari sang pria. Chelsi tak menyangka, pria yang dia kira kasar, ternyata memiliki hati selemah ini jika menyangkut sang ibu.  Affandi menatap adegan keduanya dengan hati berdesir. Dia tersenyum hangat, melihat gadis itu yang bisa menaklukkan keras kepalanya sang anak. Sementara Aiman dan Syeira memerhatikan sang putra, tampak Angkasa mengulum bibir dengan perasaan yang ... entah. Pikiran pria itu terlempar di saat dirinya dan Chelsi saat masih di ruangan Vena kemarin.  ... "Mending kita pulang saja, Chelsi. Mama nggak mau lama-la
Read more

Bab 160: Tumbang

  Angkasa menatap ayahnya serius. Tak ingin lagi dia merasa ada persaingan kasih sayang dengan sang abang. Namun, entah kenapa ucapan neneknya selalu berhasil membuat hati Angkasa dicengkeram panas.  Aiman menggeleng, menyangkal apa yang dikatan sang mertua. "Bukan begitu, Kasa. Papa sempat melihat saja, gadis itu datang ke pesta Abimanyu saat itu. Mereka datang berdua, bergandengan," jelasnya.  Aiman memang sempat melihat Abimanyu datang bersama Chelsi, sesaat sebelum Abimanyu dipanggil olehnya menemui rekan-rekan kerja. Bahkan, Aiman juga sempat melihat cincin berlian yang melingkar di jari manis gadis itu. Hal tersebutlah yang membuat Aiman yakin, bahwa gadis itu memiliki hubungan dengan darah daging pertamanya tersebut  Angkasa mengangguk paham. "Chelsi nggak punya hubungan apa-apa sama Bang Abi, Pah. Maka dari itu, aku ingin menikahinya." Kembali Angkasa mengutarakan niatnya.
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status