Semua Bab Mantan Kekasihku Menjadi Bosku: Bab 31 - Bab 40

154 Bab

Bab 31 Rumah Sewa untuk Pengantin Baru

"Bisa aja dia beneran jatuh cinta sama kamu setelah taruhan itu," ucap Dimas dengan santai. "Kalau itu terjadi, gimana? Mau balikan sama dia lagi?" Sebelum ini, Nindy tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali. "Aku juga gak tau." Melihat Nindy termenung, Dimas memutuskan untuk mengalihkan ke topik lain. "Minggu depan mau balik sama aku gak? Denis juga mau balik ke Bandung katanya." Sejak bekerja di Surabaya, Nindy tidak pernah kembali ke Jakata, Nindy selalu pulang ke Bandung bersama Dimas. Terkadang dia bertemu dengan orang tuanya di sana jika dia merindukan mereka. "Mendadak banget, kenapa? Ada acara?" tanya Nindy. Dimas baru saja kembali 2 minggu lalu dari Bandung, itu sebabnya Nindy merasa heran, kenapa pria itu ingin pulang lagi. "Gak ada. Cuma pengen pulang aja." "Aku gak bisa ikut." Nindy menyandarkan punggung di sofa dengan wajah lesu, kemudian berkata, "Lagi banyak kerjaan di kantor." "Kalau capek kerja, brenti aja. Kamu bisa jadi Nyonya Denis. Kamu gak bakal
Baca selengkapnya

Bab 32 Mengurung Nindy

Billy berpikir sejenak dengan wajah serius, kemudian bertanya, "Di perumahan kamu, apa ada rumah yang disewain?" “Kamu mau tinggal di perumahan aku?” Billy mengangguk ringan. “Jika memang ada yang kosong, saya mau.” “Tapi, lokasinya gak deket sama kantor. Rumah di sana juga gak sebagus yang kita lihat tadi.” “Saya memang mau cari rumah yang biasa,” kata Billy dengan santai. “Sepertinya, di tempat kamu suasananya tenang." Billy terbiasa hidup dengan kemewahan, belum terbiasa hidup biasa. Jadi, Nindy agak meragukan keputusan pria itu ingin menyewa rumah yang biasa. Meskipun, dulu kesehariannya selalu berpenampilan biasa. Namun, semua yang ada di dirinya serta yang melekat tubuhnya memiliki nilai tinggi. Sebenarnya perumah Nindy tidak bisa dikatakan biasa. Karena perumahan itu termasuk perumahan yang harga cukup tinggu. Khusus diperuntukkan untuk kalangan menegah ke atas. Kenapa Nindy mengatakan perumahan itu biasa, karena dia sedikit tahu tentang kekayaan keluarga Billy. Sebagai
Baca selengkapnya

Bab 33 Menemani Billy

"Yang aku mau ..." Billy semakin membungkukkan tubuhnya dan memajukan wajahnya ke arah depan. Tiba-tiba saja Nindy menjadi panik dan langsung menutup matanya ketika hidung keduanya nyaris menempel. "Adalah ..." Ketika melihat Nindy mengerutkan wajah dengan mata terpejam, Billy menarik senyuman tipis, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Nindy dan berbisik, "Kamu." Mata Nindy seketika terbuka lebar. Dia menatap Billy dengan bingung yang baru saja menarik dirinya ke belakang. Namun, masih mengungkung dirinya. "Aku?" Billy mengangguk ringan. "Ya. Saya mau kamu temani saya berbelanja ke mal. Saya tidak memiliki baju ganti lagi. Jadi, temani saya mencari baju." Melihat Nindy terdiam dengan wajah bingung, Billy kembali angkat bicara, "Saya tidak tahu daerah sini, kamu, kan, sudah lama di sini. Jadi, pasti tahu di mana tempat yang memiliki store terlengkap." Nindy tidak langsung menyetujuinya. Namun, menimang selama beberapa saat. "Kamu gak mau temenin saya beli baju?" tanya Billy ak
Baca selengkapnya

Bab 34 Menemani Belanja

"Bill, ngapain kamu di sini?" Ketika Billy dan Nindy menoleh, ada seorang wanita yang sedang menatap ke arahnya dengan tatapan heran. "Berbelanja," jawab Billy datar. "Maksud aku, kamu ngapain di kota ini?" Wanita itu melirik pada Nindy sekilas setelah bertanya pada Billy. "Kamu, kan, tinggal di Jakarta." "Lagi ada kerjaan." Wanita cantik bermata sipit itu mengangguk, kemudian beralih pada Nindy. "Siapa?" tanya Nindy. "Pacar kamu?" Billy langsung meraih tangan Nindy dan menggengamnya sambil tersenyum. "Iya." Nindy yang mendengar itu, seketika menoleh pada Billy dengan ekspesi terkejut. "Oh." Raut wajah wanita itu sekilas terlihat kecewa. Namun, detik selanjutnya dia kembali tersenyum. "Kamu ada kerjaan apa di sini? Kenapa gak bilang?" tanya wanita itu lembut sambil tersenyum manis. "Cuma mau ngecek kantor cabang." Wanita itu kembali mengangguk. "Di mana kantor cabang kamu? Kapan-kapan aku boleh mampir ke sana? Kita, kan, udah lama gak ketemu." "Jen, sory. Kami lag
Baca selengkapnya

Bab 35 Mengganti Cincin

Nindy semakin panik. Berbeda dengan Billy yang tampak tenang. "Cincinnya sempit dijari kamu?" Nindy menggeleng. "Nggak juga. Cuma ini nyangkut di tengah pas mau dilepas." Nindy kemudian menunjukkan jari manisnya pada Billy. "Liat nih." Dia memutar cincinnya beberapa kali dan terlihat tidak ada hambatan apa pun. Cincin itu bisa berputar dengan sempurna. "Nggak sempit, cuma susah dilepas." Sebenarnya, Nindy bisa saja melepas cincin itu sedikit dengan paksaan. Hanya saja, dia takut cincin itu akan lecet atau tergores. Dilihat dari desain serta permata berkilau di tengah cincin itu, Nindy bisa menebak kalau harga cincin itu sangat mahal. Meskipun, dia orang yang berkucukupan dan bisa mengganti kerugian cincin itu, tapi dia tidak ingin membuang-buang uang untuk hal yang menurutnya tidak diperlukan. "Kalau begitu jangan dilepas. Biarin cincin itu di tangan kamu." "Apa?" Pupil mata Nindy membola dengan ekspresi wajah bodoh dan tampak bingung. "Cincin itu nggak bisa dilepas, ka
Baca selengkapnya

Bab 36 Menjadi Milikku

"Itu artinya kamu harus menjadi milikku."Nindy tiba-tiba saja teringat kembali dengan ucapan Billy semalam. Dia sampai tidak bisa tidur nyenyak karena terus memikirkan kata-kata itu. Semalam, saat dia menanyakan maksud dari perkataan mantannya itu, bukannya menjawab, Billy justru mengalihkan ke pembicaraan lain dan menyuruhnya untuk segera turun dari mobil."Cincin dari siapa tuh? Berkilau banget?"Perkataan Dewi mengalihkan pandangan Denis yang sedang fokus menyetir, dia melirik sekilas pada jemari tangan Nindy yang terlihat mengenakan cincin berlian di jemari tangannya. Meskipun Nindy mencoba menutupi cincin itu. Namun, tetap masih bisa terlihat sedikit olehnya."Dari kamu, Den?" tambah Dewi lagi sambil melayangkan tatatapan menyelidik. "Kalian uda resmi jadian, ya?""Itu bukan dari aku," jawab Denis sambil melirik pada Nindy yang sedang duduk di sebelahnya."Kalau bukan dari kamu, terus dari siapa?" tanya Dewi dengan heran. "Kamu punya pacar baru, Nin?"Nindy yang sejak tadi hanya
Baca selengkapnya

Bab 37 Menonton Film

"Boleh, Pak. Boleh banget malah."Ini adalah kesempatan langka yang belum tentu bisa dia dapatkan lagi. Menonton bersama dengan pria idamannya adalah impian Dewi. Jadi, dia langsung menyetujui tanpa bertanya lebih dulu pada Denis dan Nindy."Kalian gak keberatan kalau kami gabung, kan?" tanya Angga sembari menatap pada Nindy dan Denis secara bergantian."Gak, Pak. Silahkan gabung kalau mau," jawab Denis santai."Yes. Kapan lagi nonton ditemenin sama 3 cowok ganteng," gumam Dewi dalam hati."Biar saya yang beli tiketnya," usul Angga setelah mereka semua memasuki area bioskop. "Kalian duduk aja."Keempat orang lainnya, akhirnya berjalan menuju tempat duduk kosong yang letaknya berada di dekat pintu masuk."Bapak gak malem mingguan sama pacar?"Dewi memulai obrolan dengan Billy karena sejak tadi semuanya hanya diam sembari sibuk dengan ponselnya masing-masing."Saya gak punya pacar."Jawaban Billy membuat Dewi seketika tersenyum lebar, sementara Nindy tampak menghentikan gerakan jarinya
Baca selengkapnya

Bab 38 Baju Ganti untuk Billy

"Jangan suka melihat yang seperti itu. Itu bisa merusak pikiranmu nanti," bisik Billy dengan suara rendahnya. Saat akan menjauhkan diri dari Nindy, tiba-tiba saja pria yang duduk di sebelah Billy tidak sengaja menyenggol bahunya ketika akan melewatinya, membuat Billy terdorong ke depan dan tanpa sengaja bibirnya menyentuh pipi Nindy dan keduanya pun mematung dengan wajah terkejut selama beberapa detik. "Maaf, Pak. Saya gak sengaja. Gelap, jadi saya gak lihat." Setelah meminta maaf, pria itu segera berlalu dari sana dan turun dengan langkah cepat. Pria itu tampak terburu-buru, seperti sedang menahan sesuatu. "Yang tadi itu tidak sengaja," ucap Billy setelah menjauhkan diri dari Nindy setelah berdeham. Keduanya tampak canggung setelah kejadian itu. Sampai film berakhir, mereka tidak mengobrol apa-apa. Beruntung ruangan bioskop gelap. Jika tidak, maka pasti wajah Nindy akan terlihat memerah. "Pak Angga, terima kasih atas teraktirannya malam," ucap Dewi setelah keduanya keluar dari a
Baca selengkapnya

Bab 39 Billy Sakit

Melihat Nindy terdiam, Billy tidak tahan untuk kembali bersuara, "Jadi, benar pacar kamu sering menginap di sini?" Nindy menatap Billy sejenak yang tampak seperti sedang menahan amarah. Alasan kenapa sejak tadi dia sama karena dia masih terkejut dengan tindakan Billy yang tiba-tiba menyudutkannya. "Ganti bajumu dulu, kita bicara lagi nanti." Ketika Nindy akan menurunkan tangannya, Billy semakin kuat menahan tangannya di tembok. Bahkan, dia semakin mendekatkan tubuhnya pada Nindy, menyisakan jarak tipis di antara keduanya, membuat indra pencium Nindy dengan mudah menangkap aroma maskulin yang menguar dari tubuh Billy. "Kamu gak bisa pergi sebelum menjawab pertanyaan saya." Saking dekatnya jarak di antara keduanya, Nindy bisa merasakan hawa dingin di sekitar tubuh mantannya itu. "Billy, apa kamu beneran mau bahas itu sekarang?" Dengan wajah datar. Namun, dengan sorot mata menuntut, Billy berkata, "Ya. Saya mau kamu menjawab pertanyaan saya dengan jujur sekarang. Kalau gak, ja
Baca selengkapnya

Bab 40 Membereskan Kamar Billy

"Maaf, Pak. Tapi, pekerjaan saya belum selesai."Jika dia harus menunggu sampai Billy selesai mengecek berkas itu, kemungkinan akan memakan waktu yang lama, apalagi berkas yabg harus diperiksa Billy sangat banyak. Itu berarti pekerjaannya akan terabaikan dan dia tidak mau nanti disalahkan oleh pihak kantor karena hal itu."Tinggal aja dulu. Berkas ini lebih penting. Karena kamu yang jadi asisten Pak Billy, jadi kamu yang harus ke sana.""Baik, Pak."Setelah mengambil tumpukan kertas itu, Nindy keluar dari ruangan Pak Edwin. Di lantai 2, dia tidak sengaja bertemu dengan Angga ketika dia akan turun ke bawah. Pria itu pun menanyakan apa yang sedang dibawa oleh Nindy."Sekalian bawain makanan atau buah buat Billy, ya, Nin? Dia pasti belum makan. Saya gak sempat nengokin dia pagi tadi. Buru-buru soalnya," kata Angga. "Ini uangnya."Ketika Angga menyodorkan lembaran uang merah beberapa lembar pada Nindy, dia segera menolaknya. "Gak usah, Pak. Kalau cuma makanan, saya bisa beli pake uang say
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status