Home / Urban / Kasur Lapuk Untuk Ibu / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kasur Lapuk Untuk Ibu: Chapter 11 - Chapter 20

103 Chapters

Bab 11

"Itukan bang Gagas ...?" gumamku."Gagas ...? kamu sudah pulang, Nak? kok tidak memberi tahu ibu kalau kamu pulang hari ini, kalau tahu pasti tadi ibu masakin makanan kesukaanmu, Gas." Ibu tergopoh-gopoh menghampiri bang Gagas, senyum lebar terpatri dari bibir ibu, wajahnya berbinar bahagia mendapati anak sulung lelakinya sudah kembali ke rumah dalam keadaan sehat walapiat.Namun tak kusangka Bang Gagas menepis halus rentangan tangan Ibu yang hendak memeluknya untuk sekedar menyalurkan rasa rindu seorang ibu pada anak lelakinya. Ibu berhenti lalu menurunkan tangannya tak jadi memeluk anak lelaki kesayangan yang tadi begitu di rinduinya.Seketika tak ada kata keluar dari keduanya, suasana mendadak hening hanya sesekali terdengar isakan Kak Inggit yang kini tengah duduk bersimpuh dilantai, dengan bahu bergetar terisak dalam tangisnya. Kini Ibu dan Bang Gagas hanya terdiam sesekali saling bertemu pandang, seolah mencari jawaban dari apa yang menjadi pertanyaan di pikiran masing-masing."
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 12

"Kenapa Abang bisa sebodoh ini, mau-maunya dibohongi oleh para benalu itu. Lihatlah kulit mereka apakah ada yang mengeluh jika tengah sakit atau terkena penyakit gatal semacam iritasi dan sebagainya? buka matamu, Bang! Lihatlah Ibu, Abang bahkan tak menanyakan sama sekali sakit apa Ibu sampai harus berobat ke dokter, lihat kulit Ibu, Bang! Itu akibat kami harus—""Sudahlah, Mas. Tidak usah diperpanjang lagi, biarkan saja aku dan orang tuaku yang mengalah. Kami akan kembali tinggal di rumah kami, Mas."Kak Inggit secepatnya memotong perkataanku sebelum aku tuntas memaparkan kejadian sebenarnya kepada Bang Gagas, dia kembali bersandiwara agar lebih bisa meraih simpatik Abangku, agar dia dipandang sebagai malaikat oleh suaminya. Cuih ... dasar wanita ular bermuka dua, tak kusangka aku akan mempunyai ipar yang begitu jahat seperti Kak Inggit. Sayang sekali Abangku lelaki yang tadinya begitu baik dan begitu hormat kepada Ibu juga keluarga, bisa langsung berubah hanya karena fitnah jahat ya
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 13

"Sabar ya, Din! Doakan saja Bang Gagas segera dibukakan kembali mata hatinya." Ucap Aisyah sahabatku satu-satunya.Ya setelah keluar dari rumah, aku di minta Aisyah untuk tinggal bersamanya, kebetulan Aisyah tinggal sendiri di rumah peninggalan almarhum kedua orang tuanya.Aku hanya bisa mengangguk lemah, tak kuasa melihat wajah sendu Ibu pasti beliau begitu sakit hati dengan perlakuan Abangku, namun kasih sayangnya sebagai seorang ibu mengalahkan rasa marah dan benci dalam hatinya.Ibu akhirnya ikut bersamaku, lagipula aku pun tak akan tega meninggalkan Ibu di rumah itu bersama orang-orang yang tidak menyukainya, bisa-bisa Ibu hanya akan dijadikan pelayan di rumahnya sendiri nanti. Apalagi setelah melihat perangai Bang Gagas yang begitu keterlaluan, hanya mendengarkan dari sebelah pihak saja tanpa mau mencari tahu dulu kebenarannya seperti apa.Seminggu sudah aku tinggal bersama Aisyah, rasanya sungkan lama-lama menumpang. Walaupun Aisyah tak pernah mempermasalahkannya, namun aku tet
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 14

"Dia itu siapa sih, Mbak? laganya angkuh banget kalau tak ingat aku sangat memerlukan pekerjaan ini, sudah kutimpuk wajahnya pakai keranjang yang kubawa." Geramku kesal, ketika mengingat bagaimana cara lelaki itu membentakku tadi."Stttt ...!" Mbak Diah menempelkan jari telunjuk di bibirnya, kemudian menarik lenganku untuk mengikutinya kebelakang sambil membereskan obat yang kubawa, Mbak Diah bercerita jika lelaki itu bernama Bimo Rahardian anak dari pemilik apotek ini.Pak Bimo hanya sesekali datang ke apotek untuk memeriksa pembukuan keuangan atas perintah Pak Ardi Rahardian sang ayah, sedangkan pak Bimo sendiri memiliki perusahaan dibidang jasa, karena beliau tak tertarik sama sekali untuk meneruskan usaha yang digeluti oleh ayahnya dibidang kesehatan.Aku mengangguk faham. "Pantas saja dia begitu angkuh ya, Mbak. Rupanya dia orang berduit." Aku kembali mendengarkan cerita Mbak Diah sambil tanganku cekatan membereskan obat-obatan untuk diletakan ditempatnya."Sebenarnya dulu dia
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 15

"Apakah Anda buta atau sengaja ingin mempermalukan aku di depan umum, Pak? lihatlah aku ini sudah jauh berada di pinggir, justru seharusnya aku yang berkata apakah ini jalan nenek moyangmu sampai kamu harus memaki orang yang jelas-jelas sudah dipinggiran seperti ini!" Balasku tak mau kalah.Enak saja dia menyalahkan aku, apa matanya buta sampai tak bisa melihat jika aku berada jauh dari jalur jalan raya itu? lelaki itu menatapku tajam, tapi aku tak gentar kutatap balik manik hitam itu untuk menjelaskan padanya jika aku bukanlah wanita yang bisa ia intimidasi seenaknya. Jika kemarin di tempat kerja aku hanya menunduk diam mendengar semua bentakannya, karena menghargai dia yang anak atasanku tapi tidak saat ini, diluar jam kerja aku adalah aku dan dia hanya seorang lelaki yang tidak kukenal sama sekali. Jangan harap aku diam saja saat aku diperlakukan seenak jidat nya."Sudah sana lewat saja, toh motorku tak menghalangi jalanmu, Tuan!" Sengaja ku tekankan kata tuan untuk menyindirnya.
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 16

"Kak Inggit?" Gumamku.Wanita itu menatap lekat padaku, tak ada sapa apapun malahan kakak iparku itu seolah tak mengenaliku sama sekali."Mbak ini uangnya," lelaki yang di susul kak Inggit memberikan selembar uang kertas berwarna merah padaku."Mas ayok cepat, nanti kita terlambat!" Kak Inggit menggamit lengan lelaki itu kemudian menariknya untuk keluar dari apotek."Eh tunggu Sayang, kembaliannya belum," seru lelaki itu, menghentikan langkah Kak inggit yang terlihat tergesa-gesa. "Sudah biarkan saja untuk dia kembaliannya, anggap saja amal."Kak inggit menunjukku dengan dagunya, tepukan dari Mbak Diah mengembalikan kesadaranku seketika. Aku bergegas keluar menghampiri wanita yang bergelar kakak iparku itu, rasa penasaran yang bergelayut dari siang seolah terus menghantui. Aku tidak rela jika sampai Abangku dipermainkan oleh istrinya sendiri, apakah mungkin Kak inggit bermain belakang dari Bang Gagas, sedangkan demi perasaan wanita itu Abangku sampai tak perduli dengan perasaan Ibu
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 17

"Abang ...!" Bang Gagas terlihat begitu marah, wajahnya sudah merah padam mungkin karena melihat wajah istrinya yang tampak bonyok dimana-mana, entah bagaimana wanita itu mendapatkan tambahan lebam diwajahnya, yang jelas itu bukan karena ulahku karena tadi aku hanya menamparnya dua kali dan itu tidak mungkin sampai membuat wajahnya separah itu."Jangan berpura-pura bodoh, Din! Kamu kan yang tadi membuat Mbakmu sampai babak belur seperti ini?" Sungut bang Gagas menudingkan jarinya di keningku."Memang aku menamparnya tadi, Bang, tapi tidak sampai—" Plak ..."Jangan pernah sekali lagi menyakiti istriku, apalagi sampai membuatnya babak belur seperti ini klau tidak ingin menyesal, Din!" Perih? panas? sakit? tentu saja! Tapi rasa sakit di pipi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit pada gumpalan merah di dada ini yang terluka sangat dalam, lebih sakit rasanya ketimbang mendapatkan tamparan dari kakak sendiri yang selama ini selalu berlaku sopan dan penuh kasih terhadap siapapu
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 18

"Dina ada yang mau bertemu, Din," panggil Mbak Diah ketika aku sedang mencatat barang yang masuk hari itu."Siapa, Mbak? apa Mbak pernah lihat orang ya?" sahutku dari dalam gudang."Ituloh, Din, lelaki yang beberapa bulan yang lalu pernah ribut denganmu."Tanpa bertanya lagi, kuhentikan gerakan tanganku yang tengah mencatat obat-obatan lalu bergegas keluar menemui lelaki yang Mbak Diah maksudkan tanpa bertanya lagi padanya."Ada apa Abang menemui ku, apa istrimu itu kembali mengadu yang bukan-bukan lagi tentangku, atau tentang ibu?" ketusku sambil berpura-pura menulis tanpa mau menatap manik coklat lelaki pengganti ayah yang sebenarnya sangat aku rindukan ini."Jangan kegeeran kamu, Din! Abang kesini hanya ingin mengundang ibu datang ke selamatan 4 bulan kehamilan Inggit, acaranya diadakan hari minggu aku harap ibu bisa datang satu hari sebelumnya, kamu juga boleh datang jika kamu mau."Bang Gagas memberikan sehelai kartu undangan yang bertuliskan tasyakur 4 bulanan anak pertama Inggi
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 19

"Waduh siapa ini yang sedang makan enak gratis, ngambil lauknya banyak banget lagi apa sedang memperbaiki gizi, Bu!"Ibu yang kulihat tengah menyantap makanannya menoleh ke arah asal suara yang baru saja menegurnya, ternyata itu mulut julidh Bu Arum Ibunya kak Inggit alias besan ibu sendiri.Ibu menyimpan sendok yang dipegangnya kemudian bergegas menghampiri besannya terlihat hendak bersalaman, sebagai adab sopan santun karena saat ini Ibu merasa hanya sebagai tamu dirumah anaknya sendiri.Sejenak Bu Arum memandang angkuhnya terlihat jijik menatap lengan Ibuku yang sudah menggantung hendak bersalaman dengannya, diambilnya sehelai tisu basah lalu bungkus kan ke jemari tangan yang hendak dipakainya bersalaman dengan Ibu.Setelah itu ia buru-buru membuang tisu yang bersentuhan langsung dengan lengan Ibu seolah Ibuku itu adalah kuman penyakit yang dapat menularkan virus padanya.Kuhampiri Bu Arum lalu mengulurkan tanganku padanya untuk bersalaman, namun sebelum dia menyambut uluran tangan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 20

"kalian kalau sudah selesai berbenah baru boleh pulang, ya! Kalau mau bawa makanan sisa boleh, tapi jangan banyak-banyak seperlunya saja sisanya buat dibagikan nanti ke tetangga sekitar sini!" Bukan kata terima kasih, bukan kata tanya Ibu dan Dina sudah makan, atau sudah istirahat, tapi malah kata yang sangat menyebalkan keluar dari mulut pedas kakak iparku itu, tanpa menunggu jawaban kami dia kembali melengos pergi melenggang begitu saja seolah habis memerintahkan PRT nya saja. Benar-benar sangat teramat menyesal aku memberitahukan undangan Bang Gagas kepada Ibu, jika tahu akhirnya kami hanya dimanfaatkan tenaganya saja oleh mereka.Rasa sesak dalam dada belum bisa ku salurkan, rasanya malah semakin membuatku sulit bernafas seolah kekurangan oksigen dalam paru-paru. Ingin berteriak memaki mereka yang memperlakukan Ibuku seenaknya, tapi apalah daya Ibu pasti akan marah jika sampai aku membuat keributan di sini.Apa daya aku hanya bisa mengelus dada, menahan sekuat tenaga agar amarah
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status