All Chapters of Istri Tak Dianggap: Chapter 171 - Chapter 180
235 Chapters
Yang Kutunggu
Ibunya memang tak mengatakan apapun, tapi anggukan itu sudah cukup memberinya jawaban.Raffael berjalan lunglai ke sofa yang ada di dekatnya, dia takut kalau berdiri lebih lama akan terjatuh. Syukurlah Romeo sudah kembali masuk ke dalam di temani salah satu asisten mamanya, sehingga anak itu tidak melihatnya yang shock seperti ini. Dia saja yang laki-laki dewasa terkejut seperti ini, apalagi Romeo yang hanya anak-anak.Selama tujuh tahun ini dia selalu membayangkan bagaimana rupa anak yang gugur dalam kandungan Ana. Rasa bersalah itu terus saja menghantuinya membuatnya seperti orang gila. Raffael meremas rambutnya dengan kasar, dia bingung tak tahu harus menyikapi hal ini seperti apa. Dia bahkan tak tahu apa rasa di hatinya saat ini, kejutan ini begitu tiba-tiba. “A...apa ibu tahu sejak awal?” tanya Raffael dengan suara bergetar. “Iya, ibu bertanya langsung pada dokter, waktu itu dokter be
Read more
Licik itu Perlu
“Romeo!” Ana langsung mendorong tubuh Adam yang menghalangi pintu, dia langsung merebut putranya yang ada dalam gendongan Raffael. “Hati-hati,” kata Raffael sambil memegang pinggang Ana, saat wanita itu akan terjatuh karena bobot tubuh Romeo yang terlalu berat untuknya. Mungkin untuk laki-laki dewasa seperti Raffael ataupun Adam mungkin bobot anak itu yang hampir dua puluh lima kilo gram tidak terlalu berat, akan tetapi bagi Ana yang bertubuh mungil akan sangat berat, mungkin dia lupa kalau putranya itu bukan lagi bayi yang biasanya di gendong. Adam menghela napas, Romeo yang memang sedang tertidur lelap tampak tak terganggu dengan perebutan itu. “Biar aku yang membawa Romeo ke dalam kalian butuh bicara.” “Tidak biar aku saja yang membawanya ke dalam.” Raffael terlihat tak terima dan akan mengambil Romeo kembali dari tangan Ana. Adam menyipitkan matanya, melihat reaksi Raffael sepertinya laki-laki itu sudah tahu kenyataan
Read more
Satu Paket
Ana segera berlari masuk ke dalam rumah begitu di dengar suara tangis Romeo di dalam kamarnya, tidak biasanya anak itu menangis seperti itu, Romeo cenderung pendiam dan bersikap dewasa, kalau dia menangis pasti ada hal buruk yang terjadi. Di dalam kamar Romeo, Ana melihat Sasi yang sedang membujuk anak itu, Ana langsung melangkah dan menggantikan Sasi. Dipeluknya Romeo dengan sayang, sebenarnya dia ingin menggendong anak itu seperti dulu saat masih kecil, tapi dia sadar kalau badan Romeo sudah sangat besar dan ada kemungkinan mereka bisa terjatuh bersama jika nekad menggendongnya. “Romeo ini mama, kamu kenapa?” tanya Ana dengan khawatir. “Kenapa bisa nangis, Sas?" Ana menoleh pada Sasi tapi wanita muda itu juga terlihat kebingungan. “Aku juga tidak tahu, Mbak tadi aku masak di dapur tiba-tiba saja Romeo sudah nangis, sudah aku bujuk-bujuk tetap saja nangis,” jawab Sasi yang juga sama bingungnya. “Stt... anak ganteng mama, kenapa nang
Read more
Tersisih
Ana pikir ucapan Raffael yang akan ‘pedekate’ pada Romeo adalah isapan jempol belaka, tapi ternyata laki-laki itu serius dengan ucapannya, sudah satu minggu ini laki-laki itu mengantar jemput Romeo baik itu ke lokasi syuting atau pun ke sekolahnya. Manager Romeo sampai berkomentar. “Kurasa sopir Romeo akan minta berhenti kalau setiap hari dia tidak ada kerjaan seperti ini.” Ana hanya berdecak saja waktu itu, dia tahu kalau sopir yang dikatakan untuk Romeo tidak hanya mengantar putranya itu saja, tapi kadang juga mengantarkannya yang memang sangat malas untuk membawa mobil.Tapi yang paling membuat Ana kesal adalah waktu kebersamaannya dengan Romeo yang berkurang, biasanya dia akan mengantarkan Romeo ke sekolahnya dan sekaligus berbincang dengan putranya itu, akan tetapi sejak Romeo memiliki sopir gratisan itu Ana tentu saja enggan untuk ikut mengantar ke sekolah, karena sudah bisa dipastikan setelah itu Raffael akan pergi ke kantor. Waktu bert
Read more
Jalan Memutar
Butuh waktu satu jam bagi Romeo untuk bersiap-siap, bahkan dia lebih memilih untuk hanya memimun susunya saja dan tidak menyentuh sama sekali makanan yang dibuatkan oleh ibunya. Ana yang terlalu antusias untuk segera ‘pergi’ dari rumah ini memutuskan untuk saat ini tidak akan mempermasalahkan hal itu, dia langsung membawa makanan nasi goreng yang dia buat dalam wadah, mungkin di rumah Adam nanti dia bisa sekalian menyuapi putranya. Masa kecil yang jarang sekali bertemu makanan yang layak untuk di makan membuatnya tidak ingin membuang-buang makanan, hidupnya memang sudah lebih baik, dia mempunyai tabungan yang cukup banyak dari hasil kerja kerasnya selama ini ditambah lagi tanpa sepengetahuan Ana ternyata Raffael masih rutin mengirimkan uang dalam jumlah yang banyak ke dalam rekening pribadinya sebagai uang nafkah. Ana memang sudah menolaknya, tapi Raffael selalu berkata kalau itu adalah kewajibannya, meski Ana tak tahu apa tujuan laki-laki itu sebenarnya dengan melak
Read more
Penantian
“Ada perlu apa kamu kemari?” tanya Adam yang kebetulan membuka pintu rumahnya untuk tamu yang datang. Raffael mengangkat alisnya, sedikit tersinggung dengan smbutan Adam, dia terbiasa dihormati kemanapun dia berada. “Ini rumahku dan kita tidak ada janji bertemu.” “Aku hanya ingin bertemu Ana dan Romeo.” “Kenapa kamu mencarinya di sini, bukankah seharusnya kamu yang palijng tahu.” Rasanya Raffael ingin sekali memukul laki-laki di depannya ini, kata-kata Adam seolah sindiran untuknya yang sama sekali tak mampu menjaga istri dan anaknya, sama seperti tujuh tahun yang lalu saat Ana menghilang. “Apa begini caramu memperlakukan tamu?” “Aku hanya meniru caramu dulu.” Raffel teringat kala tidak mengijinkan Adam masuk ke dalam rumahnya saat menjemput Ana, ternyata laki-laki ini masih dendam padanya. Akan tetapi tentu saja Raffael tidak akan menyerah dia sudah jauh-jauh datang ke mari.Tidak ter
Read more
Haruskah Bertahan?
Bagi Ana perjalanan yang dia lalui kali ini terasa sangat lama dan melelahkan, bagaimana tidak dia harus terjebak dalam kecanggungan bersama Raffael, setalah mobil melaju, laki-laki itu sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun padanya, pandangannya juga lurus menatap ke depan. Ana berkali-kali melirik Romeo dari kaca spion tengah, berharap anak laki-lakinya itu berbicara apa saja, supaya suasana kaku ini bisa mencair, tapi Romeo malah asyik dengan puzzle pemberian Raffael yang tadi dia bawa. Dia seperti terjebak dalam penjara dengan sipir ganteng tapi mennyeramkan seperti Raffael, belum lagi kemacetan yang membuat perjalanan mereka semakin terasa lamaaa.“Ana bangun kita sudah sampai.” Ana langsung mengerjapkan matanya saat merasakan pipinya di tepuk seseorang, ada sorot geli saat matanya bertemu pandang dengan mata Raffael, dia mengedarkan pandangannya dan baru menyadari mereka sudah sampai di depan rumah orang tua Raffael. “Ehm
Read more
Kesempatan?
Romeo menangis memeluk mamanya yang jatuh pingsan, dia begitu takut sang mama akan meninggalkannya, Raffael juga ikut panik dia segera menggendong tubuh Ana dan membawanya ke atas ranjangnya. Sang ibu langsung berusaha membantu dengan memberikan minyak kayu putih di depan hidungnya tapi tetap saja Ana tak mau bangun. “Mama...,” rengekan Romeo kembali terdengar dia bahkan memberontak dari gendongan kakeknya dan mengampiri mamanya yang masih tetap diam. “Tubuhnya dingin sekali apa dia sakt tadi, Raff?” tanya sang ibu. Raffael menggeleng karena di benar-benar tidak tahu. “Tadi dia masih baik-baik saj asaat aku jemput di rumah Adam.” “Bawa ke rumah sakit saja, dan hubungi Adam,” kata Robert dengan tegas. “Kenapa harus Adam, dia bukan dokter dan dia bukan siapa-siapa Ana.” “Dia managernya dan orang yang paling tahu riwayat kesehatan Ana, apa kamu mau membiarkan Ana minum obat yang tidak sesuai dengan sakitnya.” Kali ini Raffel tidak bisa membantah lagi, dia langsung mengeluarkan po
Read more
Kejutan
“Apa kamu takut bertemu denganku?” tanya Raffael dengan sedih. Sudah dua hari ini Ana di rawat di rumah sakit, hari pertama saat Ana belum sadarkan diri Raffaellah yang menungguinya meski Istri Adam menatapnya dengan wajah suram, tapi laki-laki itu tak peduli dia terus saja menggengam tangan Ana sampai Romeo berkata. “Kenapa Om Raffael menggenggam tangan mama?” yang dijawab sang kakek dengan karena tangan mamanya sakit dan perlu untuk dipegangi, meski bingung tapi Romeo diam saja kerena memang di tangan mamanya dipasang semacam selang. Sedangkan Raffael sendiri yang menjadi bahan pembicaraan kedua laki-laki beda generasi itu seakan tuli, dia masih saja sibuk memegang tangan Ana sambil termenung. Luka bekas pukulan Adam memang masih sakit meski sang ibu yang terkejut melihat wajahnya yang lebam dan bajunya yang kotor langsung menyeretnya ke IGD untuk mendapat penanganan, dia juga masih bisa mendengar saat dengan suara lirik istri Adam bertanya, “Kenapa pak Raffael bisa seperti mal
Read more
Diakah Papa?
“Kamu yakin tidak mau menunggu kami saja?” tanya Adam saat menjenguk Ana. “Kalian belum tentu akan pulang cepat, lagi pula aku sudah baik-baik saja tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” “Kamu yakin akan baik-baik saja saat bertemu dengan ... Raffael?” tanya Adam menegaskan, kalau saja hari ini dia dan istrinya tidak ada pekerjaan penting tentu mereka akan dengan suka rela menjemput Ana.Kondisi Ana memang bisa dikatakan sudah baik-baik saja, wajahnya sudah memiliki rona lagi, tidak pucat seperti kemarin, tapi tentu saja itu masih membuat Adam khawatir, mana ada pasien yang baru saja keluar dari rumah sakit pulang sendiri, kalau pun ada, pasti hatinya sangat sedih karena merasa tak ada yang memperhatikannya di saat dia jatuh. “Aku... akan bertahan, kemarin dia mengunjungiku meski aku masih cemas, tapi seperti kata dokter aku harus bertekad melawan kenangan buruk itu, bagaimanapun Raffael adalah ayah Romeo aku tak mau putraku yang akan menjadi korban nantinya.” Adam sangat memahami
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
24
DMCA.com Protection Status