“Ada perlu apa kamu kemari?” tanya Adam yang kebetulan membuka pintu rumahnya untuk tamu yang datang.
Raffael mengangkat alisnya, sedikit tersinggung dengan smbutan Adam, dia terbiasa dihormati kemanapun dia berada.“Ini rumahku dan kita tidak ada janji bertemu.”“Aku hanya ingin bertemu Ana dan Romeo.”“Kenapa kamu mencarinya di sini, bukankah seharusnya kamu yang palijng tahu.”Rasanya Raffael ingin sekali memukul laki-laki di depannya ini, kata-kata Adam seolah sindiran untuknya yang sama sekali tak mampu menjaga istri dan anaknya, sama seperti tujuh tahun yang lalu saat Ana menghilang.“Apa begini caramu memperlakukan tamu?”“Aku hanya meniru caramu dulu.”Raffel teringat kala tidak mengijinkan Adam masuk ke dalam rumahnya saat menjemput Ana, ternyata laki-laki ini masih dendam padanya.Akan tetapi tentu saja Raffael tidak akan menyerah dia sudah jauh-jauh datang ke mari.Tidak terBagi Ana perjalanan yang dia lalui kali ini terasa sangat lama dan melelahkan, bagaimana tidak dia harus terjebak dalam kecanggungan bersama Raffael, setalah mobil melaju, laki-laki itu sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun padanya, pandangannya juga lurus menatap ke depan. Ana berkali-kali melirik Romeo dari kaca spion tengah, berharap anak laki-lakinya itu berbicara apa saja, supaya suasana kaku ini bisa mencair, tapi Romeo malah asyik dengan puzzle pemberian Raffael yang tadi dia bawa. Dia seperti terjebak dalam penjara dengan sipir ganteng tapi mennyeramkan seperti Raffael, belum lagi kemacetan yang membuat perjalanan mereka semakin terasa lamaaa.“Ana bangun kita sudah sampai.” Ana langsung mengerjapkan matanya saat merasakan pipinya di tepuk seseorang, ada sorot geli saat matanya bertemu pandang dengan mata Raffael, dia mengedarkan pandangannya dan baru menyadari mereka sudah sampai di depan rumah orang tua Raffael. “Ehm
Romeo menangis memeluk mamanya yang jatuh pingsan, dia begitu takut sang mama akan meninggalkannya, Raffael juga ikut panik dia segera menggendong tubuh Ana dan membawanya ke atas ranjangnya. Sang ibu langsung berusaha membantu dengan memberikan minyak kayu putih di depan hidungnya tapi tetap saja Ana tak mau bangun. “Mama...,” rengekan Romeo kembali terdengar dia bahkan memberontak dari gendongan kakeknya dan mengampiri mamanya yang masih tetap diam. “Tubuhnya dingin sekali apa dia sakt tadi, Raff?” tanya sang ibu. Raffael menggeleng karena di benar-benar tidak tahu. “Tadi dia masih baik-baik saj asaat aku jemput di rumah Adam.” “Bawa ke rumah sakit saja, dan hubungi Adam,” kata Robert dengan tegas. “Kenapa harus Adam, dia bukan dokter dan dia bukan siapa-siapa Ana.” “Dia managernya dan orang yang paling tahu riwayat kesehatan Ana, apa kamu mau membiarkan Ana minum obat yang tidak sesuai dengan sakitnya.” Kali ini Raffel tidak bisa membantah lagi, dia langsung mengeluarkan po
“Apa kamu takut bertemu denganku?” tanya Raffael dengan sedih. Sudah dua hari ini Ana di rawat di rumah sakit, hari pertama saat Ana belum sadarkan diri Raffaellah yang menungguinya meski Istri Adam menatapnya dengan wajah suram, tapi laki-laki itu tak peduli dia terus saja menggengam tangan Ana sampai Romeo berkata. “Kenapa Om Raffael menggenggam tangan mama?” yang dijawab sang kakek dengan karena tangan mamanya sakit dan perlu untuk dipegangi, meski bingung tapi Romeo diam saja kerena memang di tangan mamanya dipasang semacam selang. Sedangkan Raffael sendiri yang menjadi bahan pembicaraan kedua laki-laki beda generasi itu seakan tuli, dia masih saja sibuk memegang tangan Ana sambil termenung. Luka bekas pukulan Adam memang masih sakit meski sang ibu yang terkejut melihat wajahnya yang lebam dan bajunya yang kotor langsung menyeretnya ke IGD untuk mendapat penanganan, dia juga masih bisa mendengar saat dengan suara lirik istri Adam bertanya, “Kenapa pak Raffael bisa seperti mal
“Kamu yakin tidak mau menunggu kami saja?” tanya Adam saat menjenguk Ana. “Kalian belum tentu akan pulang cepat, lagi pula aku sudah baik-baik saja tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” “Kamu yakin akan baik-baik saja saat bertemu dengan ... Raffael?” tanya Adam menegaskan, kalau saja hari ini dia dan istrinya tidak ada pekerjaan penting tentu mereka akan dengan suka rela menjemput Ana.Kondisi Ana memang bisa dikatakan sudah baik-baik saja, wajahnya sudah memiliki rona lagi, tidak pucat seperti kemarin, tapi tentu saja itu masih membuat Adam khawatir, mana ada pasien yang baru saja keluar dari rumah sakit pulang sendiri, kalau pun ada, pasti hatinya sangat sedih karena merasa tak ada yang memperhatikannya di saat dia jatuh. “Aku... akan bertahan, kemarin dia mengunjungiku meski aku masih cemas, tapi seperti kata dokter aku harus bertekad melawan kenangan buruk itu, bagaimanapun Raffael adalah ayah Romeo aku tak mau putraku yang akan menjadi korban nantinya.” Adam sangat memahami
Ana tidak pernah suka berbohong ataupun dibohongi. Dulu orang tuanya menanamkan kebiasanan untuk tidak berbohong dengan begitu ketat, tapi saat beranjak dewasa, Ana tah saat-saat tertentu dia harus berbohong berbagai hal, diantaranya adalah pernikahannya yang tak seperti yang orang lihat. Dan sekarang dia harus berbohong pada anaknya untuk menutupi siapa ayah anak itu, Ana merasa belum siap mengatakan pada Romeo tentang semua ini. “Kita bicara nanti ya, Nak, bisik Ana lembut pada putranya yang memeluknya dengan erat. Ana memeluk erat putranya, dia juga bingung akan menjawab apa, Raffael memberi isyarat untuk diam saja tanpa menjawab sepatah kata pun. “Orangku sudah datang kita siap-siap pergi, ingat hanya senyum saja pada wartawan dan jangan menjawab apapun,” bisik Raffael pada Ana, dia langsung mengangkat tubuh Romeo kembali dalam gendongannya dan meminta Sasi untuk membawa barang bawan mereka, untunglah hanya sebuah tas jinjing saja.
“Selamat pagi anak tampan,” sapa Sandra yang pagi ini sudah datang kembali ke villa yang ditempati Ana dan Romeo. Romeo yang sedang bermain dengan kelinci kecil peliharaan penjaga villa menoleh sebentar dan tersenyum menatap Sandra. “Selamat pagi, oma,” katanya lalu kembali asyik bermain dengan kelinci itu lagi, membuat Sandra mengerutkan keningnya dengan heran. Ana yang juga memperhatikan mereka sambil membaca buku hanya bisa menghela napas sedih. “Romeo kenapa, An apa dia tidak suka tinggal di sini,” kata Sandra saat mendekati Ana. Sandra memeluk wanita yang lebih muda itu sebentar sebelum duduk di sampingnya dan mengawasi Ana yang juga membaca buku dengan wajah murung.“Kamu juga terlihat ehm... mendung, ada apa sebenarnya?” tanya Sandra dengan lembut. Ana tahu sangat tidak sopan kalau harus mencerca Sandra juga yang telah memberi mereka tumpangan tinggal, tapi hatinya begitu gelisah. “Apa Raffael belum memberi kabar, Bu?” tanya Ana, yang membuat mata Sandra berbinar dengan b
Bagi Bella tentu saja bukan hal yang sangat sulit untuk mengganti dengan materi semua kerugian yang disebabkan olehnya. Dia berasal dari keluarga kaya, juga selama menjadi istri Raffael dia sudah banyak mengumpulkan uang yang bisa menunjang semua penampilan dan kehidupannya yang memang hedon. Akan tetapi tentu saja, kejadian yang masih ada hubungannya dengan Raffael ini membuatnya memiliki pemikiran lain, dia bertekad harus bisa memanfaatkan momen ini untuk kembali dekat dengan Raffael, dia tahu tanpa Raffael uang yang dia miliki tidak akan berguna. “Bagaimana mungkin kamu bisa mengamuk seperti orang gila seperti itu, mama malu pada teman-teman mama!” baru saja Bella sampai di rumah orang tuanya sudah disambut sang mama dengan ocehan yang membuat telinganya pengang. “Sudah, Ma, kita beri kesempatan Bella untuk masuk dulu dan beristirahat,” kata sang ayah. “Itu yang membuatnya selalu bermasalah, kamu terlalu memanjakannya! Lihat kelakuannya!”
Ternyata memutuskan untuk tidak menjadi pecundang tak semudah yang Raffael bayangkan. Mengakhiri dan melepas secepatnya tentu saja menjadi impian terbesarnya saat ini. semua belenggu yang sudah mengikatnya sejak dia memasuki masa remaja, membuatnya terpenjara dalam rasa yang membuatnya hampir gila, tidak mudah memang melepaskan apa yang telah dia perjuangkan hampir separuh usianya dan itu karena... cinta. Sekarang demi cinta juga dia harus melepas semuanya, dia seorang ayah, meski sang anak bahkan belum pernah memanggilnya dengan sebutan ayah atau papa, tapi tetap saja dia mencintai anak itu lebih dari dirinya sendiri, padahal kalau diapikir secara logika mereka baru saja bertemu tapi rasa cinta yang dia miliki untuk anak itu sangat besar bahkan dia rela mengorbankan apapun untuk tetap melihat sang anak tersenyum. “Aku tahu kalau anak itu anakmu dan Ana, apa kamu ingin dia tahu kalau ibunya adalah wanita yang telah merusak kebahagiaan kita,” kata Bella