All Chapters of Saat Hati Harus Kembali Terbagi: Chapter 31 - Chapter 40

55 Chapters

31

"Alhamdulillah keadaan janin ibu sehat wal'afiat, tapi memang kehamilan ibu ini agak lemah. Jadi yang penting habis ini ibu harus bed rest, ya? Jangan kebanyakan gerak dulu." Aku menghembuskan napas lega mendengar jawaban dokter itu. Segera ku elus perut yang masih rata itu sembari tersenyum dan berbisik dalam hati, 'Terimakasih sudah bertahan, Nak. Kita akan berjuang bersama untuk mendapatkan perhatian papamu dan keluarganya.'"Kalau begitu kami permisi dulu. Tolong dijaga, supaya pasien tidak terlalu banyak gerak." Dokter tadi bicara dengan ibu mertua. Wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis.Setelah pintu ruangan kembali ditutup, ibu mertua menghampiriku."Kamu kuat, kan? Jadi aku rasa kamu bisa jaga diri sendiri. Seperti yang kukatakan tadi, aku tak punya banyak waktu untuk menungguimu disini. Lagi pula, hari ini aku ada janji bertemu dengan Alana, cucuku." Ibu mertua bersiap-siap, sepertinya wanita itu hendak pulang. Tega sekali wanita itu! Dia membiarkan aku sendiri di
Read more

32

Beberapa hari bedrest di rumah tanpa mengerjakan apa pun membuatku suntuk dan bosan. Tapi aku sedikit senang, karena dengan begitu waktu mas Hanan lebih banyak denganku di rumah daripada kerja.Seperti hari ini, saat tengah hari aku tiba-tiba ingin sekali makan rujak yang dijual dipinggir jalan. Jadi aku keluar bermaksud mencari mas Hanan untuk mengajaknya menemaniku nyari rujak.Sesampainya diluar, ternyata mas Hanan sedang duduk di ruang tv dan ditemani dengan segelas kopi. Dia sedang sibuk bermain ponsel, hingga suaraku begitu mengejutkan untuknya. Aku heran, kenapa lelaki itu sering sekali kagetan begitu? Dah kayak cewek aja, latah!"Eh, Yank! Kamu ngagetin mas," katanya mengelus-elus dada. Ponsel yang tadi dia pegang sudah disimpan kembali."Kamu aja yang terlalu kagetan. Orang aku manggilnya baik-baik, kok!" balasku tak terima disalahkan. Lelaki itu malah cengengesan sambil menggaruk tengkuknya."Ada apa, Yank? Kamu nggak istirahat?" Mas Hanan kembali bertanya saat aku sudah dud
Read more

33

"Kita balik aja, Mas!" Aku langsung berbalik dengan air mata yang siap tumpah.Aku terus berlari diantara kerumunan pengunjung yang hendak masuk dan keluar. Hatiku sakit sekali melihat kebahagiaan bapak dan ibu ditengah-tengah Aluna. Kenapa perempuan itu selalu terlihat beruntung? Arrghhh! Aku semakin membenci mantan istri suamiku itu.Air mata yang sejak tadi kutahan tumpah begitu aku sampai di parkiran. Aku benci dengan situasi ini, benci sekali! Kenapa takdir seakan tak pernah memihakku?"Yank, kenapa kamu malah pergi? Bukannya tadi kamu yang bersikeras mau menemui bapak dan ibumu? Kenapa sekarang berubah pikiran?" Mas Hanan menyusulku. Dia mencecarku dengan pertanyaan yang membuat kepalaku semakin pening."Kita balik sekarang. Aku mau istirahat di rumah," kataku tanpa menjawab pertanyaannya.Mas Hanan menghembuskan napas kasar. Dan segera masuk kedalam mobil, menyusulku. Selama perjalanan menuju rumah, aku tak sedikit pun bersuara. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, bahkan jajana
Read more

34

"Kamu ini kenapa, sih, Mas? Kok, sampai segitunya?" kesalku."Eum ... anu ... Cincin itu sekarang dimana?" Nada suara mas Hanan terdengar panik. Sebenarnya kenapa laki-laki itu?"Masih sama aku ini. Kenapa, sih, Mas? Kenapa kamu panik begitu?" "Cincinnya kamu simpan, ya! Nanti mas ceritain semuanya," sahut mas Hanan."Tapi–"Tut! Aku tak sempat menyelesaikan kalimatku, karena mas Hanan sudah lebih dulu memutuskan sambungan telepon. Aku mendengus kesal, dan memutuskan menyimpan kembali cincin yang tadi kutemukan. Aku akan menunggu mas Hanan pulang, penasaran dengan apa yang akan dia ceritakan.****Aku baru saja selesai menyiapkan makan malam, setelah itu duduk di teras sambil menunggu kepulangan mas Hanan.Matahari sudah mulai tenggelam, tapi mas Hanan belum juga pulang. Aku sampai bosan menunggunya, karena sudah sejak tadi duduk sendiri di teras, tapi dia belum juga muncul.Karena merasa bosan, aku memutuskan masuk kedalam rumah. Baru saja aku hendak membuka pintu, suara klakson mob
Read more

35

Aku meremas kuat-kuat rantang yang sejak tadi kupegang. Sakit sekali rasanya dibohongi oleh suami sendiri. Apa alasan laki-laki itu sebenarnya? Kemana dia setiap jam makan siang?"Bu, maaf? Apa tidak sebaiknya ibu hubungi pak Hanan lebih dulu, supaya bisa memastikan dimana dia sebenarnya?" Suara pria itu kembali terdengar. Aku tersentak dan kembali tersadar.Satpam itu benar. Aku harus menghubungi mas Hanan lebih dulu. Apa dia akan kembali berbohong, atau tidak?Aku mengangguk, dan segera mengeluarkan ponsel. Aku langsung membuka aplikasi WhatsApp, mencari kontak mas Hanan dan menghubunginya."Halo, Nay. Ada a–""Kamu lagi dimana, Mas?" Aku langsung memotong ucapan mas Hanan."Ahm ... di kantor lah, Yank. Dimana lagi memangnya?" Ternyata dia benar-benar membohongiku. Dadaku semakin bergemuruh hebat."Jangan bohong, Mas! Kamu lagi dimana sekarang?" tekanku dengan emosi tertahan."Bohong apa, sih, Yank? Kamu ini kenapa? Siapa yang berbohong memangnya?" Rupanya dia masih saja berkelit."
Read more

36

Author POV Hanan bergegas menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah tergesa. Setelah mendapat kabar dari sang ibu, dia segera meninggalkan kantor dan menuju rumah sakit."Permisi, Sus. Pasien atas nama Nayma di ruangan mana, ya?" tanya Hanan pada salah satu perawat yang sedang berjaga."Sebentar saya cek, ya, Pak," sahut perawat tadi, Hanan mengangguk dan menunggu dengan cemas.Tak lama sang perawat berdiri dan memberitahu dimana ruangan tempat Nayma berada. Gegas Hanan beranjak dari sana dan segera menemui sang istri.Ayunan kaki laki-laki itu tiba-tiba memelan begitu ia melihat siapa yang sedang duduk di kursi tunggu didepan sana. Pasangan suami istri berusia senja itu duduk dengan raut gelisah yang tak bisa mereka sembunyikan. Berulang kali Narti melongok kedalam, dia cemas ingin tau keadaan sang putri, tapi tak mungkin masuk karena ada Aluna didalam. Terlebih Rosidin tak sedikit pun mengizinkan istrinya bertemu dengan putri mereka."Ba–pak, Ibu? Kalian disini?" Rosidin dan Na
Read more

37

"Padahal apa, Mas?" Aluna menatap Hanan penuh intimidasi. Dahi perempuan itu mengernyit heran, dia semakin menaruh curiga, termasuk pada Rosidin dan Narti.Sikap keduanya kerap mengundang curiga, terlebih setelah pertemuan mereka dengan Nayma untuk pertama kalinya waktu itu."Ahm ... anu ... itu–""Lebih baik kalian pergi dari sini. Aku ingin istirahat," usir Nayma. Dia tak tahan melihat raut cemas kedua orang tuanya. Dia tau, pasti mereka tak ingin Aluna tau tentang hubungan mereka.Awalnya Widya ingin memarahi Nayma, karena sudah berani mengusir mereka. Tetapi Aluna langsung menahan lengan wanita itu.Aluna, Widya dan orang tua Nayma memutuskan pergi dari sana. Sepeninggal mereka, keheningan menyapa ruang rawat Nayma. Hanan tak berani bersuara, terlebih melihat raut wajah Nayma yang tampak sedih."Yank, kamu ... nggak apa-apa, kan?" Hanan mendekati ranjang Nayma.Nayma yang sedang duduk memeluk lutut menoleh begitu mendengar pertanyaan basa-basi suaminya itu. Perempuan itu menatap t
Read more

38

"Maafkan, kami Non Luna. Kami tidak bermaksud menyembunyikan ini semua. Hanya saja–" Rosidin menjeda ucapannya, dia kembali menunduk tak sanggup melanjutkan kalimatnya.Aluna yang masih syok tetap bergeming ditempatnya. Perempuan itu sibuk dengan pikiran yang berkecamuk. Kenapa dunia sesempit ini? Kenapa Nayma harus memiliki hubungan dengan dua orang yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri?"Ini tidak benar, kan? Ini hanya bohong, kan, Mbok, Pak?" Lirih Aluna. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, membuat rasa bersalah kian menjalari hati Rosidin dan Narti."Maaf, Non. Maaf," ulang Rosidin. Tak ada kata lain yang sanggup keduanya utarakan selain kata maaf. Narti malah semakin terisak, rasa bersalah benar-benar sudah menyesaki hatinya.Aluna menghembuskan napas kasar. Kemudian menarik napas dalam, dan membuangnya secara perlahan. Semua itu dia lakukan berulang, agar ketenangan segera menghampiri. Karena kenyataan yang ia dengar saat ini benar-benar mengejutkan."Apa i
Read more

39

"Nay?" Hanan menatap Nayma terkejut. Perempuan itu membalas tatapan Hanan dengan tangan terlipat di dada. Dia ingin melihat, apa kali ini suaminya akan menurut?"Jangan bercanda, Yank. Kamu tau sendiri, kan? Nyari kerjaan sekarang ini susah, lho. Kalau aku harus resign, gimana dengan kita? Kita butuh tabungan, kamu lagi hamil, nggak lama lagi lahiran. Terus kalo nggak dari sekarang nabungnya, kapan lagi?" Hanan mencoba melontarkan alasan yang menurutnya bisa Nayma tangkap."Ya, tinggal cari kerjaan lain! Aku nggak masalah kamu kerja apa aja, gaji kecil pun aku nggak masalah. Yang penting kamu punya banyak waktu untuk aku dan calon anak kita. Tau nggak, sih, Mas? Waktu kebersamaan itu lebih berharga dari segalanya." Nayma masih tetap bersikeras dengan keputusannya."Kamu salah, Nay. Kamu lupa? Sebuah kebahagiaan itu tercipta bukan hanya soal waktu bersama, tapi juga uang yang banyak. Uang adalah segalanya. Kebahagiaan bisa dibeli dengan uang. Kalau aku kerja dengan gaji kecil, yakin ka
Read more

40

Hanan cepat-cepat menepis pikirannya, dia dan Aluna sudah berpisah, tak seharusnya dia memikirkan hal itu lagi. Laki-laki itu bergegas membuka pintu mobil, dan segera tancap gas menuju rumah.Disisi lain, meski masih kesal dengan suaminya, Nayma tetap menjalankan kewajibannya di rumah, yakni memasak. Seperti siang ini, baru saja selesai memasak untuk makan siang. Perempuan itu memilih ngadem di halaman belakang, karena biasanya jam segitu angin sepoi-sepoi akan setia membelai kulit.Tak lama terdengar klakson mobil diluar, Nayma tau itu jelas Hanan–suaminya. Biasanya dia akan langsung berlari keluar dan menyongsong suaminya, tapi tidak untuk sekarang. Hatinya masih saja membeku, meski sudah melihat sendiri bagaimana upaya Hanan untuk berubah selama beberapa hari ini."Assalamu'alaikum, Yank!" seru Hanan begitu masuk. Lelaki itu heran karena melihat keadaan rumah begitu sepi. Biasanya, meski tak menyambutnya kedepan, Nayma duduk di ruang tengah sambil menonton TV. Hanan mencoba mencar
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status