Aku menatap mas Hanan, mencoba meyakinkan diriku sendiri jika mas Hanan tidak mungkin mengkhianatiku. Dia sangat mencintaiku, bahkan ia rela meninggalkan istri dan anaknya demi bisa menikahiku."Mas, kamu janji, ya? Jangan main hati dengan bosmu itu," pintaku dengan tatapan memohon. Mas Hanan mendengkus kasar, dia sepertinya kesal denganku."Kamu itu kenapa, sih? Nggak percayaan banget jadi orang. Seharusnya kamu itu nyemangatin aku, bukannya malah curiga begini!" gerutunya."Tinggal janji aja apa susahnya, sih, Mas? Setidaknya kamu itu yakinin aku, supaya aku nggak berpikiran buruk. Wajar, dong, aku curiga? Aku ini istrimu!" balasku tak terima."Terserah kamu, deh! Mau curiga apa gimana pun terserah. Yang pasti, niat aku hanya satu, kembali bekerja dan menghasilkan uang untuk bisa memenuhi kebutuhanmu." Mas Hanan berlalu ke kamar. Meninggalkan aku yang masih saja mematung disana.Mendengar kalimat mas Hanan yang terakhir, seketika rasa sesal menghampiriku. Bagaimana bisa aku berpikir
Baca selengkapnya