Home / Pernikahan / Suami Preman Ternyata Sultan / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 81 - Chapter 90

230 Chapters

81. Dituduh Tak Perawan

"Katakan pada putra pertama Tuan Husein bahwa ibu adalah pembunuh Qansha, bukan aku pembunuhnya. Aku sama sekali nggak tau apa- apa soal itu. Aku hanya diperalat, dijadikan alat untuk meracuni Qansha tanpa aku tahu kejadian yang sebenarnya,” ucap Qizha.Agatha membelalak. "Ibu nggak mau?" tanya Qizha.Agatha menelan saliva sembari menatap Qizha dengan tajam."Aku nggak memaksa ibu untuk melakukan kebohongan, kejahatan, atau mencelakai orang lain. Tapi aku minta supaya ibu bertanggung jawab atas perbuatan ibu. Ibu mengakuinya, jangan kambing hitamkan aku. Selama ibu nggak bisa melakukan hal itu, maka aku nggak bisa terima ibu," sambung Qizha."Huh, kau pikir aku akan mengemis kepadamu? Kau pikir aku nggak bisa hidup tanpamu? Ayam saja masih bisa berkais mencari makan sendiri, apa lagi aku. Jangan pikir aku akan mati hanya karena hidup terlantar. Aku masih bisa hidup walau pun kau tak mau membantuku! Anak terkutuk! Nggak tau balas budi! Nggak tau berterima kasih." Agatha melotot, leher
Read more

82. Tragedi Pahit

Qizha menatap tenang wajah di atasnya yang dipenuhi dengan kilat amarah. Ia menyentuh pipi Qasam dan mengelusnya. Kemudian, ia raih caruk leher Qasam dan ditariknya hingga kepala Qasam mendekat ke arahnya. Bibirnya mengecup bibir Qasam lembut. Meninggalkan sesuatu yang basah di sana. "Aku hanya melakukannya dengan suamiku sendiri," bisik Qizha sambil mengusap- usap dada Qasam yang sedikit berbulu.Ya ampun, adegan begini benar- benar sangat sulit dilakukan olehnya. Ia merasa seperti seorang pelacur di depan suaminya sendiri."Aku tidak bodoh!" Qasam menatap kesal."Aku juga nggak bilang begitu." Qizha tersenyum."Aku akan menghukum kesalahanmu ini." Qasam menyentak tangan Qizha."Dimana letak dosaku saat aku melakukan itu hanya kepada suamiku sendiri. Cuma kamu yang menyentuhku. Nggak ada lelaki lain.""Nyatanya aku nggak lihat darah. Selaput daramu sudah lepas. Kau pasti melepasnya kepada pria beruang. Kau pasti dengan bangga bisa tidur bersama lelaki kaya,” hardik Qasam."Tanyakan
Read more

83. Harus Pergi

Cerai?Qizha tersentak mendengar perkataan Qasam. Sebenarnya ia merasa senang karena terlepas dari pria ini. Tapi setengah hatinya juga merasa takut karena sama saja ia kehilangan wadah untuk dapat mendekati Qasam, ia kehilangan waktu untuk bisa mengubah cara pandang pria itu terhadapnya.Qasam tak dapat mengambil kesimpulan dari ekspresi wajah Qizha yang tegang itu."Baik, aku bukan istrimu lagi. Dan jika kamu merasa ingin memberikan hukuman mati pada orang yang telah menyebabkan kematian adikmu, lakukanlah!" ucap Qizha pasrah. Qasam mengeluarkan senjata api dari balik jas yang dia kenakan. Menodongkannya ke arah Qizha. "Selamat tinggal. Pergilah ke neraka!" Telunjuk Qasam menyentuh pelatuk. Qizha memejamkan mata. Setelah ini apakah ia akan bertemu dengan malaikat pencabut nyawa? Seperti apa seramnya mereka? Alam kubur, semoga di sana tidak segelap yang ia bayangkan.Dor!Tembakan melesat.Qizha terkejut. Ia.memegang kepalanya. Masih utuh. Bahkan tidak ada rasa sakit sama sekali d
Read more

84. Pernikahan Qasam

"Loh, Mbak Qizha mau kemana?" tanya tetangga yang sedang menyapu halaman rumah. Ia berhenti menyapu dan menghampiri Qizha yang berjalan menenteng tas besar."Mau pindah kontrakan, Bude," jawab Qizha canggung. Senyumnya kaku."Lah, kok pindah? Kenapa? Terus suamimu dimana?" Wanita paruh baya yang ramah itu melongok ke kanan kiri mencari keberadaan Qasam yang selama ini tampilannya kelihatan amburadul dan jarang pulang."Mm.. dia kerja.""Nggak ikut sama kamu?"Qizha menggeleng dengan senyum.Melihat sikap Qizha, wanita tua itu mengerti bahwa terjadi sesuatu yang tidak baik dalam rumah tangga Qizha."Jadi kamu mau pindah kemana, Mbak Qizha?"“Belum tau, Bude. Semoga secepatnya dapat rumah yang tepat.”“Apa nggak mau nginep di rumah Bude dulu?” Wanita itu menatap iba. “Nggak apa- apa kok. Bude kan tinggal sendirian.”Qizha menggeleng. Bahkan orang lain yang tidak ada hubungan darah pun merasa ingin membantu. Namun Qizha tak bisa berharap lebih pada orang yang tidak memiliki ikatan
Read more

85. Akad Nikah

Qasam dan Ameena saling bertatapan. Paduan antara tatapan Ameena yang penuh cinta dan tatapan kebahagiaan di mata Qasam membuat aura cinta makin menyala."Ayolah, nanti saja kemesraan itu dilanjutkan. Kalian bisa lakukan itu sepuasnya setelah ini. Orang- orang sedang menunggu!" ungkap Amira yang berdiri di barisan belakang dengan suara keras yang terdengar penuh kebahagiaan. Ia tak sabar melihat cucunya menikah.Qasam pun tersadar dan segera membelokkan langkah menuju ke pintu yang menghubungkannya ke sebuah bangunan buatan. Sepasang pengantin terlihat seolah menaiki pesawat yang mengudara di atas ruangan yang dipenuhi lautan manusia, ia nyaris seperti berada di awan buatan yang kemudian pesawat mini tersebut menurunkannya ke karpet merah panjang, disaksikan oleh semua mata.Seluruh yang hadir pun takjub menyaksikannya.Ameena merangkul satu lengan Qasam dengan pipi merona merah. Ia tampil anggun dalam balutan gaun mewah berwarna putih.Musik dengan nada romantis menyambut kedatangan
Read more

86. Hancur Segalanya

"Baiklah, silakan diulang!" Penghulu mempersilakan wali nikah dan calon mempelai pria untu kembali berjabatan tangan.Mereka mengulang ijab qabul. Qasam kembali mengulang lafaz yang ia ucapkan setelah Irham lebih dulu mengucap ijab.Saya terima nikah dan kawinnya Ameena Lyn binti Irham Subrata dengan mahar...."Jreeeeng....Suara musik terdengar keras membahana. Proyektor yang sinarnya menembak langsung ke kain putih dengan ukuran lebar sekali, menunjukkan sebuah video dimana sosok pria berpenampilan preman tengah bercinta dengan seorang wanita, yang tak lain wanita itu adalah Qizha. Namun visual di video itu tidak begitu jelas karena sorotan kamera tidak menyorot langsung ke arah dua insan yang sedang bercinta itu. Sesekali wajah Qasam yang berada di atas itu tersorot meski hanya sebagian saja. Berikutnya, video dipotong, langsung ke adegan selanjutnya. Tampak sosok berwajah cokelat dengan rambut gondrong yang terlihat seperti preman itu masuk ke kamar mandi, lalu keluar dengan
Read more

87. Dihakimi

Qasam kembali menghela napas untuk menenangkan dirinya sendiri. “Ada orang yang sengaja ingin menghancurkan pernikahanku dengan Ameena.”“Tidak peduli dengan siapa pun yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Tapi fakta itu menjelaskan bahwa kau sudah berkhianat dan mempermalukan keluarga ini. Sebelum kau bertindak, seharusnya kau pikirkan dulu resikonya. Kita punya nama besar. Dan kau berani melakukan ini! benar- benar memalukan!” hardik Husein dengan keras, kemudian melangkah pergi bersama kemarahannya.“Kita pulang!” Amira melangkah pergi, mengajak suaminya.Alka mengikuti sang istri meninggalkan rumah.Wafa tak bisa berkata apa- apa. gadis itu berlari masuk kamar. Ia prihatin dengan keadaan kakaknya, yang jelas hancur dan tersudut di hari pernikahannya yang gagal. Sangat menyedihkan. Bahkan perbuatannya itu sampai harus diketahui oleh khalayak umum. Meski merasa prihatin, namun Wafa juga tidak bisa membenarkan perbuatan kakaknya.“Tidak seperti yang mama pikirkan, semua ini benar- be
Read more

88. Apakah Mati?

Qasam berjalan mendekati pintu kamar Ameena, ia berhenti di ambang pintu melihat situasi di dalam melalui pintu yang terbuka. Gadis itu tengah berada di atas kasur dengan bantal disusun gak tinggi di belakang hingga posisinya setengah duduk. Pembantu duduk di hadapannya menyuapi makan. "Ayo, dimakan Non. Nanti Non sakit. Sudah sejak kemarin Non nggak makan loh, saya jadi takut dimarahi Nyonya besar sama Tuan besar," bujuk pembantu itu dengan lembut. "Ayo makan Non. Saya sedih lihat Non begini. Kejadian yang menimpa Non ini adalah ujian. Jangan terlalu larut, Non. Kasiani diri Non. Justru Non harus merasa bersyukur karena diperlihatkan sejak sekarang siapa calon suami Non yang sebenarnya, jadi Non nggak terlambat menyadarinya. Biarkan saka lelaki begitu, Non. Non berhak hidup bahagia. Yang sabar ya, Non." Pembantu bicara panjang lebar demi menenangkan.Qasam membeku di tempat, menatap Ameena dengan sedih. Air mata Ameena menetes deras. Kemudian wanita itu sesenggukan dalam tangis ya
Read more

89. Pembicaraan Serius

"Kenapa jadwal kerjaku tidak disusun? Tadi seharusnya aku ada meeting, sekarang aku ada pertemuan dengan Pak John. Tapi aku tidak tahu dengan jadwal itu,” tegas Qasam pada asistennya, Fahri.“Qizha sudah beberapa hari tidak mausk kerja, tanpa kabar.” Fahri ingat kejadian di pesta pernikahan Qasam. Ia berada di acara itu ketika kekacauan terjadi. Dan ia memahami perasaan Qasam yang sedang tidak baik- baik saja.Qasam memutar mata sambil geleng kepala singkat mengingat foto yang dikirimkan oleh Hasan. Qizha dalam keadaan sekarat atau bahkan sudah mati?“Apakah Qizha tidak memberi tahukanmu atas ketidak hadirannya itu?” tanya Fahri agak segan. Ia tahu letak permasalahan antara Qizha dan Qasam.“Lupakan!”“Atau sudah ada nama sekretaris yang baru? Mungkin kau ingin menggantinya?”“Tidak. Tidak akan ada penggantian sekretaris.”“Lalu?” Fahri bingung. “Sebelum Qizha masuk, seluruh jadwal kerjaku diatur olehmu kan? jadi kau handle kembali tugas itu.”Fahri menghela napas panjang.
Read more

90. Mencari Qizha

“Mama!” Qasam mengetuk pintu kamar Habiba. Sudah beberapa hari Qasam didiamkan oleh mamanya. Bahkan ketika Qasam menelepon mamanya pun tak pernah dijawab. Habiba diajak ngomong pun tak menyahut. Qasam tak sanggup diperlakukan begini oleh mamanya.Tak ada sahutan dari dalam kamar.“Aku masuk, Ma!” Qasam menekan handle dan masuk kamar.Habiba sedang duduk, menulis di meja. Ia mengenakan kaca mata, lampu meja menyorot bukunya.Qasam menarik kursi dan duduk di depan mamanya, berbatasan dengan meja.“Ma, tolong jangan diamkan aku. Bicaralah padaku! Aku seperti orang mati kalau diperlakukan begini oleh mama. Aku tidak peduli jika semua orang mengacuhkan aku, tapi jangan mama.” Qasam berucap lembut.Habiba masih diam, terus menulis. Seolah tak ada orang yang mengajaknya bicara.“Ma, aku masih anakmu, kan? Pernyataan mama yang bilang tidak akan mengakuiku lagi sebagai anak itu tidak terjadi kan? jawab, Ma!” lembut Qasam lagi.Habiba mengangkat wajah. Melepas kaca matanya dan menat
Read more
PREV
1
...
7891011
...
23
DMCA.com Protection Status