Home / Pernikahan / Suami Preman Ternyata Sultan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 91 - Chapter 100

230 Chapters

91. Kaget

Qizha membuka mata, ia menatap langit- langit kamar. Lampu- lampu yang menyort membuatnya silau setelah entah berapa lama ia tak sadarkan diri.Lampu? Kenapa di kuburan ada lampu?Eh, jadi Qizha masih hidup? Kirain sudah mati.Di sekeliling terdapat peralatan medis. Ia berbaring di atas bed tempat biasa orang sakit dibaringkan.Fix, Qizha sekarang sedang berada di rumah sakit.“Selamat malam!” suster masuk, tersenyum ramah. Kemudian mengecek kondisi Qizha. “Udah berapa lama aku di sini, Sus?” lirih Qizha masih lemas.“Sudah dua hari. Nona kehabisan banyak darah.”Qizha hendak bangkit namun suster menahannya. “Jangan banyak gerak dulu, Nona. Luka di perut memang sudah kering, tapi Nona masih harus menjalani perawatan intensif.”Qizha mengangguk.“Siapa yang membawaku kemari?” tanya Qizha. Penasaran. Seingatnya, ia terbaring lemah tak berdaya di tanah setelah mendapat tusukan dari orang tak dikenal. Mungkin orang asing yang mencelakainya itu adalah orang suruhannya Qasam.
Read more

92. Memohon

Tatapan Qasam menyorot tajam pada Qizha. “Mau kemana kau?”Qasam menatap infus yang sudah dilepas.“Kabur?” tanya Qasam lagi. Ia maju dan meraih pergelangan tangan Qizha.“Aku akan teriak kalau kamu macam- macam.” Qizha panik.“Teriak saja! kau pikir aku manusia bodoh yang akan bertindak gegabah di tempat umum begini? santai saja dulu!” tegas Qasam membuat Qizha menyadari satu hal, bahwa memang benar Qasam tak akan mungkin berbuat hal buruk terhadapnya di tempat umum begini.Di luar, orang- orang lalu lalang.Tepat saat itu, dokter pun masuk. Sosok berpakaian putih itu ternyata dikenal oleh Qasam. Inez, tantenya Qasam, yang tak lain juga ibunya Hasan.Ini kebetulan atau sudah dikondisikan hingga Inez sendiri yang menjadi dokter untuk Qizha? Pertanyaan itu berputar di kepala Qasam.“Qasam, kau di sini?” tanya Inez. “Oh ya, ini kenapa pasienku berada di sini? Bukankah seharusnya dia berbaring di sana?” Inez menunjuk bed. Juga menatap infuse yang dilepas sembarangan.“Aku hanya
Read more

93. Ancaman Qasam

Seketika wajah Qizha yang dibalut kesedihan dan air mata itu berubah jadi bingung. Loh, kok bisa? Bukankah Qizha hampir mati akibat ulah Qasam?“Jangan berbohong! Jelas- jelas aku hampir mati. Siapa pelakunya kalau bukan orang suruhanmu? Bukankah terakhir kali kamulah yang mengatakan kalau kamu akan mengirim orang suruhan untuk melenyapkan aku? Ini nggak lucu! Kamu jangan menghindar hanya karena nggak mau dituduh pembunuh!” ungkap Qizha.“Aku tidak sepertimu. Yang dengan entengnya melenyapkan nyawa, karena aku tahu itu sama saja mendahului Tuhan. Mengambil nyawa yang diciptakan Tuhan hanyalah tugas Tuhan sendiri dan aku tidak boleh ikut campur. Tugasku hanya untuk membuat air matamu kering, itu saja!” balas Qasam.“Jadi kamu pikir aku punya musuh? Menurutku hanya kamu satu- satunya orang yang menginginkan kematianku.”“Sangat disayangkan jika kamu terlalu cepat mati, lebih baik hidup dan merasakan penderitaan, istriku.”“Kamu sudah menalakku. Aku bukan istrimu lagi.”“Qiz
Read more

94. Ikut Qasam Pulang

Qizha turun dari mobil, mengikuti Qasam yang sudah lebih dulu turun. Rupanya ia dibawa ke rumah milik Qasam. Entah apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya di sana. Qizha menunggi di sisi mobil disaat Qasam menjauh untuk menelepon. Sepertinya Qasam terlibat pembicaraan serius dan tak ingin pembicraaannya itu didengar oleh Qizha.Qasam sedang berbicara dengan Inez. “Tan, aku membawa Qizha pulang. Tante jangan mencarinya, aku tidak mau tante merasa kehilangan pasien dan menganggap ini sbeuah masalah besar. Administrasi sudah kuurus.”“Loh, kenapa? Qizha masih dalam masa perawatan.”“Perawatan dariku justru akan lebih baik.”“Qasam, tante tahu kamu nggak benar- benar menjaga Qizha. Dia bukan istri yang kamu mau kan? entah apa alasanmu menikahinya diam- diam. Dan tante tidak yakin kalau kau akan menjaganya. Lebih baik kembalikan dia ke rumah sakit.”“Hasan sudah mencelakai Qizha, dia tahu posisi Qizha. Aku hanya ingin menyelamatkan Qizha dari serangan Hasan berikutnya.”
Read more

95. Welcome, Menantu!

“Kau tunggu di sini!” titah Qasam saat sudah berada di ruang keluarga.Qizha diam mematung, mematuhi perintah sang suami.Qasam berlalu memasuki ruangan lain. Ia menuju ke kamar Habiba.Tok tok… Kepalan tangannya mengetuk pintu. Tak ada sahutan.“Ma, aku masuk ya?” seru Qasam.Tetap tak ada sahutan.Qasam membuka pintu, ia mendapati Habiba tengah menikmati secangkir teh panas di sofa kamarnya. Ia yakin mamanya mendengar suaranya, namun wanita yang kelihatan lebih muda dari usianya itu sengaja tak mau menyahuti. “Ma, tolong jangan begini. Apakah menurut mama hidupku akan tenang saat mama mendiamkanku?” Qasam duduk disisi mamanya, menatap lekat. Hatinya kacau saat diperlakukan begini oleh mamanya. Habiba diam saja, masih meneguk teh seolah tak ada Qasam di sisinya.“Cabut kata- kata mama yang bilang kalau aku tidak diakui sebagai anak, please!” pinta Qasam.“Apa sudah selesai bicara? Kalau sudah selesai, silakan keluar. Aku mau ke ruang tengah, nenekmu sedang berkunjung kemar
Read more

96. Ceraikan Saja!

“Ayo, temui keluargaku. Kau harus memperkenalkan dirimu sebagai menantu di rumah ini!” ajak Habiba penuh semangat.Qizha menggeleng sambil menahan tangan Habiba yang menariknya hingga tubuh Habiba pun tertahan di posisinya.Habiba mengangkat alis,isyarat menanyakan kenapa Qizha menahannya.“Aku nggak bisa, Tante,” jawab Qizha merasa rendah diri. Dia bukan siapa- siapa di sana, benar- benar merasa tak percaya diri. Apa lagi di sini suaminya sama sekali tak mendukungnya. Lalu bagaimana mungkin ia akan merasa nyaman diperkenalkan sebagai istrinya Qasam, ditambah dia berasal dari kalangan sederhana.“Kok panggil Tante lagi?”“Maaf, maksudnya aku nggak bisa, mama.” Lidah Qizha terdengar agak kaku memanggil ‘mama’.“Kenapa?” tanya Habiba.“Aku… Aku bukanlah istri yang diharapkan seperti wanita lainnya, yang dinikahi karena sebuah tujuan membina rumah tangga. Aku dinikahi karena sebuah ketdak sengajaan. Aku dipertahankan dan dibawa ke sini dengan status istri juga bukan karena keingina
Read more

97. Menang

"Mama!" Habiba memperingatkan dengan ekspresi menghakimi. "Hargai keputusanku. Biarkan aku mengurus anakku dengan jalan pikiranku sendiri. Tolong untuk tidak mengacaukannya!""Qasam itu juga cucuku. Ada darahku yang mengalir di tubuhnya. Aku berhak mencampuri semua ini! Aku yakin Qasam tidak menyukai wanita ini." Amira bersikukuh."Jangan paksakan Qasam untuk mempertahankan sesuatu yang dia tidak sukai, akibatnya akan fatal. Nanti Qizha sendiri juga yang merasakan kehancuran saat hidup dengan lelaki yang tidak menyukainya," sahut Alka, kakeknya Qasam dengan nada tenang."Semuanya sudah terjadi dan sepasang suami istri ini harus menjalaninya, akad yang mereka ikrarkan di hadapan Tuhan bukanlah hal main- main, maka jangan dibuat main-main," sahut Habiba tegas. "Tuhan tidak memerlukan apa pun untuk mengubah perasaan mereka menjadi saling menyayangi. Ini bukan masalah suka atau tidak suka, tapi tanggung jawab besar. Dan Qasam harus punya tanggung jawab untuk rumah tangganya."Amira tak bi
Read more

98. Tidur Seranjang Lagi?

Qizha melihat nomer asing meneleponnya. Mungkin telepon dari butik seperti yang dikatakan Habiba. "Halo selamat malam!"Suara di seberang sangat ramah sekali. "Saya dari butik Mirasana. Benar saya bicara dengan Nyonya Qizha?""Ya, benar.""Bisakah disebutkan ukuran baju, sendal dan ukuran pinggang?"Qizha seperti terhipnotis hingga menyebutkan saja ukuran yang diminta.Pembicaraan disudahi. "Kak Qizha!"Qizha menoleh mendengar panggilan itu. Wafa berdiri menyandar di pintu. Gadis itu mengunyah apel. "Ada apa, Wafa?" tanya Qizha. Wafa berjalan masuk kamar. Tatapannya membuat Qizha tak nyaman. "Kakak bukan menantu dan ipar yang diinginkan di sini. Kasian Mas Qasam mesti menghabiskan sisa waktunya dengan kakak," ucap Wafa datar saja. "Sembilan puluh persen penghuni rumah ini nggak mengharapkan kehadiran kaka di sini. Kakak tahu kan apa yang harus kakak lakukan?"Sakit sekali mendengar perkataan Wafa. Memang benar semua penghuni rumah, tidak menyukai Qizha, kecuali Habiba. "Aku jug
Read more

99. Tidak Lebih dari Sampah

Tapi ngomong- ngomong ia harus tidur dimana?Mungkinkah ia harus tidur seranjang dengan Qasam di kasur itu? Kepala Qizha mulai terayun- ayun. Ngantuk sekali. Gludak!Sial. Kepalanya kejeduk meja saking kuatnya rasa kantuk, kepala terayun keras dan menghantam meja. "Aduh!" Qizha mengusap keningnya. Lalu berjalan mendekati ranjang, berbaring di kasur, posisinya berada di paling pinggir. Bukan ia takut tersentuh Qasam, sebab hubungan mereka sudah sangat jauh, imposible jika masih membahas takut tersentuh.“Kenapa kau tidur di sini?” Suara dari arah belakang mengejutkan Qizha. Padahal ia sudah hampir tertidur, tapi malah jadi melek lagi gara- gara suara itu.Qizha menoleh.“Jangan tidur di sini!” titah Qasam.Qizha mengernyit. Ia lalu bangkit duduk. “Lalu aku harus tidur dimana? Udah bener aku tidur di sofa tadi, kenapa malah disuruh amsuk kamar? Sekarang setelah di kamar, kamu mengusirku? Bagiaman ini sebenarnya?”Qasam mendorong bantal yang baru saja digunakan Qizha hingga b
Read more

100. Gara-gara Kursi

Qasam sudah selesai memasang pakaiannya. Ia tengah asik menyisir rambut yang baru saja diuyel- uyel menggunakan minyak rambut.Tatapannya tertuju ke cermin, tepat pada pantulan wajah di belakangnya. Yaitu wajah Qizha.“Kau jangan beranggapan kalau hidupmu di sini adalah bagian dari keluargaku. Rumah tangga kita akan seperti neraka sampai kau menua!” tegas Qasam.“Aku malah kasihan kepadamu, karena hidupmu nggak akan bermanfaat saat memupuk dendam, justru akan memupuk dosa,” lembut Qizha sambil merapikan kasur.“Akhir jaman memang banyak manusia berilmu tinggi, sama sepertimu. Kulihat kau ini memiliki ilmu tinggi dalam beragama, tapi percuma jika hanya berilmu tinggi saja, iblis pun ilmunya jauh lebih tinggi.”Qizha menarik napas panjang. Sampai kapan Qasam terus menyudutkannya begini?“Pun tidak ada gunanya ibadah tanpa ilmu, menjadi manusia bodoh juga sama celakanya jika tidak mau mencari ilmu. Tapi akan lebih baik manusia bodoh berakhlak baik yang sedang mencari ilmu, dari pad
Read more
PREV
1
...
89101112
...
23
DMCA.com Protection Status