Home / Pernikahan / Suami Preman Ternyata Sultan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Suami Preman Ternyata Sultan: Chapter 41 - Chapter 50

230 Chapters

41. Disentuh CEO

“Ada masalah apa kau dengan Weni?” tanya Qasam dengan suara tenang.Qizha mendadak merasa canggung dan tegang. Apakah ia akan dihakimi?“Nggak ada masalah apa- apa. Saya bahkan nggak tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran Bu Weni, kenapa dia nggak suka sama saya. Dia terus- terusan saja memusuhi saya. Dia menghina, memojokkan, bahkan menyerang saya. Sampai akhirnya mau mencelakai saya. Saya nggak punya kesalahan apa- apa sama dia, tapi dia terus membenci saya seolah saya ini musuh besarnya.”Capek- capek Qizha menjelaskan sesuatu yang jelas sudah diketahui alasannya oleh Qasam. Andai saja Qizha tahu kalau penjelasannya itu percuma, tentu dia tak akan bicara panjang lebar hanya untuk hal yang sia- sia.“Setahuku Weni adalah staf yang baik,” ucap Qasam.“Apakah ini maksudnya bapak nggak percaya sama saya?” lirih Qizha.“Tidak ada asap jika tidak ada api. Awalnya kau mendapatkan jabatan sekretaris, lalu kini menjadi OB. Apakah itu alasannya sehingga kau bersikap semena- mena pa
Read more

42. Dinodai CEO

Pemandangan yang menyembul di balik kemeja menjadi pusat perhatian Qasam. Pria itu menundukkan kepala dan berkata pelan, "Kau akan menyerahkan milikmu kepadaku sekarang."Seluruh tenaga Qizha benar- benar hilang, bahkan untuk mengangkat kepala pun tak bisa lagi, Jika ia memiliki kekuatan, tentu ia sudah melakukan perlawanan kuat.Sedikit demi sedikit, kesadarannya pun mulai memudar. Namun ia masih bisa merasakan apa yang terjadi dengan jelas ketika sang CEO menikmati sisi sensitif di dadanya, pria itu nyaris seperti bayi. Kemeja Qizha dilepas sempurna, kemudian celananya dipelorotkan ke bawah. Kini Qizha tanpa busana. Tak sehelai pun menutupinya. Ah, kemana tenaganya? Kenapa tubuhnya jadi lemas sekali tanpa kekuatan apa pun? Sama sekali tak bisa melakukan pemberontakan.Tangannya terangkat hendak melawan, namun kembali terjatuh dengan lemas.Ia merasakan sentuhan demi sentuhan, bahkan ia merasakan sensasi saat area inti menjadi pusat sasaran lelaki itu. Air mata Qizha berderai dari
Read more

43. Bujukan Qasam

Qizha membuka kelopak mata secara perlahan, kepalanya berdenyut. Tubuhnya pegal semua. Bagian sensitifnya terasa ngilu saat ia bergerak.Hah? Apa yang telah terjadi padanya? Qizha menatap tubuhnya yang terbaring di sofa tanpa lapisan sehelai benang pun. Pakaiannya berserakan di segala arah.Lalu tangisnya pecah saat teringat kejadian terakhir. Ah, pria kejam itu telah melecehkannya. Pria itu telah merenggut kesucian yang dia jaga dengan baik selama ini. Benar- benar pria biadab! Dengan segala bujuk rayu, pria itu berusaha mendapatkan Qizha. Cih, tapi Qizha sama sekali tidak tertarik. Dia pasrah saat lelaki itu menggagahinya bukan karena rela, tapi tak sanggup melawan rasa lemas.Qizha ingat bagaimana lelaki itu menggagahinya, ingat bagaimana pria itu memberikan sentuhan- sentuhan hangat, juga ingat bagaimana benda asing itu mengoyak selaput dara miliknya. Kini ia tidak lagi memiliki mahkota yang bisa dia banggakan kepada sang suami.Qizha benar- benar merasa hancur. Ia m
Read more

44. Jangan Cerai

Tatapan Qasam fokus ke tubuh Qizha yang terbaring di atas kasur. Hidungnya mungil dan mancung. Bulu matanya lentik, bibirnya merah ranum. Kembali bayangan insiden hangat itu terekam di kepala Qasam. Ia ingat bagaimana Qizha terlihat pasrah di bawahnya, lalu dengan leluasa Qasam melakukan apa saja terhadap Qizha. Termasuk melakukan penyatuan panas itu. Tubuh Qasam tiba- tiba memanas mengenang hal itu. Namun detik berikutnya kepalanya menggeleng.Plak!Tangan Qizha terhempas dan jatuh ke bawah, menempel tepat di paha Qasam. Sentuhan tangan Qizha di paha Qasam membuat pria itu merasakan sensasi yang berbeda. Aneh, semenjak ia melakukan hubungan badan dengan Qizha, kenapa perasaannya jadi berubah begini? Seperti ada sesuatu yang menggelora bilamana ia berdekatan apa lagi sampai bersenggolan begini?Ah ya ampun, jangan bilang Qasam menikmati hubungan itu hingga menimbulkan perasaan yang menagih.Tapi… apakah salah kalau seorang suami menikmati berhubungan dengan istrinya sendiri?“Eumhh
Read more

45. Permainan Qizha

Qizha bersujud di shalat subuhnya. Lama ia bersujud sambil melafazkan doa. Kemudian ia mengucap takbir untuk tahiyat akhir. Saat mengucap salam, Qizha meneteskan air mata. Bukan kesedihan yang membuat Qizha meneteskan air mata. Tapi entah kenapa shalatnya kali ini terasa sangat berbeda. Hati Qizha seperti dihujani kesejukan, ia merasa sangat tenang dan damai. Tak ada kegundahan yang menyelimuti benaknya. Senyumnya mengembang di akhir doa. Ia seperti mendapat kekuatan baru. Ia menyadari bahwa semua yang dia alami ini adalah ujian yang bila ia mampu melewatinya maka akan naik derajatnya. Qizha memohon petunjuk, apakah ia harus menyudahi pernikahannya dengan Qasam, ataukah menyudahinya? Tuhan pasti tahu yang terbaik untuk kehidupannya. Qasam nyaris seperti musibah bagi Qizha, yang setiap waktu hadir hanya untuk menyakiti Qizha. Lalu, apakah Qizha masih harus bertahan? Apakah setelah Qasam meminta maaf maka Qizha akan memberi kesempatan sekali lagi untuk melihat perubahan pad
Read more

46. Menang dari Qasam

Tepat saat Qasam terlena, Qizha pun mendorong tubuh Qasam yang menjadi penghalang di hadapannya, kemudian ia melompat turun dari meja dan melangkah pergi dengan cepat. "Aku harus pergi," ucap Qizha sambil menoleh dan mengedipkan satu mata ke arah Qasam, tak lupa pula tangannya bergerak mengancingkan bra di punggung. Ia meninggalkan Qasam yang berdiri mematung menatap kepergiannya dengan raut tertipu.Sepertinya kali ini Qizha menang. Muka Qasam lucu sekali saat merasa ditipu begitu.Disebabkan perut kelaparan, terpaksa Qizha membeli lontong di emperan jalan untuk mengisi perutnya pagi itu. Selain berhemat, makan lontong di sana juga enak. Ia tidak bisa hidup boros. Ia tidak mendapatkan nafkah dari Qasam, juga belum gajian. Tiba- tiba terlihat seseorang menghampiri warung dan duduk di sisi Qizha. "Mbak, lontong dua ya!" seru sosok wanita yang tak lain adalah Sina. Qizha dan Sina bertukar pandang. "Loh, Kak Qizha? Kamu di sini?" Sina yang kini berpenampilan modis itu menatap Qiz
Read more

47. Pengakuan Mengejutkan

"Aku nggak akan pulang. Biarkan ayah di rumah tanpa aku," ucap Qizha."Kamu tidak kasian pada ayahmu yang sakit- sakitan dan diperlakukan dengan buruk oleh ibumu. Kasian dia. Kalau bisa, bawa saja ayahmu tinggal bersamamu," sahut Arsen lagi. "Ini demi kalayakan hidup ayahmu."Mendengar perkataan Arsen, Qizha marah pada Agatha, wanita yang membawa pengaruh buruk pada Bily. Entah pelet apa yang diberikan Agatha sampai Bily jadi setakluk itu. Melihat Qizha yang masih diam, Arsen kembali berkata, "Setelah kamu meninggalkan rumah bersama Qasam, aku memilih untuk membawa Sina tinggal ke rumahku. Dan kemarin aku sempat mampir ke rumahmu, berharap bisa melihatmu, siapa tahu kamu ada pulang ke sana, tapi ternyata tidak. Sengaja kubawakan oleh- oleh untuk mertuaku. Di sana, aku melihat pemandangan menyedihkan, ibu tirimu itu menyia- nyiakan ayahmu. Dibiarkan tergeletak di lantai saat terjatuh, padahal sedang sakit.""Itu terjadi karena kebodohannya sendiri, yang merelakan dirinya dijadikan bu
Read more

48. Tanda di Leher

Oh Tuhan... Jadi, pria biadab yang sudah merenggut kesuciannya itu adalah calon suami gadis cantik ini? "Aku dan calon suamiku memang sedang berjarak, tapi aku akan mencoba baikan mengingat dia sudah punya niat bagus untuk melamarku dalam waktu dekat.""Mm... Maaf, apa kamu sangat mencintainya? Mm...tapi jangan dijawab, kesannya ini lancang sekali." Qizha pura- pura segan.Ameena tertawa kecil. "Tentu saja. Dia itu sebenarnya lelaki yang baik. Dia sangat perhatian dan romantis. Hanya saja, dia sempat menunda pernikahan, inilah yang membuatku jadi kesal padanya."Andai saja gadis cantik ini tahu bahwa calon suaminya adalah huaya bermulut manis yang telah merampas kesucian seorang wanita, apakah dia akan tetap berpandangan yang sama terhadap pria itu?Namun, Qizha tak memiliki keberanian untuk membongkar masalah itu. Lebih baik ia menyimpan rahasia itu rapt- rapat, jangan sampai ada yang tahu. Selain malu kalau ia sudah dinodai, ia juga tak memiliki kekuatan apapun untuk menghadapi o
Read more

49. Pembicaraan Serius

Qizha menggelengkan kepala untuk membuang ingatan itu. Ia menghela napas panjang begitu sampai di luar. Hubungan pria dan wanita saat ini memang tidak mengenal batasan. Mereka bisa saja melakukan hubungan itu meski tanpa status pernikahan. Ah, itu urusan antara CEO dan Ameena, Qizha tak mau peduli.Justru sekarang Qizha malah teringat saat CEO brengsek itu menggagahinya. Betapa sulit membuang ingatan itu. Bayangan itu terus menghantui tempurung kepalanya. Matanya berkaca- kaca, namun detik berikutnya ia langsung mengubah ekspresi sedih menjadi tegar. Qizha yang sekarang berbeda dengan Qizha yang dulu. Tidak boleh menangis, harus tegar dan kuat.Okey, hidup tetap harus berjalan.Qizha kembali melangkah menyusuri koridor.Di sisi lain, Qasam meneguk kopi yang tersaji di meja, kemudian mengembalikan ke asalnya. "Apa kau mau menemaniku di sini, hm?" Tatapan mata Qasam dipenuhi oleh tatapan cinta ke arah Ameena. Senyum simpul terbit di wajah tampannya. Ia ingin sekali mencubit pipi
Read more

50. Gara- gara Cupang

“Mungkin Ameena sudah memberi sinyal alasan apa yang membuat kami mengundangmu makan kali ini,” kata Irham dengan bijaksana.“Mengenai pernikahan?” tanya Qasam yang sudah mengetahui hal itu sejak awal.“Benar. Kau tahu sendiri bahwa aku dan istriku tidak tinggal di sini. Kami tinggal di luar negeri. Lalu bagaimana kami akan merasa tenang saat meninggalkan putri kami di sini? Jika dia sudah menikah, sudah ada yang menjaganya, maka kami akan merasa tenang membiarkannya hidup di negeri ini.” Irham meneguk minumannya untuk membasahi tenggorokan.“Pria ini berjanji akan menikahiku dalam waktu beberapa bulan ke depan, apakah menurut papa kehidupan di sini akan menjamin keamananku saat aku hidup sendirian dalamwaktu beberapa bulan ke depan?” ucap Ameena dengan gayanya yang manja. Sesekali mengibaskan rambut hitamnya yang tergerai indah.Qasam melirik Ameena. Gadis ini memang sengaja memancing situasi.“Pa, Ma, kawinkan aku!” Ameena menyenggol kaki Qasam. Yang disenggol melirik gadisn
Read more
PREV
1
...
34567
...
23
DMCA.com Protection Status