"Pisah? Dia... Bersikap nggak baik ya sama kamu?""Aku nggak kuat. Aku benar- benar nggak kuat." Mata Qizha berembun mengenang sikap Qasam yang bertubi- tubi menyakitinya, baik fisik maupun batin.Hana mengelus punggung tangan Qizha. Tak perlu bertanya, Hana sudah tahu seberat apa penderitaan Qizha. Melihat kondisi Qizha yang kacau saja, ia sudah tahu seberat apa beban yang dipikul sahabatnya itu.Mulai hari itu, Qizha akhirnya tinggal di kontrakan bersama dengan Hana dan Ica.Seperti biasa, mereka selalu berbagi, bercerita dan mengadu apa saja yang perlu diceritakan. Persahabatan mereka begitu kental. Di sini, Qizha merasa tidak sendiri. Ia memiliki alasan untuk bersemangat hidup, bahwa ada manusia lain yang masih menyayangi dan mengharapkan kehadirannya.Beberapa hari tinggal di rumah itu, Qizha merasa bahagia bisa bercanda, makan besama, mengobrol dan melakukan banyak hal dengan ceria bersama kedua sahabatnya. Selama kedua temannya bekerja, Qizha menghabiskan waktu seharian di ko
Read more