Home / Pernikahan / Menikah dengan Mantan / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Menikah dengan Mantan: Chapter 161 - Chapter 170

190 Chapters

Permintaan Indi

"Rumah yang pernah kamu beli waktu itu?" tanya Indi kemudian. Indi masih ingat bila mereka pernah hendak pindah, akan tetapi diurungkan karena Indi masih betah tinggal di sana.Damian menganggukkan kepalanya. "Iya. Rumah itu, kamu pun belum pernah melihatnya. Baru aku beli dan sudah ada dua orang penjaga yang merawat rumah itu karena kamu yang memilih mengurungkan pindah."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Ya udah, besok kita pindah ke sana aja. Nggak perlu bawa barang-barang, kan? Yang perlu dibawa paling juga baju sama keperluan lainnya. Kamu pasti udah isi perabotan di dalamnya.""Iya, Sayang. Bawa yang sekiranya mau kamu bawa saja. Mungkin, rumah ini bisa dijual aja kalau ada yang mau beli. Harganya cukup mahal karena berikut interiornya. Mungkin, untuk masa depan aja. Tinggal renovasi saja, menurut model di masa yang akan datang. Karena tipe dan model tiap tahun pasti selalu berbeda-beda."Indi terkekeh pelan. "Semahal apa emang? Kamu beli rumah ini dulu, harganya berapa?" tany
Read more

Keputusan yang Cukup Besar

Damian lantas mendekatkan wajahnya kepada Indi. Menatapnya dengan tatapan yang lekat sembari menggenggam bahu perempuan itu."Mau minta apa, heum?" bisik Damian kepada istrinya itu.Indi lalu menjauhkan kepalanya dari Damian. "Kamu kenapa sih?" tanyanya terheran-heran."Jangan aneh-aneh, Damian. Aku hanya minta kamu buat packing semua baju dan barang- barang aku. Bukan minta yang ada di kepala kamu saat ini."Damian lalu melepaskan tangannya dari bahu istrinya itu sembari mengembalikan posisi duduknya. "Ooh," ucapnya dengan pelan.Indi lantas menyunggingkan senyumnya. "Kepengen, yaa?" godanya kemudian."Aku jadi ingat dulu. Yang pertama kali sering minta itu ternyata aku, yaa. Merasa enak, malah mau lagi dan lagi."Indi tertawa sendiri saat teringat akan hal itu. Namun, berbeda dengan raut wajah Damian. Menampakkan bila dirinya sangat sedih bila teringat masa itu."Kamu yakin, menikmati semua penyiksaan yang aku lakukan dulu? Itu bukan bercinta, tapi hal extreem yang kita lakukan, Ind
Read more

Kita Harus Bicara

Indi dan Damian sudah pindah ke rumah baru. Rumah yang jauh lebih besar dari rumah sebelumnya."Yang rumah kemarin aja harganya lima puluh miliar. Lalu, rumah yang di sini harganya berapa?" tanya Indi sembari melihat-lihat rumah tersebut."Tujuh puluh," jawab Diego kembali.Damian tak pernah mau menyebutkan nominal serta pengeluaran yang dia keluarkan untuk Indi. Bahkan, membeli apa pun untuk Indi, seperti membeli kacang di warung. Berapa pun nominalnya, ia tidak peduli."Pantesan, banyak banget yang ngincar lagi gue. Ternyata sekaya itu," gumam Indi lalu mengusapi perutnya dengan lembut."Kok gue khawatir nanti anak gue nggak bisa dapat jodoh, yaa. Tahu bapaknya kaya raya, pada minder semua."Manda lantas tertawa mendengarnya. "Makanya gue bilang tadi, Indi. Jodohin aja sama anaknya Rhea. Kalau Mario sama Rhea berjodoh, derajat mereka sama-sama anak konglomerat. Yakin, deh."Indi menyunggingkan senyumnya. Entah mengapa ia terlihat ragu untuk itu. Indi pun tak paham dengan perasaannya
Read more

Bagi Saham

"Bisa makan malam bareng?" tanya Rangga kepada Damian dan juga Indi.Sementara Indi menoleh kepada Damian. Diterima atau tidaknya tergantung Damian, karena bila berurusan dengan Rangga, Indi tidak bisa memutuskan.Damian lalu menganggukkan kepalanya. Menyetujui ajakan Rangga untuk makan malam bersama."Di resto yang dekat saja," ucap Rangga kembali."Oke!" kata Damian lalu melangkah masuk ke dalam lift menuju lantai satu."Apa kabar, Rangga?" tanya Indi kemudian. "Muka lo ... agak tirusan? Lagi diet?" tanyanya lagi.Rangga tersenyum tipis lalu menoleh ke arah Indi. Melihat perut buncit perempuan itu. "Kamu lucu juga, kalau lagi hamil kayak gini." Rangga tampak membelokan pembahasan.Indi tersenyum tipis lalu mengusapi perutnya. "Hamil yang sempat dikira anak elo ini, Rangga." Indi lalu melirik sinis pada Damian."Sayang ...." Damian menatap datar wajah Indi. Lalu menoleh kepada Rangga yang hanya terkekeh melihat kedua pasangan itu. "Gue mau minta maaf, karena udah salah paham."Rangga
Read more

Nggak Berani Makan itu

Semakin kuat dugaan Indi bila Ferdy adalah papa kandungnya Damian. la lalu menelengkan kepalanya menatap Damian lekat.'Tapi, mana mungkin Om Ferdy biarin Damian kesiksa oleh Dipta kalau memang Damian adalah anak kandungnya. Nggak mungkin, deh. Mungkin dugaan gue salah lagi. Om Ferdy ....’Indi menghela napasnya dengan pelan setelah berucap dalam hatinya.'Atau mungkin, Om Ferdy kenal sama papanya Damian. Sampai saat ini gue masih belum tahu, kenapa akta perusahaan itu ada di tangan Om Ferdy. Atau mungkin sebenarnya Damian udah tahu?'Banyak pertanyaan yang ada di dalam otak Indi mengenai kehidupan pribadi Damian yang hingga saat ini Indi masih belum paham."Damian?" panggil Indi kemudian.Damian lalu menolehkan kepalanya pelan kepada Indi. "Heum? Ada apa, Sayang?" tanyanya pelan.Indi menghela napasnya dengan panjang. "Nggak tahu kenapa, aku merasa kalau Om Ferdy kayaknya kenal sama papa kandung kamu."Damian tersenyum tipis lalu menghela napasnya dengan pelan. "Entahlah. Aku pun bin
Read more

Janji

la kemudian menarik tangan Indi dan merebahkan tubuh perempuan itu di atas tempat tidurnya.Mulai menyatukan tubuhnya di bawah sana. Perut buncit Indi menjadi objek baru yang bisa dia lihat saat bercinta dengan istrinya itu.Hujamannya kini tidak separah sebelum Indi hamil. Dia akan bersikap hati-hati agar buah hatinya tidak terluka karena ulahnya."Arrgghh ... Damian. Ougghh." Indi meraung kala Damian terus menghujamnya."Ouuggh!" Indi mengerang lembut. Tangannya meremas bahu Damian dengan cukup keras hingga meninggalkan jejaknya yang terlihat meski hanya sedikit.Hanya peluh keringat dan rambut yang berantakan yang kini terlihat pada tampilan Indi. Namun, tentu saja Damian tidak peduli dengan hal itu. la tengah menikmati senggama tersebut.Setengah jam berlalu. Akhirnya Damian menyerah. Puncaknya sudah tiba dan itu harus segera dikeluarkan. Bersamaan dengan Indi, keduanya sama-sama mengeluarkan pencapaiannya.Tubuh Indi begitu lunglai setelah dihantam bertubi-tubi oleh Damian yang t
Read more

Mencoba Menggoda Damian

Dua hari kemudianIndi, Damian dan juga Diego sudah berada di Surabaya. Mereka memilih untuk istirahat sejenak di hotel yang sudah dipesan oleh Diego dua hari yang lalu."Jam berapa, acara pembukaannya?" tanya Indi.Kini, mereka tengah makan siang setelah menyimpan barang-barang di dalam kamar."Besok pagi. Sekarang masih gladi bersih," kata Diego menjawab pertanyaan Indi."Udah kayak mau pentas seni aja pake acara gladi bersih segala.""Yeeuu ... nggak tahu dia." Diego meremehkan Indi."Bodo!" sengal Indi kemudian."Dikasih tahu malah bodo. Ngeselin, lo!" Diego melirik malas kepada Indi."Kenapa? Nggak bisa bobok bareng Manda, yaa? Kenapa nggak elo ajak aja ke sini?""Dia lagi sibuk, Indi. Lagian, gue lagi puasa.""Kenapa? Kok bisa puasa?" tanya Indi ingin tahu.Diego mengendikan bahunya. "Lagi males aja mungkin. Mau mens biasanya dia suka males disentuh."Indi manggut-manggut pelan. "Dari dulu pun suka begitu. Lama juga ya, kalian pacaran. Gue sama Damian aja nikah udah setahun. Kali
Read more

Akan Menerimanya

Indi kemudian menarik tangan Damian menjauhkan para perempuan yang bisa- bisanya menggoda Damian dengan modus mengucapkan selamat kepadanya."Mohon maaf. Sesi memberi selamatnya sudah selesai. Ada yang ingin saya bicarakan dengan suami saya. Permisi!"Semua mata memandang Indi terlebih pada perutnya yang membuncit yang mengartikan bila Damian sudah memiliki istri bahkan calon buah hati."Kupikir masih single," celetuk salah satu wanita yang tidak sadar bila Damian sudah memiliki istri. Bahkan cincin yang dikenakan oleh Damian pun masih menjemat di jari manisnya.Indi lalu menarik tangan Damian dan membawanya ke luar dari gedung tersebut. Matanya menatap nyalang wajah suaminya yang tampak ketakutan dengan ekspresi dari Indi."Sayang ....""Kenapa? Kenapa diem aja digerayangi kayak gitu? Untungnya aku ikut ke sini. Kalau nggak, mungkin kamu udah bobok bareng sama tuh perempuan-perempuan gatel!" ucap Indi dengan sarkas."Astaga, Sayang. Aku udah berusaha untuk menghindar tadi tuh. Mereka
Read more

Jangan Pernah Biarkan Daniel Mendapatkan apa yang Dia inginkan

Waktu telah menunjuk angka tujuh malam. Indi baru bangun dari tidurnya setelah hampir empat jam lamanya tertidur dengan pulas. Damian yang sudah rapi mengenakan T-shirt dan celana panjang kemudian duduk di samping Indi yang masih terlentang di tempat tidur. "Nggak mau bangun? Mandi, terus makan malam. Perut kamu nggak keroncongan?" "Tunggu sebentar. Aku masih mengumpulkan nyawa dulu," ucap Indi lalu meregangkan otot- ototnya. Setelahnya, bangun dari tidur dan menatap Damian yang masih duduk di sampingnya. "Kok ninggalin aku sih? Kenapa mandi duluan?" "Kamu masih nyenyak banget tidurnya, Sayang." Indi menghela napas kasar lalu beranjak dari duduknya. Pergi ke kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, Indi keluar dari kamar mandi dan kembali menatap Damian yang tengah menghubungi seseorang entah dengan
Read more

Yakin?

la lalu menarik tangan Damian dan memeluknya kembali. Mengusapi punggungnya dengan pelan seraya menitikan air matanya. Hanya menitikan air matanya tanpa mengeluarkan isakan tangisnya. Upacara kematian sudah selesai dilakukan. Maria sudah dibawa ke tempat pemakaman untuk pengistirahatan terakhirnya. "Selamat jalan, Ma. Aku akan selalu mendoakan Mama di surga sana. Kekallah, bahagialah. We always love you," ucap Damian seraya menaburkan bunga di pusara sang mama. Sudah hampir satu jam lamanya mereka di sana, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Pun dengan Fero, ia ikut bersama dengan Damian dan juga Indi ke rumahnya. "Gue nggak akan tinggal di sini, kalian tenang aja. Tadi Nenek minta gue nemenin dia di rumahnya. Gue ke sini karena hanya ingin tahu di
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status