la kemudian menarik tangan Indi dan merebahkan tubuh perempuan itu di atas tempat tidurnya.Mulai menyatukan tubuhnya di bawah sana. Perut buncit Indi menjadi objek baru yang bisa dia lihat saat bercinta dengan istrinya itu.Hujamannya kini tidak separah sebelum Indi hamil. Dia akan bersikap hati-hati agar buah hatinya tidak terluka karena ulahnya."Arrgghh ... Damian. Ougghh." Indi meraung kala Damian terus menghujamnya."Ouuggh!" Indi mengerang lembut. Tangannya meremas bahu Damian dengan cukup keras hingga meninggalkan jejaknya yang terlihat meski hanya sedikit.Hanya peluh keringat dan rambut yang berantakan yang kini terlihat pada tampilan Indi. Namun, tentu saja Damian tidak peduli dengan hal itu. la tengah menikmati senggama tersebut.Setengah jam berlalu. Akhirnya Damian menyerah. Puncaknya sudah tiba dan itu harus segera dikeluarkan. Bersamaan dengan Indi, keduanya sama-sama mengeluarkan pencapaiannya.Tubuh Indi begitu lunglai setelah dihantam bertubi-tubi oleh Damian yang t
Dua hari kemudianIndi, Damian dan juga Diego sudah berada di Surabaya. Mereka memilih untuk istirahat sejenak di hotel yang sudah dipesan oleh Diego dua hari yang lalu."Jam berapa, acara pembukaannya?" tanya Indi.Kini, mereka tengah makan siang setelah menyimpan barang-barang di dalam kamar."Besok pagi. Sekarang masih gladi bersih," kata Diego menjawab pertanyaan Indi."Udah kayak mau pentas seni aja pake acara gladi bersih segala.""Yeeuu ... nggak tahu dia." Diego meremehkan Indi."Bodo!" sengal Indi kemudian."Dikasih tahu malah bodo. Ngeselin, lo!" Diego melirik malas kepada Indi."Kenapa? Nggak bisa bobok bareng Manda, yaa? Kenapa nggak elo ajak aja ke sini?""Dia lagi sibuk, Indi. Lagian, gue lagi puasa.""Kenapa? Kok bisa puasa?" tanya Indi ingin tahu.Diego mengendikan bahunya. "Lagi males aja mungkin. Mau mens biasanya dia suka males disentuh."Indi manggut-manggut pelan. "Dari dulu pun suka begitu. Lama juga ya, kalian pacaran. Gue sama Damian aja nikah udah setahun. Kali
Indi kemudian menarik tangan Damian menjauhkan para perempuan yang bisa- bisanya menggoda Damian dengan modus mengucapkan selamat kepadanya."Mohon maaf. Sesi memberi selamatnya sudah selesai. Ada yang ingin saya bicarakan dengan suami saya. Permisi!"Semua mata memandang Indi terlebih pada perutnya yang membuncit yang mengartikan bila Damian sudah memiliki istri bahkan calon buah hati."Kupikir masih single," celetuk salah satu wanita yang tidak sadar bila Damian sudah memiliki istri. Bahkan cincin yang dikenakan oleh Damian pun masih menjemat di jari manisnya.Indi lalu menarik tangan Damian dan membawanya ke luar dari gedung tersebut. Matanya menatap nyalang wajah suaminya yang tampak ketakutan dengan ekspresi dari Indi."Sayang ....""Kenapa? Kenapa diem aja digerayangi kayak gitu? Untungnya aku ikut ke sini. Kalau nggak, mungkin kamu udah bobok bareng sama tuh perempuan-perempuan gatel!" ucap Indi dengan sarkas."Astaga, Sayang. Aku udah berusaha untuk menghindar tadi tuh. Mereka
Waktu telah menunjuk angka tujuh malam.Indi baru bangun dari tidurnya setelah hampir empat jam lamanya tertidur dengan pulas. Damian yang sudah rapi mengenakan T-shirt dan celana panjang kemudian duduk di samping Indi yang masih terlentang di tempat tidur."Nggak mau bangun? Mandi, terus makan malam. Perut kamu nggak keroncongan?""Tunggu sebentar. Aku masih mengumpulkan nyawa dulu," ucap Indi lalu meregangkan otot- ototnya. Setelahnya, bangun dari tidur dan menatap Damian yang masih duduk di sampingnya."Kok ninggalin aku sih? Kenapa mandi duluan?""Kamu masih nyenyak banget tidurnya, Sayang."Indi menghela napas kasar lalu beranjak dari duduknya. Pergi ke kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan diri.Lima belas menit kemudian, Indi keluar dari kamar mandi dan kembali menatap Damian yang tengah menghubungi seseorang entah dengan
la lalu menarik tangan Damian dan memeluknya kembali. Mengusapi punggungnya dengan pelan seraya menitikan air matanya. Hanya menitikan air matanya tanpa mengeluarkan isakan tangisnya.Upacara kematian sudah selesai dilakukan. Maria sudah dibawa ke tempat pemakaman untuk pengistirahatan terakhirnya."Selamat jalan, Ma. Aku akan selalu mendoakan Mama di surga sana. Kekallah, bahagialah. We always love you," ucap Damian seraya menaburkan bunga di pusara sang mama.Sudah hampir satu jam lamanya mereka di sana, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Pun dengan Fero, ia ikut bersama dengan Damian dan juga Indi ke rumahnya."Gue nggak akan tinggal di sini, kalian tenang aja. Tadi Nenek minta gue nemenin dia di rumahnya. Gue ke sini karena hanya ingin tahu di
Fero menggeleng pelan. "Usia gue saat itu masih enam tahun, Damian. Bahkan, kalaupun tahu, gue udah kasih tahu elo setelah elo tahu semuanya. Memangnya mau elo apakan kalau ketemu sama bokap kandung elo? Mau elo bunuh pun nggak akan mengembalikan nyokap elo ke dunia ini."Fero lalu bangun dari duduknya dan menatap Damian dengan lekat. "Nggak sepenuhnya ini salah bokap elo, Damian. Tante Karin pun salah dalam hal ini karena nggak mau mempertimbangkan lebih dulu. Nenek masih hidup, dia akan menceritakan semuanya ke elo kalau elo mau. Gue balik."Fero lalu pamit keluar dari rumah tersebut sebab sudah mulai gelap. la tidak akan menginap di sana karena tidak nyaman. Biasa hidup sendirian di mana pun ia berada, tidak akan mau bergabung dengan siapa pun termasuk adiknya yang ternyata sepupunya.
"Pa! Tante Maria nggak mau ngasih tahu di mana akta perusahaan itu disimpan," pekik Daniel sedang marah kepada papanya karena sudah hampir setengah tahun dia ada di Indonesia, akan tetapi belum juga berhasil mendapatkan asset perusahaan tersebut.Dipta lalu melirik pada anaknya itu. "Dan kamu telah membunuhnya karena kesal tidak mau memberi tahu meski sudah kamu ancam dengan berbagai cara, kemudian berhasil kamu hilangkan nyawanya. Daniel. Bukankah kamu sudah membuang peluang untuk mendapatkan itu?"Daniel mengibaskan tangannya. Tak mau mendengar ucapan papanya itu yang terdengar menyudutkan dia karena telah membunuh Maria."Papa pasti tahu siapa saja yang tahu soal akta perusahaan itu selain Tante Maria. Papa sendiri yang sudah menjanjikan itu ke aku. Aset yang dimiliki oleh Damian s
Damian terdiam sesaat setelah mendengar ucapan Diego yang memberi tahu bila Ferdy tahu siapa ayah kandungnya.Ia lalu menghela napasnya dengan pelan seraya menatap Diego sembari tersenyum tipis. "Selama dua puluh delapan tahun lamanya dia nggak pernah muncul, kenapa baru kali ini dia muncul?""Pasti karena ada sebabnya kenapa dia baru muncul, Damian. Jangan terlalu banyak drama, elo selalu ingin tahu di mana bokap kandung elo berada. Lebih baik elo temui dia sekarang dan tanyakan apa yang yang ingin elo tanyakan ke dia."Diego lalu menghampiri Damian sembari menepuk pundak sahabatnya itu. "Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dia udah mau keluar aja harusnya elo bersyukur karena masih punya bokap. Gue yakin, alasan kenapa dia sembunyi karena ada suatu hal yang akan dia jelaskan ke elo."Indi lalu menghampiri kedua orang itu.
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.