"Pa! Tante Maria nggak mau ngasih tahu di mana akta perusahaan itu disimpan," pekik Daniel sedang marah kepada papanya karena sudah hampir setengah tahun dia ada di Indonesia, akan tetapi belum juga berhasil mendapatkan asset perusahaan tersebut.
Dipta lalu melirik pada anaknya itu. "Dan kamu telah membunuhnya karena kesal tidak mau memberi tahu meski sudah kamu ancam dengan berbagai cara, kemudian berhasil kamu hilangkan nyawanya. Daniel. Bukankah kamu sudah membuang peluang untuk mendapatkan itu?"
Daniel mengibaskan tangannya. Tak mau mendengar ucapan papanya itu yang terdengar menyudutkan dia karena telah membunuh Maria.
"Papa pasti tahu siapa saja yang tahu soal akta perusahaan itu selain Tante Maria. Papa sendiri yang sudah menjanjikan itu ke aku. Aset yang dimiliki oleh Damian s
Damian terdiam sesaat setelah mendengar ucapan Diego yang memberi tahu bila Ferdy tahu siapa ayah kandungnya.Ia lalu menghela napasnya dengan pelan seraya menatap Diego sembari tersenyum tipis. "Selama dua puluh delapan tahun lamanya dia nggak pernah muncul, kenapa baru kali ini dia muncul?""Pasti karena ada sebabnya kenapa dia baru muncul, Damian. Jangan terlalu banyak drama, elo selalu ingin tahu di mana bokap kandung elo berada. Lebih baik elo temui dia sekarang dan tanyakan apa yang yang ingin elo tanyakan ke dia."Diego lalu menghampiri Damian sembari menepuk pundak sahabatnya itu. "Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dia udah mau keluar aja harusnya elo bersyukur karena masih punya bokap. Gue yakin, alasan kenapa dia sembunyi karena ada suatu hal yang akan dia jelaskan ke elo."Indi lalu menghampiri kedua orang itu.
Dua puluh delapan tahun yang lalu...."Mas. Aku hamil."Arnold menoleh dengan cepat kepada Kiran kala perempuan itu memberi tahu kalau dirinya tengah hamil."Sudah berapa bulan? Kenapa baru memberi tahu aku, Kiran?" tanyanya tampak panik. Bagaimana tidak, sementara dirinya diam-diam telah menikah dengan perempuan yang sudah disiapkan oleh kedua orang tuanya."Sudah empat bulan, Mas. Aku juga nggak tahu kalau aku sedang hamil. Baru dicek kemarin dan hasilnya positif. Kamu, marah?" tanya Kiran seraya menatap Arnold dengan lekat.Arnold menggeleng dengan pelan lalu tersenyum lirih. 'Kenapa harus mengandung, sementara kedatangan aku ke sini untuk mengakhiri semuanya. Aku tidak ingin melanjutkan ini karena rasanya tidak mungkin kami
Damian terisak penuh kala mendengar cerita dari papanya dua puluh delapan tahun yang lalu. Tangannya meremas kuat tangan Arnold yang sedari tadi memegangnya.Tak henti-hentinya Arnold meminta maaf kepada Damian karena tidak bisa menjadi ayah yang baik untuknyaPun dengan Diego dan juga Indi Keduanya sama-sama menangis haru. Tidak ada yang mau nasibnya seperti mereka. Tidak direstui bahkan akan terjadi malapetaka bila keluarga Arnold tahu dia memiliki anak dari orang lain."Papa tidak mau mengambil risiko yang besar lagi, Nak. Lebih baik Papa dibenci kamu dan mama kamu selamanya daripada harus mengantarkan nyawa kamu yang akan membuat Papa gila. Kenapa hingga saat ini Papa selalu bersembunyi, karena tidak ingin kamu kenapa-napa, Nak."Sudah tidak bisa menikah dengan mama kamu, dan Papa harus merelakan nyawa kamu melayang juga T
"Seriusan, ini anaknya Papa? Anak kandung Papa?" tanya Indi sembari menunjuk pada ponsel milik mertuanya itu.Arnold mengangguk dengan mimik wajah bingung Sebab Indi tampak terkejut bukan main kala melihat anaknya itu."Iya. Sempat menikah karena hamil. Ternyata bukan dia ayah kandungnya Akhirnya suaminya tidak terima dan memilih untuk bercerai. Sampai sekarang dia masih jadi single mom," tutur Arnold menjelaskan."Namanya Caramella Zoya. Anaknya perempuan bernama Zia," ucapnya memberi tahu.Indi menyandarkan punggungnya dengan lemas dengan mulut menganga. Dia benar-benar tidak menyangka bila Zoya adalah saudara Damian yang terlahir dari beda ibu.Indi lalu geleng-geleng dengan pelan. "Pantesan sifatnya gila kayak gitu. Ternyata turunan dari emaknya," ucapnya kemudian.Damian lalu menoleh kepada Indi.
Satu minggu berlaluDamian kembali bekerja seperti biasa dan melupakan apa yang telah terjadi di minggu lalu. Yang mana dia baru saja mengetahui siapa ayah kandungnya.Yang ternyata memang bukan orang sembarangan Hanya saja, Damian tidak pernah mau menganggap kalau Arnold adalah ayahnyaBiarkan mereka hidup masing-masing. Menganggap kalau Damian dan Arnold tidak pernah bertemu. Menganggap kalau Damian hanyalah seorang anak yang berdiri sendiri, tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tua kandungnya."Diego Tolong urus pengiriman ke Belanda. Gue ada meeting di Jakarta Timur dan harus segera ke sana sekarang juga. Kontrak ini lumayan besar nilainya, bisa buat elo beli pulau Nanti, buat kado pernikahan elo sama Manda. Tapi, hanya dengan Manda. Kalau sama orang lain, nggak akan gue beliin!"Diego lantas meng
Damian masih berusaha tenang meski hatinya sudah tidak karuan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Otaknya harus tetap berputar mencari cara agar bisa selamat dari Jebakan Daniel itu.Ia lalu menghubungi Diego. Tak lama setelahnya, lelaki itu menerima panggilan tersebut."Diego. Jangan beri tahu Indi dulu. Bilang, kalau gue masih ada kerjaan. Rem gue blong. Disabotase Daniel, dia baru ngasih tahu tadi.""Apa? Damian! Elo di mana sekarang? Damian. Rem blong itu bukan masalah sepele. Elo bisa mati kalau kecelakaan lagi. Damian. Kecepatan elo berapa. sekarang?"Seratus. Jalanan cukup lenggang. Gue ambil jalan yang entah ke mana ini gue juga nggak tahu. Ikuti gue dari maps yang udah elo pasang di HP elo. Gue mohon, jangan beri tahu Indi. Gue pasti akan selamat."Damian sudah menitikan air matanya. Bukan masalah nyawanya
Tiba di rumah ….Melihat Damian yang melangkah seperti orang pincang membuat Indi terke jut. Ia kemudian menghampiri suaminya sembari melihat baju yang dikenakan oleh Damian sangat kotor.Damian Kamu habis ngapain?" tanya Indi dengan wajah paniknya.Damian hanya menelan salivanya sembari mengusapi rambut istrinya itu. Lalu kembali melangkah dan duduk di sofa ruang tengah."Diego, Damian habis ngapain? Habis meeting apa habis bajak sawah? Kenapa ba junya kotor kayak gitu, kakinya pincang. Ada yang lecet pasti itu Indi bertanya kepada Diego.Damian mobilnya disabotase Daniel, jawab Diego pelan."APAA?!" Indi lantas terke jut. Ia langsung menghampiri Damian yang tengah duduk itu "Damian. Ka kamu nggak apa-apa, kan? Kaki kamu lalu membuka sepatu yang masih dikenakan oleh suaminya itu. Indi"
Usia kandungan Indi sudah memasuki delapan bulan. Tanggal perkiraan persalinan pun sudah ditentukan dan itu membuat jantung Indi berdetak tak karuan.Sementara Daniel masih berkeliaran di muka bumi ini. Sudah satu minggu ini pula Damian masih mencari keberadaan dirinya yang tidak muncul lagi.Bahkan, nomor telepon yang digunakan saat menghubungi Damian pun sudah tidak aktif lagi. Saat ini, Damian tengah berada di rumah Diego, bertemu dengan papanya Arnold. Tengah membahas Daniel yang hampir mencelakainya."Pa. Aku nggak akan memberikan akta itu ke Daniel. Itu hanya untuk memancing Daniel supaya dia mau keluar dari persembunyiannya. Dengan dia tahu kalau akta tersebut sudah ada di tanganku, dia pasti akan mencariku dan mau keluar dari persembunyiannya."Mama Maria. Yang dia kira kalau akta itu ada di tangan Mama, akhirnya dia b
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.