Mahanta merasakan denyutan sakit yang menghantam kepalanya seperti palu pemukul yang tidak kenal ampun. Dari sudut pandangnya yang buram, ia memandang sekeliling dengan mata yang masih setengah terpejam, mencoba memahami di mana ia berada. Apartemennya. Sofa. Bau alkohol yang tercium sangat kuat. Dan dalam benaknya, kejadian malam sebelumnya mulai muncul seperti bayangan buram yang ingin ia tolak.Mata Mahanta terbuka perlahan. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela apartemennya menusuk seperti pedang tajam, membuatnya menutup mata kembali dengan cepat. Kepalanya terasa berat, dan setiap gerakan yang dilakukannya hanya membuatnya semakin merasa mual.Dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ah, Ziana. Mantan kekasihnya. Segala hal tentangnya seperti terpatri di setiap sudut apartemen ini. Tetapi Ziana tidak lagi bersamanya. Dia tidak menerima Mahanta kembali. Dan itu membuat Mahanta merasa hancur.Karena rasa sedih yang menghimpit, Mahanta meraih botol kosong yang tergeletak di meja, m
Read more