All Chapters of Kunkungan Pernikahan Suami Psikopat: Chapter 81 - Chapter 90

117 Chapters

Masokis?

Di tengah malam yang sepi itu, Arum menikmatinya dengan pelan. Setiap ujung bibir yang basah terasa melekat padanya hingga ia terbangun. Julvri membuka kedua matanya tapi tidak terlihat terkejut justru melanjutkan apa yang mereka lakukan saat ini. Dalam ketenangan, Julvri meraih pinggul dan mendekatkan tubuh mungil itu pada dirinya sendiri. Dekapannya yang hangat dan jari-jemari yang besar meraba bagian pinggul hingga ke atas. Sesekali mereka menarik diri tuk bernapas, keduanya saling bertukar tatap penuh tanda tanya.“Bangun-bangun sudah melakukan ini ... siapa yang mengajarimu?” Julvri menyindir. “Eh, bukankah itu kamu?” balas Arum sambil tersenyum. Pundak yang Arum sentuh juga besar, tangan mungilnya tidak sebanding bahkan sudah tak mungkin untuk melawan dirinya. Awal ia sangat ketakutan setengah mati karena ramalan kematiannya tapi sekarang dirinya sudah berpasrah diri. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Julvri sembari mengecup leherny
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Air Mata yang Tidak Mengalir

Kejadian saat di pantai hari itu, sudah cukup membuat hati Arum gelisah. Kekecewaan yang mendalam entah pada seseorang atau bahkan pada diri sendiri. Lalu kejadian buruk kembali terjadi, kali ini menimpa ibunya sendiri. “Aku berpikir dengan kepergianku, semua akan tenang tapi nyatanya malah ibu yang meninggalkanku.” Rasa sedih di hati yang amat mendalam, anehnya tak setetes air mata pun mengalir. Ekspresinya mungkin terlihat panik dan sedih tapi hanya itu saja.  Lantas ia menjatuhkan kedua kakinya, lutut menghantam lantai. Terasa sedikit sakit. Perlahan jari-jemari Arum membelai wajah hingga rambutnya. Wajah pucat itu sudah tidak lagi bisa membuka mata apalagi tersenyum seperti biasa.  “Tolong bersabarlah,” ucap salah satu tetangga seraya menepuk pundak Arum dari belakang. “Kami semua turut berduka atas kejadian ini, Arum.” Disusul ol
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bermimpi Tentang Ibu

Wanita manapun mana mungkin selamanya mencintai seorang pembunuh, jika dipikir-pikir perkataan Julvri tidak salah justru itu masuk akal. Arum yang merupakan seorang wanita, bisa saja menuntut tindakan Julvri yang kejam dan dapat berpisah darinya. Namun ia tidak melakukannya. “Mustahil aku bisa melarikan diri darimu. Bayangkan saja, suamiku seorang pembunuh, orang yang aku cintai ternyata orang seperti ini. Di lain sisi aku merasa bisa menerima semuanya karena niat burukku dulu padamu.” “Karma?”  “Entahlah, bisa saja begitu.” Takdir tidak bisa dibaca hanya mengandalkan garis tangan, bintang-bintang di langit berputar sesuai rotasi begitu pula bumi dan bulan. Adapun Arum merasa ia sudah tidak mungkin melarikan diri dan memilih untuk menerimanya selagi orang lain tidak dirugikan. "Hanya aku yang tersisa. Dia takkan bisa menyentuh ibuku karena
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kabar Buruk Datang Beruntun

Perawat datang untuk mengganti perbannya yang baru. Malam berlalu cukup cepat, fajar pun menyingsing. Seolah tirai besar terbuka lebar, menunjukkan betapa indahnya matahari terbit. Kedua mata Arum kembali terbuka, mendapati beberapa orang yang ada di sekitarnya.“Julvri, Ibu dan Ayah mertua,” sebut Arum satu persatu. Mereka berwajah cemas padahal kondisi Arum terbilang sudah membaik, lukanya sembuh dengan cepat. Beberapa hari lagi mungkin ia diperbolehkan untuk pulang. Arum mengubah posisinya menjadi duduk, sekali lagi ia memperhatikan tiga orang di sekitar satu persatu. Pertanyaan terbesit dalam benaknya tapi tak mampu terucap. “Arum, bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit? Atau ada yang ingin kamu makan?” tanya ibu mertua dengan beruntun, wajahnya terlihat khawatir bukan main.Ayah mertua juga menunjukkan wajah yang sama lantas bertanya, “Berbaringlah saja, Arum. Baru sehari ini kamu dirawat, Julvri suamimu juga pasti cemas.”
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Hamil

Di suatu tempat lain, rumah Ayah dan Ibu Julvri.  “Bagaimana keadaan anak itu? Apa Julvri sudah menghubungi?” “Tidak. Belum. Dia masih belum menghubungi kita. Sudah tenanglah, aku yakin dia baik-baik saja.” “Ya. Aku harap begitu.” Bagi orang tua Julvri Vandam, memiliki seorang cucu adalah harapan terbesar mereka. Selain mereka merasa sangat khawatir pada Arum yang tengah mengandung serta sedang terluka di bagian perut dekat dengan ginjal. Rasa bersyukur sedalam-dalamnya terucap di bibir mereka sepanjang waktu ketika tahu janin Arum masih terbilang sehat setelah Arum terluka hari itu. “Aku masih tidak menyangka. Fisik menantu kita ternyata kuat sekali, ya.” “Kita tidak pilih salah menantu atau mungkin ini takdirnya, anak yang ada di dalam kandungan masih hidup setelah sempat dinyatakan tidak ada detak
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Sebuah Konsekuensi I

Bagai petir datang di siang bolong, tubuhnya gemetar seiring kata-kata yang selalu keluar dan terucap di bibir pria ini. Dadanya terasa sesak, sakitnya bukan main sampai ia merengkuh. Perlahan turun, duduk di lantai.  “Arum.” "Bagaimana bisa dia mengatakannya semudah itu? Mengawetkan itu sama saja membunuh. Sebenarnya apa yang dia pikirkan?" Dalam benak, Arum bertanya-tanya bingung.  Ia lantas mendongakkan kepala, menatap lekat ekspresi Julvri yang memandangnya dari atas sana. Semakin lama Arum melihat, semakin Arum tidak memahami sifat ataupun tingkah laku pria yang telah menjadi suaminya itu. "Ini bahaya," pikirnya membatin.  “Bohong!” seru Arum meninggikan nada suaranya. “Nggak mungkin aku hamil, sedangkan kamu sama sekali nggak ada rencana untuk membuat anak,” lanjut Arum. “Iya. Aku memang tidak mer
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Sebuah Konsekuensi II

“Julvri, sepertinya aku tidak akan bisa melepas rindu secepat ini. Kamu dan aku seperti sudah ditakdirkan sejak lama untuk bersama.” Wanita berambut panjang gelombang mengelus dada bidangnya dengan mesra. Mereka berpelukan tanpa arti, sedang Julvri menikmati permainannya.  “Takdir 'kan memang tidak ada yang tahu. Lagi pula apa kamu ingin berdiri di sini saja?”  Wanita itu mendongakkan kepalanya, menatap wajah lelaki tampan itu. Sejenak terdiam lantaran terpana padanya.  “Kita lebih baik masuk saja,” ucap wanita tersebut.  Julvri mengangguk sembari berkata, “Iya, sudah mulai dingin.” Langit malam dengan sinar rembulan, di balik tirai terdapat pemandangan berupa gedung-gedung pencakar langit. Meski tidak sebanding dengan pemandangan alam namun ini sudah cukup bagus.  T
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Wanita Sampah I

“Dengarkan aku bercerita teman-teman.” “Ada apa?” “Aku berencana untuk mengincar seorang pria tajir di sini. Tentu saja agar hidupku jauh lebih mudah dari yang sekarang,” tutur Arum lantas tersenyum. “Lalu siapa yang kamu incar? Sepertinya kamu sangat bersemangat sekali ya.” “Tentu saja tapi ... aku belum memutuskan siapa.” Para perempuan berkumpul dan bergosip adalah hal biasa, Arum masih belum bisa melepaskan kebiasaan buruk satu ini terutama jika berhubungan dengan pernikahan atau semacamnya. Ia tidak mau merugi dan terus berusaha mendapatkan yang terbaik. Secara kebetulan Julvri melintas di belakang mereka, sejenak ia terdiam begitu mendengar ucapan Arum. Perlahan ia melangkah ke belakang dan bersembunyi di balik dinding agar dapat menguping pembicaraan mereka lebih jauh. Ser
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Wanita Sampah II

Sungguh sebuah kebetulan bertemu dengannya di sini. Terlebih dari semua tempat, mereka berjumpa saat Julvri sedang kencan. Awalnya ia cukup khawatir bila Arum mengenali dirinya tapi kekhawatiran itu berujung sia-sia karena rupanya Arum sama sekali tidak mengenalnya.  Arum hanya datang sebagai pelayan yang mengantar pesanan mereka sembari mengumbar senyum, tanda keramahan pada setiap pelanggan. Julvri lantas ikut tersenyum dan terus memandanginya dengan tatapan berharap. “Pelayan sepertimu dilihat-lihat cukup cantik juga ya.” Julvri menggodanya sedikit. Hal itu sontak membuat Arum sangat terkejut, tapi ia bisa mengendalikan ekspresinya sehingga tidak terlihat memalukan. Memasang wajah seperti biasa pun tidak lupa dengan tersenyum seolah sedang senang.  Dua gelas minuman yang serasi sudah berada di hadapan mereka, Arum yang kini memeluk nampan berukir kayu itu sejenak terdiam dan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Gairah Tak Terbalas

Seumur hidupnya tidak pernah sekalipun Julvri merasakan cinta yang sesungguhnya. Di kehidupan yang monoton ini, Julvri memang terlihat begitu sempurna dari segala aspek. Fisik dan juga otak bagai tiada tanding.  Bruk! Julvri menjatuhkan diri di lantai, seketika ia tersadar adanya darah di bagian punggung tangannya.  “Lecet ... pantas saja terasa perih.”  Sembari memandang arah luar di balik jendela, dengan tatapan kebosanan itu ia menjilat darahnya sendiri. Menikmati apa yang bisa dinikmati tapi tetap saja perasaan bosan terus saja melanda dirinya.  Pesan singkat mengambang di notifikasi layar ponselnya. Tidak tertera nama melainkan hanya nomor.  Pesan itu terbaca, [Sepertinya kau melakukannya lagi. Tidak ada bosan-bosannya ya?] Julvri tersenyum tanpa membalas pesan singkat itu. Ia lantas bersandar di
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status