Home / Romansa / Sekretaris Sang Presdir / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Sekretaris Sang Presdir: Chapter 101 - Chapter 110

118 Chapters

S2. Part 9. Camping 

“Saya nggak mau!” tolak Ruby dengan tegas, “dikira saya nggak punya pekerjaan apa.” Perempuan itu lantas hampir berbalik untuk pergi ketika Orion menahannya. “Ini perintah, Ruby.” Kukuh Orion tak mau mengalah. “Perintah yang tidak penting bisa ditolak. Dan perintah Mas Orion sama sekali tidak penting, jadi saya bisa menolaknya.” Orion menarik tangan Ruby dan memaksa perempuan itu berjalan menuju mobilnya. Mana bisa Ruby menolaknya, sedangkan dia sudah menyiapkan semuanya. Tentu saja dia merasa tidak adil untuk ‘kerja kerasnya’ jika tidak dihargai. Maka dari itu, mau tak mau Ruby harus ikut dengannya. Entah dia merasa rela atau tidak. “Mas, saya nggak mau.” Berontak Ruby saat dia sudah berada di dalam mobil. “Diam!” Orion segera mengendarai mobilnya dengan cepat agar bisa segera sampai tempat tujuan. Ruby benar-benar tidak tahu harus melakukan apa dengan sifat keras kepala yang ditunjukkan oleh Orion kepadanya. Kesal bercampur dengan emosi itu benar-benar menguasai kepala Ruby. D
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more

S2. Part 10. Debut di Social Media

“Kalau kamu capek boleh tidur.” Orion masih menikmati makanannya ketika berbicara. Hal itu membuat Ruby menoleh ke sana-kemari. “Di tenda?” tanyanya setelah itu.“Memang kamu lihat tempat lain yang bisa dipakai tidur selain tenda itu?” “Kalau nanti Mas Orion ngantuk juga, tidur di tenda itu juga?” “Ya, nggak mungkin saya tidur di tengah sungai.” Orion menatap Ruby dengan lirikan malas seolah dia benar-benar berbicara dengan perempuan paling bodoh sedunia. “Kalau begitu saya nggak mau tidur.” Ruby memutuskan. Padahal dia benar-benar ingin sekali berbaring. “Kenapa? Takut saya perkosa.” “Ngomongnya nggak di filter.” Ruby mendelik kesal. “Karena nggak ada alasan yang masuk akal ketika kamu takut dengan seorang lelaki kecuali dia akan melakukan pelecehan.” Ruby tidak menjawab. Dia melupakan ucapan Orion beberapa saat lalu yang menginginkan dia menjadi kekasihnya.“Saya nggak mau jadi pacar Mas Orion.” Akhirnya Ruby bersuara setelah beberapa saat. “Lalu mau jadi apa? Istri saya? Ng
last updateLast Updated : 2024-05-24
Read more

S2. Part 11. Dua Lelaki Sama Versi

“Mas tolong profesionalnya dong. Kita ini di kantor.” Ruby lelah menghadapi Orion. Perempuan itu malas kalau harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh karyawan lain kepadanya. “Di mana letak ketidak profesionalan saya? Saya mengunggah foto kamu itu di akun pribadi saya. Bukan di akun perusahaan.” Orion menjelaskan dengan sabar. “Seharusnya Mas nggak perlu mengunggah hal yang tidak perlu.” “Saya tidak akan memutus kebahagiaan saya hanya karena orang lain. Kalau mereka mau ribut, biarkan mereka ribut. Bukankah kamu sudah biasa mengabaikan hal-hal yang begitu? Kenapa sekarang kamu merespon berlebihan?” Ruby terdiam. Orion memang benar, biasanya dia hanya mengabaikan hal-hal yang tidak penting itu masuk ke dalam telinganya. Sekarang lantas kenapa dia harus meributkan hal seperti itu? Ruby tertunduk. Helaan napas panjang itu dia keluarkan dari mulutnya. Orion berdiri masih di depan kursi kerjanya. Tangannya terulur untuk mengelus puncak kepala Ruby. Ruby mendongak dan
last updateLast Updated : 2024-05-24
Read more

S2. Part 12. Kepedulian Orion 

Ruby menutup matanya dengan tubuh menyandar di sandaran kursi kerjanya. Rasa kantuk tak tertahankan itu membuatnya tidak bisa membuka matanya. Ini bahkan sudah pukul delapan malam, tetapi sejak tadi dia tak kunjung bangun sejak setengah jam lalu. Getaran ponselnya sejak tadi bahkan sama sekali tidak sedikitpun mengusiknya. Di tempat lain, Orion tengah mondar-mandir karena sejak tadi tidak kunjung mendapatkan kabar dari Ruby. Kekhawatirannya melambung tinggi. “Ini bocah ke mana sih?” Orion sekali lagi mencoba menghubungi Ruby, tetapi tidak kunjung mendapatkan respon. Orion tidak ada di kantor sehingga dia tidak bisa mengecek ruangan Ruby untuk mendapatkan jawaban. Dia pulang lebih dulu karena ada pekerjaan di luar seharian. Memutuskan untuk pergi kembali ke kantor, Orion tampak terburu-buru ketika masuk ke dalam lobby. Dia dihentikan oleh satpam hanya untuk bertanya. “Mas Orion ada yang ketinggalan?” tanyanya. “Pacar saya yang ketinggalan di dalam, Pak,” jawabnya sambil berlalu. L
last updateLast Updated : 2024-05-26
Read more

S2. Part 13. Sogokan

“Saya tidak mau ikut campur masalah keluarga kalian tanpa persetujuan dari Ruby.” Orion menjawab tegas ucapan Daniel. “Silakan bicara sendiri dengan Ruby dan keputusan apa pun yang akan diambilnya nanti artinya itu yang terbaik untuk Ruby.” “Kenapa? Kamu takut dengannya?” tanya Dustin, “kamu takut dia akan marah kepadamu?” “Tidak. Tapi saya tidak memiliki hak apa pun untuk ikut campur dengan urusan keluarga kalian. Saya tidak berhak sedikitpun.” “Bukannya itu akan mudah bagi kamu untuk masuk ke dalam keluarga kami? Kalau kamu mampu meyakinkan Ruby, maka kamu akan mendapatkan restu dari kami dengan mudah.” Dustin kembali bersuara. Seorang Kapten Tentara itu memiliki wajah dingin. “Jangan menggunakan hal seperti itu sebagai sebuah alasan. Saya tetap akan menolak. Lagi pula, saya bukan pengkhianat. Ruby adalah kekasih saya dan saya menghargainya dengan tidak mengkhianatinya.” Orion bukan orang yang mudah tergiur dengan hal-hal abu-abu yang sedang dipamerkan kepadanya. Orion tidak su
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

S2. Part 14. Tugas Harus Dilaksanakan

Orion sebenarnya masih kekanakan. Setidaknya itulah yang terlihat di mata Elang. Lelaki yang menuruni sifatnya itu terkadang masih uring-uringan atas hal-hal yang tidak penting. Belum bisa mengendalikan emosinya, dan ada banyak hal lain yang bagi Elang masih sangat membutuhkan bimbingan darinya. Jika itu mengenai kepemimpinan, lelaki itu tentu sudah bisa diandalkan. Dia tanggap dan cepat bertindak. Sifat otoriternya pun tak ada bedanya dengan Elang. “Kenapa Papa manggil aku?” Orion masuk ke dalam ruangan Elang dengan ekspresi kesalnya. Duduk tepat di depan sang ayah. Menunggu apa pun yang barangkali akan dikatakan oleh lelaki paruh baya tersebut. “Kenapa moodmu jadi buruk seperti ini?” tanya Elang memulai, “Papa nggak sengaja dengar dari para karyawan katanya seharian ini kamu marah-marah nggak jelas. Ada apa?” “Nggak ada apa-apa,” elak Orion, “Papa mendingan jangan tanya hal-hal yang nggak penting begitu deh. Aku lagi nggak mau bahas begituan.” Benar, ‘kan penilaian Elang tentan
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

S2. Part 15. Marah 

“Sorry, sudah membuat Mas tidur nggak nyaman di sini. Saya semalam benar-benar udah ngantuk banget.” Ruby meletakkan secangkir teh di depan Orion sebelum dia duduk di depan lelaki itu. Dia merasa tidak enak karena sudah membuat Orion lagi-lagi tidur di tempat yang kurang layak. Orion tidak bersuara. Dia hanya menatap Ruby yang sudah segar dengan rambut basah sehabis keramas. Kantuk yang dirasakan oleh Ruby belum sepenuhnya hilang, pun tubuhnya masih terasa lelah. “Saya dengar, Mas semalam bilang akan ditugaskan sama Pak Elang ke Batam. Kapan berangkat?” Orion melepaskan tarikan napasnya panjang mendengar pertanyaan itu. Lelaki itu yang tadinya ingin marah kepada Ruby pun akhirnya urung. Ketika dia bersuara, rasanya begitu berat. “Iya, Papa ingin saya memantau perkembangan proyek di sana. Satu bulan. Rencananya dua hari lagi saya akan berangkat.” Lagi-lagi, dia menarik napasnya panjang. “By, saya nggak bisa ninggalin kamu sejauh itu. Kamu pergi seharian tanpa kabar begini saja, say
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more

S2. Part 16. Tidak Adil

“Ada apa dengan Orion?” Ruby duduk di depan sang kakak sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang pembahasan yang kira-kira akan diangkat oleh lelaki itu. “Kamu yakin berhubungan dengan lelaki seperti itu?” “Lelaki seperti apa?” tanya Ruby mengernyit aneh, “dia lelaki yang baik dan sayang sama aku. Apa yang salah?” Biarlah Ruby merasa percaya diri dengan mengatakan itu, tetapi itulah kata Orion yang pernah dikatakan kepadanya. “Dia bukan lelaki yang baik buat kamu.” Dustin menilai dengan berani. “Kamu bisa mendapatkan lelaki lebih dari itu. Abang akan carikan dari TNI atau dari kalangan dokter. Abang tahu dia atasanmu, tapi bagi Abang dia hanyalah lelaki yang tidak akan serius dengan hubungan kalian.” “Atas dasar apa Abang menilai Orion seperti itu? Apa karena Abang nggak berhasil menghasut dia untuk membawaku pulang?” Dustin tampak terkejut mendengar itu. Tidak menyangka kalau Ruby akan mengatakan hal demikian. Lelaki itu hanya diam tak bersuara. “Aku tahu kalau kalian
last updateLast Updated : 2024-06-03
Read more

S2. Part 17. Kabar Ruby Untuk Orion

Ruby menatap kamar yang sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun dengan tatapan tajam. Kamar itu masih rapi dan tidak ada yang berubah sedikitpun. Ruby tidak tahu sampai kapan dia akan berada di rumahnya. Ayahnya benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk pergi. Semua barang-barangnya juga tertinggal di rumahnya sendiri, bahkan ponselnya sekalipun. “Kali ini aku sudah terjebak.” Ruby menatap langit malam dari balkon kamarnya tampak merasa sedih. Segala hal yang sudah diupayakan selama ini seolah tidak ada gunanya lagi. Memilih untuk berbaring dan beristirahat, Ruby akhirnya mengakhiri malam ini dengan tidur nyenyak. Tepat pukul tiga pagi dia bangun bermaksud untuk keluar rumah. Sayangnya, rumahnya terkunci rapat. Ruby akhirnya menyerah dan memilih untuk berbaring di sofa ruang keluarga. Dia lagi-lagi hanya menatap langit-langit ruangan tersebut tanpa ada hal yang bisa dilakukan. Ruby tak memiliki ponsel untuk menghubungi siapa pun. Pada akhirnya dia kembali tertidur sampai mataha
last updateLast Updated : 2024-06-04
Read more

S2. Part 18. Tidak Dalam Jangkauan

“Semua urusan di kantormu sudah Abang selesaikan. Kamu per hari ini sudah nggak tercatat lagi sebagai karyawan Infinity.” Daniel baru saja pulang dari rumah sakit ketika melihat adiknya tengah melamun di halaman samping rumah dengan sebuah buku di tangannya. Lelaki itu meletakkan barang belanjaan di atas meja sebelum duduk di kursi berseberangan dengan kursi yang diduduki oleh Ruby. “Ini Abang belikan HP dan tablet baru buat kamu. Nomornya sudah ada dan kamu tinggal pakai.” Ruby melirik tanpa minat seolah dia tak membutuhkan itu. Untuk apa barang-barang mewah itu? Toh dia sebenarnya membutuhkan itu untuk bekerja. Sekarang semuanya sudah berakhir dan sudah tidak menyisakan apa pun lagi di dalam hidupnya. “Non Ruby, dipanggil untuk ke ruangan Bapak.” Belum satu terjawab, dia sudah diminta menghadap sang ayah. Betapa kakunya hidupnya sekarang. Ini adalah hal yang paling tidak disenangi ketika dia berada di rumahnya. Segalanya terasa begitu berat untuknya. Ruby beranjak untuk menemui
last updateLast Updated : 2024-06-04
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status