Home / Romansa / Sekretaris Sang Presdir / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Sekretaris Sang Presdir: Chapter 61 - Chapter 70

118 Chapters

Part 61. Menunya Nasi Goreng

Bersaing secara sehat. Itulah yang Elang tunjukkan kepada Pijar ketika dia ingin mendapatkan perempuan itu. Elang tidak akan mengganggu Pijar ketika perempuan itu bersama dengan Noah, tetapi dia akan mendekat sedekat yang dia bisa ketika Pijar sendirian. Setelah dia meminta kepada orang tuanya untuk melamarkan Pijar untuknya, baik Gema maupun Almeda segera mendengus panjang. “Semua itu butuh proses, Lang. Nggak bisa main lamar anak orang gitu aja. Terlebih lagi, kamu memiliki dosa besar kepada Pijar yang perlu kamu selesaikan terlebih dulu. Yang terpenting bagi kamu sekarang adalah kamu bisa berdamai lebih dulu dengan Pijar baru kami bisa urus sisanya.” Itulah yang dikatakan oleh Gema malam itu. Elang ingin memaksa, tetapi dia tahu yang dikatakan oleh sang ayah memang benar. Masih ada banyak hal yang perlu dia selesaikan dengan Pijar. Sekarang yang perlu dilakukan adalah mendekati Pijar sebagai mana mestinya. Mendapatkan maaf yang benar dari gadis yang dicintainya. Elang mengeluar
last updateLast Updated : 2024-04-15
Read more

Part 62. Si Otoriter

“Sampai kapan dia akan bersikap seenaknya seperti itu?” Pijar mencuci piring bekas makannya dengan sedikit kasar. Mengomel seorang diri dengan bibir cemberut. Mendapatkan sumpah dari Elang setelah dia memasakkan makan malam untuk lelaki itu adalah hal yang sangat menyebalkan. Rasa lelah yang menggelung tubuhnya itu kini semakin terasa berat. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Elang sudah berdiri di depan rumah Pijar dengan membawa piring yang semalam dia bawa. Ekspresi dinginnya tercetak di wajahnya seperti biasa. “Kamu udah sarapan?” tanya Elang kepada Pijar. Pijar menerima piring itu tanpa mengatakan apa pun, meletakkannya di ruang tamu, lalu dia kembali keluar dan menutup pintu rumahnya. Tidak juga menjawab pertanyaan Elang. “Jar, aku bicara sama kamu.” Elang menarik tangan Pijar yang akan pergi. “Kamu udah sarapan?” Dengan menahan rasa kesalnya, Pijar menjawab singkat. “Udah.” “Nggak ngajak aku?” Elang mengernyit dalam. Ingatan Pijar memutar memori yang sudah dipendam sel
last updateLast Updated : 2024-04-15
Read more

Part 63. Cinta Tak Harus Memiliki

“Tadinya aku mau jemput kamu untuk makan malam bersama. Kebetulan, orang tuaku ada datang ke kota ini sekarang. Sepertinya hari ini kamu nggak bisa, mungkin lain kali saja.” Noah sama sekali tidak menunjukkan kemarahan atas sikap Elang yang seenaknya sendiri. Dia juga tidak terlihat tersinggung sama sekali. Meskipun dia melihat tangan Pijar digenggam dengan erat seolah enggan dilepaskan, Noah mengerti kalau dia belum memiliki wewenang untuk melarang Elang melakukan itu. “Lang, bisa kamu lepaskan tanganku?” Pijar tidak ingin menjadi gadis bodoh yang mau takluk begitu saja dengan sikap Elang. “Kenapa?” Dengan wajah menyebalkannya itu dia pura-pura tak paham. “Takut ada yang cemburu?” Pijar melepas paksa meskipun rasa pedih di tangannya terasa luar biasa. Dia mengusap tangan itu dengan lembut karena terlihat kemerahan. “Berapa hari orang tua Mas ada di Jakarta?” tanya Pijar dengan lembut. “Kurang lebih semingguan. Belum pasti sih sampai kapan, soalnya sambil liburan.” Noah terseny
last updateLast Updated : 2024-04-17
Read more

Part 64. Ketahuan

Elang memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia pasti mendapatkan sumpah serapah dari pengguna jalan lain, tetapi siapa yang peduli karena bagi Elang dia perlu melampiaskan rasa kesalnya. Sampai di apartemen, dia menendang kaki sofa untuk mengeluarkan rasa kesal yang menyumbat akal sehatnya. “Kenapa semuanya menjadi rumit begini?” Elang berteriak pada keheningan yang mencekam. “Aku beneran nggak bisa kehilangan kamu lagi, Pijar. Kamu nggak akan paham perasaanku.” Melemparkan tubuhnya di atas sofa, lelaki itu menarik napasnya panjang. Memejamkan matanya erat, memijat pelipisnya dengan kuat seolah dia ingin mengurai rasa sakit yang tiba-tiba muncul di kepalanya. “Sembilan bulan bukan waktu yang singkat. Kalau aku melakukan tes DNA saat bayi itu masih di dalam kandungan, kasihan dia.” Kali ini meja lah yang menjadi sasarannya dengan menendang beda itu sampai bergeser dari tempatnya. Mengambil rokok dari undakan meja, Elang keluar menuju balkon. Menyalakan rokok itu dan menyesapnya
last updateLast Updated : 2024-04-18
Read more

Part 65. Memilih Pergi

“Lang, jaga ucapanmu. Bagaimanapun Manda adalah seorang perempuan.” Almeda membentak putranya yang sudah berbicara sembarangan. “Kamu harus bisa menghargai dia. Hargai perasaannya.” “Menghargai perasaannya? Lalu bagaimana denganku, Ma? Aku mendapatkan tuduhan yang tidak masuk akal seperti ini dan itu merugikanku.” “Sudah!” Gema menengahi. “Elang, secepatnya kamu harus menikahi Manda. Semakin lama perut Manda akan membesar dan itu akan menjadikan aib untuknya.” Elang beranjak dari sofa. “Keputusanku tetap sama. Aku nggak akan menikah dengan Manda. Kalau Mama dan Papa mendesakku, maka aku memilih meninggalkan Indonesia. Aku akan membawa Pijar ikut bersamaku apa pun yang terjadi.” “Astaga!” Gema benar-benar dibuat pusing dengan tingkah sesuka Elang. Di mata orang tuanya, Elang bersalah dan seharusnya lelaki itu tidak bersikap seperti sekarang. “Lang, kamu paham nggak sih kalau kamu ini menghamili anak orang. Ada anakmu yang di dalam perut Manda.” “Aku nggak akan memaksa Papa dan Mam
last updateLast Updated : 2024-04-18
Read more

Part 66. Cek Kehamilan

“Bagaimana informasi yang kamu dapatkan, Dam?” “Untuk tes DNA janin dalam kandungan, setidaknya harus berusia 14 minggu, Pak.” Adam berdiri di depan Elang dan menunggu perintah selanjutnya dari lelaki itu. Elang tampak berpikir dan menghitung kira-kira berapa minggu kandungan yang ada di dalam kandungan Manda sekarang. Elang yakini kalau itu belum ada 14 minggu. Lelaki itu benar-benar hampir frustasi memikirkan masalah si bayi ini. Dia tidak ingin terjebak dalam masalah ini terlalu lama. Secepatnya dia ingin mengakhirinya. “Kamu boleh pergi.” Elang tidak bisa mengambil keputusan sekarang karena dia tahu jika kehamilan Manda masih belum genap empat belas minggu. “Baik, Pak.” Adam berjalan keluar dari ruangan Elang dan meninggalkan bosnya seorang diri. Elang beranjak, lalu keluar dari ruangannya. “Meeting apa pun yang perlu saya temui, cancel semuanya dan reschedule. Saya akan pergi sekarang.” Elang tidak memerlukan jawaban dari Adam sama sekali ketika dia berlalu. Masuk ke dalam
last updateLast Updated : 2024-04-19
Read more

Part 67. Tak Ada Maaf

“Kamu akan membawaku ke mana, Lang?” Elang yang sudah tidak memiliki kesabaran untuk berbicara dengan Manda itu sama sekali tak menjawab pertanyaan perempuan itu. Dia terus memacu mobilnya dengan cepat agar dia sampai tempat tujuan. Setelah Elang tahu jika Manda memang tidak hamil, kemarahan yang dipendam di dalam hatinya pun menguar begitu saja. Ekspresinya seperti mafia kejam yang ingin menghabisi lawannya. Seandainya Elang memiliki pistol, dia mungkin sudah menembak Manda detik itu juga. “Kalau kamu nggak berhenti, aku akan melompat.” Manda pikir dengan dia mengatakan itu, hati Elang akan luluh. Pintu mobil bahkan sudah terkunci dengan rapat dan mana mungkin dia bisa membukanya. Manda terlihat sangat ketakutan. Setelah ini, dia pasti akan mendapatkan amukan dari Elang dan mungkin saja, lelaki itu akan membuat hidupnya sangat buruk. Manda pasti berpikir, apa yang akan dilakukan oleh Elang kepadanya? Mereka sampai di depan rumah orang tua Elang. Tanpa banyak basi-basi, Elang kel
last updateLast Updated : 2024-04-20
Read more

Part 68. Namanya Juga Elang

“Kalian bicaralah. Aku yang akan menghandle meetingnya.” Leo memberikan izin kepada Pijar sebelum perempuan itu menolak. Leo tampaknya tahu jika Elang sedang tidak dalam mood yang baik. Ekspresi lelaki itu menunjukkan semuanya. Jika Elang sudah marah, maka itu hanya akan membuat orang-orang di sekitarnya ketakutan. Terlebih jika sudah seperti ini. Jika kemarahannya tidak tersalurkan, itu hanya akan membuat orang lain yang terkena imbasnya. Leo tahu betul bagaimana tabiat kakaknya. Pijar pun mengangguk dan meminta agar Elang dan Manda mengikutinya. Akan lebih nyaman kalau mereka berbicara di ruangannya. “Jadi, apa yang ingin kalian katakan?” tanya Pijar ketika mereka sudah sampai di ruangannya, “pastilah itu sangat penting. Kalian akan segera menikah?” Perempuan itu tidak mempersilahkan tamunya untuk duduk. Dia pun hanya berdiri dan menatap kedua orang tersebut. Pijar tidak bisa memungkiri jika perasaannya hancur ketika ucapan itu keluar dari mulutnya. Tidak bertemu dengan Elang be
last updateLast Updated : 2024-04-20
Read more

Part 69. Merasa Dipermainkan

“Kalau kamu terus berteriak, saya pastikan kamu tidak akan selamat!” Sebelum keluar dari mobil, peringatan itu diberikan oleh Elang kepada Manda agar perempuan itu tidak terus berteriak. Manda sudah seperti kehilangan kekuatannya untuk memohon ketika dia ditarik oleh Elang keluar dari mobil. Dia dibawa ke sebuah hotel yang pernah Manda gunakan untuk menjebak Elang. “Lang, kalau kamu mau aku berlutut di depanmu, aku akan melakukannya. Tapi, tolong jangan lakukan ini kepadaku.” “Diam!” Elang terus menarik Manda untuk masuk ke dalam salah satu kamar. Dan itu juga kamar yang sama saat kejadian menjijikkan itu terjadi. Elang melepaskan Manda dan mendorong perempuan itu ke depan seorang lelaki paruh baya yang tengah duduk di sofa dengan gaya angkuh. “Aa … nggak! Aku nggak mau. Lepaskan!” Manda berteriak ketika lelaki itu memeluk pinggangnya dengan erat dengan senyum penuh kelicikan. Adam yang hanya menjalankan perintah itu hanya diam karena tidak mengerti apa pun. Dia hanya ditugaskan
last updateLast Updated : 2024-04-21
Read more

Part 70. Foodcourt 

“Kamu sengaja menghindariku?” Pijar terjingkat kaget ketika melihat Elang ada di depannya. Pijar baru saja mandi ketika pintu rumahnya diketuk dan Elang berdiri di depan pintunya. Lelaki itu tampak marah menatap Pijar. “Aku nggak menghindar,” jawab Pijar masih berada di ambang pintu, “ada apa kamu malam-malam datang ke sini?” Wajah lelah Pijar tidak bisa dibohongi. Matanya sudah terlihat sayu karena kantuk. Suaranya juga terdengar lemah.Melihat itu, segala macam emosi yang menumpuk di hati Elang pun terasa musnah begitu saja. Lelaki itu lantas bertanya, “Udah makan?” tanyanya penuh perhatian. “Ya, aku udah makan tadi.” Nyatanya ucapan Pijar itu tak sinkron dengan perutnya yang berbunyi karena lapar. Pijar selalu malas makan jika sudah malam dan lelah. Perempuan itu memejamkan matanya karena merasa frustasi dengan dirinya sendiri. Di saat seperti ini kenapa perutnya tidak bisa diajak bekerja sama. Elang menyeringai. “Mau makan di rumah atau kita keluar sekarang.” Sikap Elang itu
last updateLast Updated : 2024-04-21
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status