All Chapters of Menikah Muda dengan Anak Rentenir: Chapter 41 - Chapter 50

158 Chapters

41. Harapan yang Hancur

Di salah satu perusahaan terkenal tepatnya di ruangan yang lumayan luas, terlihat seorang gadis cantik berdiri menghadap dinding kaca sedang menelepon seseorang. Dress selutut berwarna biru disertai blazer membalut tubuhnya dengan indah. Entah apa yang dibicarakan oleh si penelepon, raut wajahnya tampak menahan amarah. Mata indah gadis itu menatap tajam apa saja yang menjadi objek penglihatannya. Hingga beberapa saat kemudian, dia memutuskan sambungan teleponnya. “Shit! Gue kecolongan lagi!” marahnya dengan napas memburu. “Kalau kek gini ceritanya, gue nggak bisa ngapa-ngapain. Ah, si-al!” Tangan lentiknya menyentuh dagu tanda berpikir. Dia tersenyum sinis. “Licik juga caranya. Jadi dia ingin bermain secara halus? Oke, gue akan imbangi permainannya.” Tiba-tiba, terlintas di benaknya wajah lugu seseorang yang tak tahu apapun tentang ini. “Aarrgghh! Si-al! Si-al! Si-al! Gue harus pilih yang mana? Dasar Ular berbulu domba! Gue bakalan bikin lo hancur sehancur hancurnya!” Gadis bera
last updateLast Updated : 2024-02-10
Read more

42. Terbongkar Sudah

Azwa mematut dirinya di depan cermin bersiap pergi ke kampus. Sebenarnya, dia merasa pusing dan lelah. Matanya juga terlihat bengkak akibat terlalu lama menangis. Namun, dia tidak bisa meninggalkan matkul hari ini. Meski dalam hati ingin sekali membolos, tapi sisi baiknya menyadarkan bahwa masih banyak orang yang ingin berada di posisinya. Menjadi mahasiswa. Perempuan yang mengenakan kemeja hem berwarna tosca itu menarik napasnya, lalu memasukkan barang yang perlu dibawa. Saat tangannya memegang ponsel, dia terdiam. Dari semalem Azwa menonaktifkan ponselnya hingga sekarang pukul 09.10 pagi dan tidak ada niatan untuk mengaktifkan kembali. Dia juga tidak tahu apakah jadi ada kelas pukul setengah sepuluh nanti atau tidak. Namun, biasanya ada kelas karena dosennya yang meminta sendiri dan sudah disepakati dalam kontrak belajar. Ya sudah, bismillah saja. Semoga dia tidak sia-sia ke kampus jam segini. Azwa pun keluar kos dan mendapati Eliza yang menjemputnya seperti biasa. Padahal seb
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

43. Aufal Tumbang

Dua hari sudah berlalu. Namun, Azwa masih sangat sulit dihubungi membuat Aufal menjadi uring-uringan sendiri. Kalau bukan ponsel Azwa yang tidak aktif, ya, panggilan tak terjawab. Begitu terus hingga saat ini. Aufal benar-benar kalut memikirkan dan mengkhawatirkan istrinya. Belum lagi, sang ibu mertua yang berkali-kali menanyakan keberadaan Azwa kepadanya. Jadi, pria itu tidak punya pilihan lain selain berbohong. Dia tidak ingin membuat bundanya khawatir. Akan tetapi kalau sudah dua hari begini, dia tidak yakin Bunda akan percaya kepadanya lagi. Pintu kamar Aufal terbuka, memunculkan sosok Andra datang membawa makan malam untuk sahabatnya. Dia menghampiri Aufal yang terbaring lemah di atas ranjang. “Makan, Fal, biar cepet sembuh.” Lagi-lagi Aufal jatuh sakit karena terlalu memikirkan Azwa. Ditambah lagi dengan pekerjaan kantor yang selalu menumpuk dan tidak ada habisnya itu membuat tubuhnya kembali drop bahkan sempat demam tinggi tadi siang. Jadi, mau tidak mau dirinya harus pu
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

44. Nasehat Almeyra

“Azwa! Dicari temenmu!” Azwa yang pagi ini tengah membaca cerita di aplikasi Moothy secara offline, langsung bangun dari rebahannya mendengar seruan dari ibu kos. “Iya, Bu!” balasnya. Kemudian beranjak mengenakan kerudung, meraih kunci kosnya, dan berjalan tergesa-gesa menuju depan. “Meyra?” tanya Azwa begitu sampai di teras. “Kamu ke sini? Sama siapa? Pagi-pagi banget lagi.” Perempuan itu menengok ke arah gerbang mencari seseorang. Biasanya Meyra datang bersama Bahira. “Aku ke sini bareng sama adik asramaku yang ada kelas pagi. Aku mau ngomong penting sama kamu. Adek kosmu udah berangkat kan?” Azwa mengangguk dan mempersilahkan Meyra masuk. “Hari ini nggak ada matkul kan, ya?” “Nggak ada. Makanya punya hape tuh di on-kan biar tau info penting di grup kelas.” Nada bicara Meyra agak sewot entah kenapa. “Ini aku bawain nasi. Kamu pasti belum sarapan kan? Dimakan.” Meyra menyodorkan kresek yang di dalamnya ada sekotak styrofoam berisi nasi lengkap sama lauknya. Azwa menerimanya
last updateLast Updated : 2024-02-12
Read more

45. Sensitif

“Aku… aku…” Azwa menatap Meyra ragu. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya? “Aku marah sama Mas Ofa. Aku nggak ingin bicara sama dia. Rasanya sakit banget,” ungkapnya jujur. “Berarti dalam tiga hari ini kamu sama sekali nggak menghubungi Kak Aufal?” tanya Meyra terkejut. Azwa mengangguk pelan. “Iya.” “Ya Allah, Azwa…. Sampai segitunya?” Meyra menggelengkan kepalanya tak percaya. “Kamu tau nggak akibat perbuatanmu ini? Semua orang khawatir, Wa, terutama bundamu. Mungkin juga Kak Aufal sama khawatirnya.” “Buatmu ini memang hal sepele, tinggal mematikan data seluler atau menonaktifkan ponsel, tapi efek yang ditimbulkan sangat besar. Kita hidup jauh dari keluarga. Cuma lewat ponsel kita berkomunikasi dan bertukar kabar.” “Kalau ponsel nggak aktif, gimana mereka nggak khawatir? Kamu nggak mikir sampai situ? Cuma karena menghindari satu orang, kamu malah membuat semua orang menanggung akibatnya,” jelasnya secara tegas dan keras. Bukan apa-apa, dia ingin menyadarkan sahabatnya. A
last updateLast Updated : 2024-02-13
Read more

46. Mencari Pekerjaan Tambahan

“Nggak gitu, Dek. Kamu salah—” Tut Panggilan telepon yang dimatikan sepihak oleh istrinya membuat Aufal mengusap dada berkali-kali sambil menggumamkan kalimat istighfar. “Astaghfirullahaladzim, ya Allah Gusti. Berikan aku kesabaran penuh menghadapi karakter istriku, ya Allah. Dia yang kupilih untuk menjadi pendamping hidupku. Aku ridho, ya Allah,” ujarnya berusaha meraup kembali kesabaran dan menekan emosinya yang hampir saja meledak. Aufal meletakkan ponsel di meja ruang tamu berdampingan dengan laptopnya yang masih menyala. Dia memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya dan mematikan laptop. Percuma juga dilanjutkan karena dirinya sudah tidak fokus. Pria yang mengenakan kaos hitam itu menyandarkan tubuhnya di kursi dengan mata terpejam. Jujur, Aufal juga kesal dengan sikap Azwa malam ini yang terkesan kekanakan. Istrinya itu sudah berani menuntut. Bukan secara sengaja dia mengabaikan pesan Azwa selama lima hari ini, melainkan tidak sempat karena pekerjaan yang sangat banyak. Bi
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

47. Ngidam?

Satu minggu telah berlalu. Hubungan Aufal dan Azwa kembali seperti semula. Meski komunikasi tak sesering dulu karena kesibukan masing-masing, tetapi tidak membuat keharmonisan keduanya berkurang. Mereka sudah saling memahami kondisi satu sama lain. Di Surabaya, Azwa sedang disibukkan dengan perkuliahan semester enam disertai tugas yang semakin banyak karena tak lama lagi akan dilaksanakan UAS. Untuk masalah pernikahannya yang terbongkar, istri dari Aufal itu sudah tidak peduli lagi. Toh, Azwa menikah secara sah, bukan menikah siri ataupun menjadi simpanan. Jadi, tiada yang perlu dikhawatirkan. Biarlah orang lain memandangnya seperti apa. Yang terpenting hubungannya dengan Aufal baik-baik saja. “Kamu kenapa, Wa?” tanya Bahira melihat sahabatnya yang tampak tidak bersemangat. “Perutku rasanya kembung banget.” Azwa bersandar di kursi dengan posisi setengah berbaring, lalu menepuk-nepuk perutnya. “Kebanyakan makan kali,” sahut Meyra. “Ho'oh. Tadi aja kamu beli banyak makanan. Nasi
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

48. Ramadhan Pertama

Ramadhan, bulan suci yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh umat Islam karena merupakan bulan penuh berkah dan kesempatan bagi mereka untuk lebih meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Ramadhan tahun ini juga merupakan Ramadhan pertama bagi Aufal dan Azwa setelah sah menjadi suami-istri. Istimewa? Pastinya. Namun sayang, mereka belum bisa bersama karena masih dalam masa LDR. Tak apa, yang terpenting komunikasi tetap terjaga. “Kamu jadi PKL di perusahaan Papi, Dek?” tanya Aufal seraya mendudukkan dirinya di kursi teras belakang rumah Kahfi. Seperti biasa, setiap malam pria itu akan menghubungi sang istri. Bedanya kali ini, dia berada di rumah Kahfi untuk menginap sekaligus membantu persiapan pernikahan sahabatnya. “Jadi, dong. Azwa udah buat surat pengantar dari fakultas tadi siang. Udah buat proposalnya juga.” “Bagus, nanti Mas bakal bilang ke Papi.” “Sebenarnya Azwa masih pengen banget PKL di kantor Mas biar kita bisa lebih dekat gitu.” “Ya mau gimana lagi, Sayang. Perusa
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

49. Buka Bersama

Acha mengangguk dan tersenyum senang. Sementara Candra tersenyum malu dengan muka yang memerah. Namun, berbeda dengan Azwa yang hanya tersenyum ramah tanpa tahu arti terselubung dari ucapan Om Tama. Om Tama juga meminta Azwa untuk ikut buka bersama di rumah ini. Sempat ditolak karena merasa tidak enak. Namun berkat rayuan maut Acha yang tentu saja tidak bisa ditolak, Azwa akhirnya bersedia. Kini, mereka duduk di ruang makan menikmati berbagai macam hidangan yang tersaji di atas meja seusai menunaikan sholat Maghrib berjamaah. Candra sesekali mencuri pandang ke arah Azwa yang duduk tepat di hadapannya. Dia tersenyum kecil melihat Azwa yang makan tanpa ada jaim-jaimnya. Apalagi ditambah dengan Acha yang merecoki perempuan itu. Kompak, benar-benar seperti adik-kakak sungguhan. Dia semakin yakin menjadikan Azwa sebagai pujaan hatinya dan kalau bisa calon istri. “Azwa,” panggil Om Tama memulai obrolan setelah makan malam selesai. “Makasih banyak, ya. Berkat kamu, Acha perlahan-lahan
last updateLast Updated : 2024-02-16
Read more

50. Melepas Rindu

Mendekati hari lebaran biasanya semua aktivitas diliburkan alias cuti bersama. Mereka yang rumahnya jauh berbondong-bondong pulang ke kampung halaman masing-masing guna berkumpul bersama keluarga. Begitu pula dengan Azwa yang saat ini tengah menikmati masa liburan tanpa harus memikirkan tugas mata kuliah. Sudah empat hari dia berada di rumahnya sendiri. Selama itu, dia menghabiskan waktu bersama keluarganya sambil menunggu kedatangan Aufal. Malam ini, Azwa sudah siap berangkat tarawih dengan mukena yang membalut tubuh, tak lupa sajadah yang tersampir di tangannya. “Bunda….! Cepetan! Entar ketinggalan jamaah!” teriak Azwa dari luar rumah. “Hush! Anak perempuan nggak boleh teriak-teriak. Nggak pantes didengar tetangga,” tegur Diaz yang baru keluar rumah lengkap dengan baju muslimnya. “Adek bukan anak-anak lagi, tapi seorang istri,” balas Azwa. “Nah, apalagi seorang istri. Nggak baik.” Azwa berdecak sebal. “Bunda….!” teriaknya lagi tak menghiraukan teguran sang kakak. “Iya! Adek
last updateLast Updated : 2024-02-17
Read more
PREV
1
...
34567
...
16
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status