Home / Urban / DIKIRA SOPIR TERNYATA PUTRA PRESDIR / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of DIKIRA SOPIR TERNYATA PUTRA PRESDIR: Chapter 21 - Chapter 30

46 Chapters

21. Pertengkaran di Toko Buku

Wildan segera mengakhiri percakapannya dengan Murti. Ia berusaha membesarkan hati wanita yang masih dipanggilnya bulik itu, bahwa Allah pasti akan selalu memberikan yang terbaik untuk tiap hamba-Nya.Setelah itu, Wildan pun menaruh bukunya dan membuka pintu mobil. Mengaktifkan tombol kunci dan segera menyusul Adiba di dalam. Ia ingin tahu apa yang dilakukan Dito dengan wanita muda yang pinggangnya dipeluk dengan mesra itu. Tak lupa mantan suami Ratih Purnami tersebut memakai masker.“Kamu beneran enggak apa-apa nemenin aku dulu ke toko buku, Mas?”“Enggak pa-pa, Sayang. Kan, demi pendidikanmu juga,” jawab Dito renyah.Sungguh, ucapan kadal buntung macam Dito sangat membuat telinga Wildan gatal. Ia berdiri sekitar tiga meter dari dua sejoli yang terlihat memiliki hubungan tersebut.Dito memang sedang ada meeting di kantor Daud siang nanti, makanya dia datang ke Jakarta. Namun, sambil menyelam minum air. Entah diturunkan dari siapa sifat suka membual dan gonta-ganti wanita. Padahal Wild
last updateLast Updated : 2024-05-31
Read more

22. Semakin Akrab

Tak mau berdebat dengan putri sang majikan, Wildan pun menurut saja saat pagi ini Adiba yang menyetir mobil dan ia duduk di sampingnya. Tak mau membuat Adiba berspekulasi aneh-aneh, tanpa dipaksa, Wildan pun mulai bercerita tentang kenapa ia dan Dito terlibat cekcok. Beberapa kali Adiba harus mengembuskan napas panjang dengan mengucap istigfar kala mendengarkan cerita dari mulut Wildan.“Jujur saja, Mas Bani ... aku tidak pernah mau kepo sama urusan orang lain. Tapi, lihat Mas Bani dan Dito terlibat adu mulut tadi, aku merasa ada sesuatu di antara kalian.”“Iya, Non. Benar. Memang ada yang belum beres di antara kami,” jawab Wildan dengan pandangan lurus ke depan dan sesekali menempelkan botol dingin berisi es batu ke sebelah pipinya. “Mungkin Dito menganggapnya beres dan selesai, tapi tidak dengan saya sendiri.”“Mm ... maaf, apa Mas Bani masih mencintai mantan istri?” tanya Adiba hati-hati.Wildan menggeleng lemah. “Cinta saya bahkan sudah musnah ketika mendengar pengakuan langsung d
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more

23. Bukan Suara Murotal

Wildan sedang mengaji. Melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan bacaan yang fasih juga tartil yang indah. Sampai-sampai si Roni yang mulai terbiasa mendengar Wildan mengaji tiap sebelum tidur dan pagi setelah salat Subuh jadi curiga.“Kang, kayaknya sopir Pak Daud ini bukan orang sembarangan, deh!” celetuk si Roni–tukang kebun–suatu hari.“Maksud kamu dia manusia setengah dewa?” timpal si Rian, Pak Satpam.“Bisa jadi, Kang. Dia makhluk kayangan yang lagi ditugaskan di bumi buat mantau manusia-manusia yang ngakunya Islam, tapi cuma di KTP doang.”“Kayak lu maksudnya?”“Ih, si Akang mah suka nembak di tempat. Saya salat 'mah alhamdulillah udah jarang bolong, Kang.”Pak satpam hanya nyengir. Si Roni memang asli orang Bandung. Makanya siapa-siapa saja yang usianya jauh di atasnya akan ia panggil Akang.“Lihat aja, Kang. Postur tubuhnya kayak atlet. Wajahnya ganteng. Mana ngajinya fasih, salatnya selalu khusyuk. Si Wildan, mah, cocoknya jadi artis minimal, atau jadi ustaz-ustaz keren yan
last updateLast Updated : 2024-06-02
Read more

24. Jati Diri Wildan

“Jujur, Bu. Aku masih enggak nyangka kalau pria sebaik Wildan masih dicurangi sama perempuan. Mana sama istrinya. Ya Allah ... kasihan sekali anak itu,” ucap Farhah sembari memijat kaki sang ibu, Mentari.Ya, Mentari pun merasakan hal yang sama.“Apa coba kurangnya Wildan? Tampan, iya. Saleh, iya. Bertanggung jawab juga iya. Si Ratihnya aja yang kurang bersyukur.” Farhah masih tampak bersungut-sungut.Mentari hanya mengulas senyum tipis dengan pandangan menerawang.“Andai saja cucumu perempuan, Bu. Pasti sudah kulamarkan Wildan untuk anakku.”Kali ini Mentari terkekeh. “Yo gaweo anak eneh to, Far.”“Ish, Ibu ngelawak. Farhah udah tua, Bu.”“Masih tua ibumu ini.”Farhah menggeleng. “Ras terkuat enggak ada lawan.”Lagi-lagi Mentari hanya terkekeh dan menarik hidung putri keduanya yang tak mancung-mancung amat itu.“Kamu pernah denger ucapan orang bijak, Far? Katanya ... bisa jadi kita akan bertemu dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat. Ibu ngerasa jika Wildan m
last updateLast Updated : 2024-06-03
Read more

25. Adiba Bad Mood

Sudah sebulan berlalu semenjak Kiya dan Ibrahim berkunjung ke kediaman Daud. Namun, anak gadis Ibrahim itu sering meminta pada sang sopir keluarga untuk mengantarkannya ke rumah Adiba usai salat Isya.Awalnya Ibrahim mengizinkan karena memang putrinya sangat akrab dengan putri bungsu Daud. Lagi pula ... Adiba seorang muslimah yang baik. Pasti akan menambah ilmu dan wawasan Kiya jika sering bergaul dengan gadis bercadar itu.“Pa, aku boleh ngundang guru ngaji ke rumah enggak?”“Guru ngaji?”Kiya mengangguk antusias.“Boleh enggak, Pa?”“Kak Adiba?” tanya Ibrahim memastikan.“Bukan, Pa. Tapi sopirnya.”“Hah? Sopir?”“Hm, hm.” Kiya mengangguk-angguk lucu.“Sopirnya Kak Adiba guru ngaji?”“Bukan, sih. Cuma ... dia ngajinya jago banget, Pa. Kiya kalau ke sana pasti minta ajarin Mas Wildan ngaji.”“Mas Wildan? Nama sopirnya Om Daud itu Wildan?”Ibrahim tampak serius menginterogasi putrinya.“Iya, Pa. Masih muda, mana ganteng lagi.”“Eh?”Ibrahim terkejut dengan ekspresi centil sang putri, s
last updateLast Updated : 2024-06-04
Read more

26. Efek Cemburu

Wildan menatap takut-takut pada Adiba yang tadi sempat menutup pintu mobil dengan sedikit bantingan.‘Non Diba kenapa, ya? Serem banget lirikannya,’ gumam hati Wildan.“Jalan sekarang, Non?”“Minggu depan juga enggak apa-apa!”Nadanya memang terucap datar, tetapi kalimatnya cukup menyentil. Sedikit ketus malah. Wildan semakin merasa bersalah. Namun, apa salahnya?Pria yang terlihat segar karena sudah mencukur bulu-bulu halus di wajahnya itu segera melajukan mobil. Namun, sialnya, kondisi tidak kondusif di dalam mobil bertepatan dengan jalanan yang macet. Biasanya Adiba akan keluar dari kampus sekitar jam setengah enam. Dan kali ini lebih cepat dari biasanya, bersamaan dengan jam pulang kantor.Wildan melirik putri sang majikan dari kaca tengah di atas dasbor. Terlihat Adiba menatap kaca sampingnya. Kendaraan hanya berjalan pelan-pelan, tak terkecuali roda empat yang akan membawa keduanya pulang.Merasa mood Adiba sedang tidak baik, mata Wildan melirik pada minuman botol yang tadi semp
last updateLast Updated : 2024-06-06
Read more

27. Rabbani

“Tumben main ke sini enggak bilang-bilang dulu, Him?”“Si Kiya yang ngajak ke sini.” Ibrahim melonggarkan simpul dasinya. “Mau pulang kantor ujuk-ujuk ada tamu kecil maksa minta dianterin ke rumah Om Daud. Katanya ada yang kangen.”Daud menoleh ke arah gadis kecil yang tampak asyik berbalas pesan pada benda pintarnya.“Kiya kangen Kak Adiba apa kangen Om Daud, nih?” goda Daud.“Katanya, sih, kangen sama Mas–"“Papa!” sentak Kiya dengan wajah merengut.Ibrahim melipat bibirnya, sementara Daud mengangkat kedua alisnya. “Kangen Mas Adnan?”Ayah si gadis malah terkekeh mendengar ucapan teman baiknya. “Mana akrab dia sama si Adnan, Ud?”“Iya juga, sih.”Seorang pelayan datang membawakan minum dan camilan ringan kepada tamu tuannya.“Kangen sama siapa jadinya? Penasaran, ih!”Daud malah kompak dengan Ibrahim ingin menggoda Zakiya.“Papa jangan mulai, deh ...!” rajuk Kiya. “Kiya, kan, ngajak Papa ke sini buat minta izin sama Om Daud, siapa tahu dibolehin.”Daud menoleh. “Izin apa, Him?”“Itu
last updateLast Updated : 2024-06-08
Read more

28. Rabbani Corp

Bukan hal sulit bagi Fajar untuk memenuhi permintaan ibu dan neneknya mengunjungi kota Wonosari. Putra tunggal dari Farhah itu bekerja di sebuah perusahaan di Yogyakarta, tentu sangat mudah baginya pergi ke Jogja lantai dua ketika hari libur tiba.Gunung Kidul penuh dengan destinasi wisata yang elok dan memikat. Banyak pantai pasir putih yang tak kalah cantik dari pantai-pantai di Pulau Dewata. Namun, akses jalan yang cukup menantang dan berkelok-kelok sebelum menemukan hamparan pasir putih dari pesona pantai memang mengharuskan para pengendara ekstra hati-hati.Fajar dan salah satu temannya yang bekerja sebagai seorang reporter tiba di sebuah kapanewon Wonosari. Kapanéwon adalah sebutan untuk kecamatan di wilayah DIY yang berada di tingkat Kabupaten. Mereka berdua menemui siapa pun yang bisa ditanya, karena memang ibu dari Fajar tak banyak tahu.Namun, dari apa yang ia diskusikan dengan Kifni, sang reporter, mereka harus menemui seorang sesepuh, agar berita tentang kejadian dua puluh
last updateLast Updated : 2024-06-09
Read more

29. Bahasa Cinta Kawula Muda

“Diba malu, Abi. Diba malu ...,” rengek Adiba dengan menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Padahal sebagian sudah tertutup cadar.Bagi gadis lain, wajah memang bukan aurat yang wajib ditutup. Karena cadar memang bukan budaya warga Indonesia, melainkan budaya bangsa Arab. Namun, untuk Adiba yang sudah istikamah memakai cadar sejak memutuskan kuliah di Inggris saat menempuh S1, membuka cadar di hadapan orang lain yang bukan mahram terasa sangat malu sekali.“Menurut Abi enggak pa-pa, sih, Dek. Namanya juga enggak sengaja,” sahut Daud menanggapi.Diba masih menutup wajahnya dengan siku bertumpu pada kedua paha.“Katamu Wildan juga udah minta maaf, kan?”Adiba mengangguk.“Terus masalahnya apa, Sayang?”Telapak tangannya dibuka. Ia menatap aneh pada ayahnya. Bukannya marah, malah bertanya masalahnya apa. Adiba ingin sekali menjawab dengan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu.“Apa Abi harus meminta pertanggung jawaban pada Wildan karena dia sudah menikmati kecantikan wajah anak Abi
last updateLast Updated : 2024-06-11
Read more

30. Mulai Terkuak

“Jadi ... benar kalau anak itu pernah diasuh di panti ini, Bu?”Farhah dan Bu Tari beradu tatap, lalu mengangguk.“Alhamdulillahirobbil’alamin ... matur nuwun, Gusti ...,” ungkap Suyoto penuh rasa syukur dengan kedua telapak tangan meraup wajahnya.Walau bukan anaknya sendiri, tetapi Suyoto dan keluarga juga ikut bingung mencari keberadaan putra dari konglomerat itu. Suyoto kala itu merasa iba, melihat istri dari sang konglomerat meraung-raung dan menjerit di tepi hutan. Anak pertama mereka tak juga ditemukan hingga pencarian dihentikan.Opini masyarakat tentang hewan buas yang mungkin memangsa anak balita, sampai kemungkinan dibawa jin ke alam lain membuat pasangan suami istri itu semakin frustrasi. Jejak si balita bermata bulat dan tampan itu benar-benar lenyap. Tak ada petunjuk apa pun.Hingga Suyoto bersedia membantu mereka. Akan memberikan kabar sekecil apa pun jika memang ada. Bertahun-tahun Suyoto mencoba mencari info, tetapi nihil, tak ada hasil.“Mohon maaf sebelumnya, Pak Su
last updateLast Updated : 2024-06-12
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status