Semua Bab Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan: Bab 111 - Bab 120

172 Bab

BAB 111 Ilusi dan kenyataan

"Mungkin lebih baik kamu istirahat dulu, Rin," desak Reygan dengan suara yang penuh perhatian, berdiri di antara Ayrin dan pintu keluar. "Kondisimu belum sepenuhnya membaik. Saya khawatir."Ayrin menatap Reygan dengan tatapan yang campuran antara kesal dan keputusasaan. "Aku butuh udara segar. Aku nggak bisa terus berdiam di sini," ucapnya dengan suara yang bergetar, mencerminkan keinginannya untuk membebaskan diri dari penjara pikirannya yang gelap.Reygan menggeleng dengan lembut. "Saya tahu, tapi saya rasa kamu belum cukup kuat untuk pergi.”Ayrin menarik napas dalam-dalam, merasakan kelelahan yang menyelubunginya. “Aku muak di sini,” ujarnya dengan nada kasar dan menyindir.“Kalau begitu biarkan saya menemani kamu,” tawarnya dengan lembu
Baca selengkapnya

BAB 112 Ide yang menggoda

Dengan hati yang masih berdebar-debar dari insiden di jalan tadi, Reygan membawa Ayrin kembali ke apartemennya. Dia memandang wanita itu dengan penuh kekhawatiran.“Kamu baik-baik aja, kan? Nggak ada yang terluka?” tanya Reygan kemudian.Ayrin menggeleng lemah. “Aku mau istirahat,” katanya dengan pelan.“Oke, kita pulang sekarang,” sahut Reygan sambil menggendong tubuh Ayrin. Sepanjang perjalanan, Reygan merenungkan cara-cara untuk menghibur Ayrin atau setidaknya bisa membuatnya melupakan semua kesedihannya, meski hanya sebentar. Setibanya di apartemen, Reygan dengan lembut menempatkan tubuh Ayrin di atas sofa, lalu dia beranjak menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk wan
Baca selengkapnya

BAB 113 Belenggu kesedihan

Mereka berdiri di depan pintu apartemen keluarga Robert, dengan Ayrin menatap bangunan itu dengan harapan dan ketegangan yang sulit ditutupi. Ayrin menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu dengan hati-hati.Saat pintu terbuka, tampaklah seorang pria paruh baya dengan rambut beruban yang tersusun rapi. William Robert, pemilik apartemen tersebut, menyambut mereka dengan tatapan heran di matanya. "Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya, suaranya terdengar lembut namun penuh kebingungan.Ayrin mencoba menjelaskan tujuan kedatangannya dengan suara yang gemetar, "Saya ingin menanyakan apakah Raymond pernah menitipkan putri saya, Ayra, di sini. Kami sedang mencarinya."Wajah William terasa berkerut, mencoba mengingat-ingat. "Ah, Ayra... Ya, Raymond pernah menit
Baca selengkapnya

BAB 114 Pengkianatan yang mendalam

Ayrin merasa nafasnya terhenti saat mendengar bisikan Reygan di telinganya. "Aku akan membuatmu melupakan segala kesedihanmu untuk selama-lamanya," ucap Reygan dengan suara yang penuh keinginan."Mas, berhenti!" teriak Ayrin dengan suara yang hampir tercekik. Dia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Reygan, meronta sekuat tenaganya, tetapi pria itu terlalu kuat. Namun, usahanya sia-sia. Reygan, dalam keadaan mabuk dan tergoda oleh hasrat yang tak terkendali, terus maju tanpa pandang bulu. Sebelum Ayrin sempat bereaksi, Reygan memaksa wanita itu menengadah. Dengan gerakan yang kasar, pria itu mengecup bibir Ayrin dan mengulumnya dengan penuh nafsu. Ayrin merasa sekujur tubuhnya terbakar oleh kehangatan bibir Reygan yang ganas."Tolong, jangan!" teriak Ayrin dengan suara yang gemetar, namun seruan itu tidak lebih dari sekadar angin lalu bagi Reygan yang tenggelam dalam nafsu. Dia terkurung di bawah tubuh mantan suaminya, matanya memancarkan ketakutan dan putus asa.Reygan tidak
Baca selengkapnya

BAB 115 Penyesalan yang tidak berarti lagi

"Saya minta maaf, Ayrin," ucap Reygan dengan suara rendah, matanya memandang lurus ke arah wanita yang duduk di hadapannya. "Saya tidak bermaksud melakukannya."Tidak ada jawaban. Reygan masih terus berusaha berbicara dengan Ayrin sejak malam itu. Namun, wajah Ayrin terlihat begitu dingin dan jauh, membuatnya merasa semakin hancur karena telah menyakiti wanita itu."Ayrin, saya benar-benar menyesal," ucap Reygan dengan suara rendah, matanya terus memandang ke arah wanita di hadapannya. "Saya tahu aku sudah membuatmu menderita, tapi saya berjanji saya akan melakukan segalanya untuk memperbaikinya."Ayrin hanya menggelengkan kepalanya dengan getir. Wajahnya terlihat tegang dan penuh dengan kesedihan yang mendalam. "Kamu tetap nggak bisa mengerti sama sekali," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kepahitan. "Apa yang kamu lakukan telah menyakiti aku lebih dari yang bisa kamu bayangkan. Aku nggak bisa memaafkanmu.""Saya benar-benar menyesal, Ayrin," ucap Reygan dengan suara yang penuh
Baca selengkapnya

BAB 116 Keserakahan dan kesalahan

“Maafkan Mama, Ayra. Karena tidak bisa menjalankan tugas Mama sebagai ibu untukmu." "Maafkan aku juga, Ray. Maaf karena aku tidak bisa memenuhi permintaanmu dengan hidup bahagia.” Kata-kata itu sering Ayrin ucapkan hampir setiap malam sebelum tidur. Dia merasa dunianya hancur setelahReygan merampas kehormatannya malam itu. Rasanya seperti dia terseret ke dalam pusaran gelap yang tak berujung.  Penderitaannya tidak hanya mengakibatkan rasa sakit fisik, tetapi juga mempengaruhi kestabilan emosionalnya. Dua kali dia hampir menyerah pada keputusasaan yang membelenggunya. Pertama, dengan menelan pil obat tidur dalam dosis berlebihan, dan yang kedua, dengan menusuk pergelangan tangannya sendiri di kamarnya yang sunyi.
Baca selengkapnya

BAB 117 Rasa sakit yang mendalam

Dengan gemetar, Ayrin memejamkan matanya ketika pintu ruangan perawatannya terbuka. Suara lembut yang dikenalnya segera menembus ruangan, dan dia membuka matanya dengan cepat. Di samping ranjangnya, berdiri sosok yang paling dia cintai saat ini."Hai, Sayang," sapa Haris perlahan, senyum hangat menghiasi wajahnya saat dia mendekat ke arah ranjang Ayrin.Ayrin langsung menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca, tatapan penuh kerinduan dan kesedihan. Seolah semua perasaannya tumpah ruah dalam satu tatapan."Papa di sini, Sayang," ujar Haris sambil membelai lembut kepala Ayrin. Setiap sentuhan lembut dari ayahnya seolah menghapuskan kesedihannya, namun juga memperkuat air matanya yang mengalir tanpa henti.“Jangan menangis, Sayang. Papa sudah ada di sini,” bisik
Baca selengkapnya

BAB 118 Kesempatan kedua...?

Dinginnya ruangan rumah sakit menyelimuti Ayrin saat dia memasuki kamar di mana Reygan terbaring lemah. Luka dan memar di wajah dan tubuhnya menimbulkan rasa ngeri di dalam diri Ayrin. “Mas,” panggilnya dengan berat hati, tetapi tidak ada jawaban. Pria itu terbaring tak berdaya, tanpa tanda-tanda kesadaran. Ayrin merasa sesak, perasaannya bercampur aduk di dalam kebisingan pikirannya. Dia menelan ludahnya, merasakan getaran di dalam dada. Rasa sakitnya muncul kembali, tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Meskipun dia membenci Reygan, dia tidak pernah menginginkan pria itu terluka sedemikian rupa. Berulang kali, dia berdoa agar Reygan hilang dari hidupnya. Tetapi di saat seperti ini, dia menyadari bahwa bahkan kebencian yang teramat dalam pun tidak mampu menghapuskan rasa kasih yang tersimpan di lubuk hatinya
Baca selengkapnya

BAB 119 Wedding Day

Ayrin begitu terguncang ketika mendengar jika Reygan akan akan menuntut Haris dan akan mengadukan peristiwa penganiayaannya kepada pihak yang berwajib. Aura tegang dan tak terucapkan mengisi ruangan saat Ayrin menatap pria itu, yang terbaring lemah di ranjang. Wajahnya penuh dengan luka dan memar, tetapi matanya tetap bersinar dengan keputusasaan.“Tuntutlah aku kalau kamu mau. Tapi jangan berani-beraninya kamu menyentuh Papa,” bentak Ayrin dengan suara yang bergetar, dipenuhi dengan api kemarahan yang menyala-nyala di dalam dirinya.Reygan menatapnya dengan tatapan lemah namun penuh dengan perasaan. "Bukan itu yang sebenarnya saya inginkan, Rin," jawabnya dengan lirih. Matanya mencari ke dalam mata Ayrin, mencari penyesalan atau mungkin kelembutan, tetapi yang dia temukan hanyalah kebencian yang d
Baca selengkapnya

BAB 120 Seperti dua orang asing

Ayrin dan Reygan saling berhadapan, mata mereka memancarkan beragam emosi yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. “Bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu, Rin? Anak itu darah dagingmu sendiri. Anak kita,” pekik Reygan, suaranya gemetar oleh emosi yang meluap dari dalam hatinya. Dia tidak pernah membayangkan akan terpisah dari anaknya, terutama saat dirinya sendiri masih hidup. Ayrin menatap suaminya dengan tatapan tajam, tidak terpengaruh oleh kepedihan di wajah suaminya. “Dari awal aku hanya bilang akan mempertahankan dan melahirkan anak ini,” jeritnya dengan histeris, suaranya terdengar pecah oleh emosi yang meluap-luap. "Bukan untuk mengasuhnya dan menerimanya." "Kalau kamu tidak mau mengurusnya, saya yang akan mengasuhnya. Tapi saya tidak bisa membiarkan anak kita diberikan pada orang lain!" sergah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
18
DMCA.com Protection Status