Semua Bab Dikhianati Suami, Dicintai Duda CEO: Bab 11 - Bab 20

54 Bab

Bab 11. Menerima Tawaran Satya

Rika melangkah perlahan menuju ruang makan. Mentari pagi yang lembut menyinari langit, memberikan kehangatan pada rumah itu.Ketika dia tiba di ruang makan, matanya langsung bertemu dengan wajah Dinda yang duduk di meja dengan sepiring pancake yang masih mengeluarkan uap. Dinda yang selalu terlihat energik dan ceria. Namun, kali ini ada keraguan yang tersemat di wajahnya, Dinda tampak sedang berpikir. “Ah, Dinda. Rasanya aku sulit meninggalkanmu,” batin Rika."Dinda!" sapanya sambil tersenyum. Pandangan Dinda melambat saat dia menoleh ke arah Rika, senyumnya terlihat ragu. "Tante Rika. Sudah bicara dengan papa?" tanyanya dengan tatapan sendu. Rika mengangguk dan duduk di kursi yang kosong di seberang Dinda. "Iya, Sayang. Wah, pancake wangi sekali," ujar Rika mencoba mencairkan suasana. Rika tahu Dinda sedang khawatir.Dinda tersenyum tipis, tapi ekspresinya segera berubah serius. "Tante Rika, aku harus tanyakan sesuatu. Apakah, Tante sudah menyelesaikan pekerjaan menulis buku biografi
Baca selengkapnya

Bab 12. Kedatangan Mantan Ibu Mertua

Rika memasuki rumahnya dengan hati-hati, sambil melangkah dalam hati memikirkan kehadiran tiba-tiba mantan ibu mertuanya. Dia berharap kunjungan itu bukanlah awal dari masalah baru."Ibu, ada apa?" Rika mencoba tersenyum ramah sambil berjalan menuju ruang tamu, mencoba menahan rasa khawatirnya.“Dari mana saja, kamu? Bi Tina bilang, kamu menginap. Wah, baru berstatus janda langsung merasa bebas. Kamu tidur di hotel dengan laki-laki mana? Mentang-mentang mandul jadi bisa bebas!” maki ibu mertua dengan hinaan tanpa jeda, saat melihat Rika datang. Rika mengepalkan tangannya dengan mata membesar. “Maaf, itu bukan urusan ibu lagi. Aku bukan tanggung jawab Mas Andri lagi. Ibu harus ingat kalau kami sudah bercerai. Jadi, apapun yang aku lakukan, bukan menjadi urusan Mas Andri atau keluarganya lagi. Ada perlu apa, Ibu datang ke sini?” sahut Rika membalas ketus. Rika tidak mau lagi diam saat hinaan menghujamnya.“Wah, sombong sekali sekarang, kamu! Apa mentang-mentang bisa mencari uang, lanta
Baca selengkapnya

Bab 13. Mulai Ada Yang Berbeda

Dengan cepat Rika menggeser layar ponsel untuk menjawab panggilan dari Andri, meski dalam hati dia merasa enggan berurusan lagi dengannya.“Halo, ada apa lagi, Mas?” tanya Rika ketus.“Rika, ibuku masih ada di sana?” tanyanya dengan tergesa.“Ibu, baru saja keluar dari rumahku. Coba kamu telepon saja ke ponselnya,” sahut Rika dengan nada malas.“Aduh, masalahnya ponsel ibu nggak aktif. Padahal aku mau bilang, kalau aku mau pergi bersama Riana. Tadi dia mengatakan mau ke rumahku, tapi Riana ada perlu dengan temannya dan minta aku antarkan,” jelas Andri. Rika mendengarkan dengan malas.“Kamu tunggu saja dulu ibumu, jarak dari rumahku ke rumah kontrakanmu tidak jauh. Kasihan dia, nanti sudah jauh-jauh tidak ada orang di rumahmu,” saran Rika. “Ah, nggak usah sok ngajarin deh, kamu. Ya udah, aku pikir ibu masih ada di sana,” ucapnya lalu memutus sambungan telpon.Rika membuang nafas kasar. “Huhh, dasar laki-laki nggak pernah berubah, benar-benar egois!” umpat Rika dengan mata menyipit. Ti
Baca selengkapnya

Bab 14. Saling Memendam

Rika memasuki kamar dengan langkah gontai, tatapannya masih tergantung pada bayangan Satya dengan senyuman dan tatapan hangatnya. Dia duduk di pinggiran tempat tidur, menggenggam erat selimut yang terbentang di atasnya, mencoba menenangkan detak jantung yang berdebar kencang."Aduh, kenapa aku seperti ini?" gumam Rika pada dirinya sendiri sambil menarik napas dalam-dalam. "Aku nggak boleh terlalu terbawa perasaan. Ini bukanlah cinta, ini hanya kebutuhan akan seseorang yang ada untukku."Dia mencoba meyakinkan hatinya sendiri bahwa perasaannya hanyalah kebutuhan akan kehangatan, kehadiran yang membuatnya merasa dihargai. Namun, dia berusaha keras untuk tidak terlalu larut dalam ilusi bahwa dirinya sepadan dengan sosok seperti Satya. Pria tampan, sukses, dan begitu menawan.Rika terdiam dalam lamunan yang kacau, membiarkan pikirannya melayang pada sosok Satya dan kerumitan perasaannya. Layar ponselnya tiba-tiba bergetar, memecah keheningan kamarnya. Dia menatap layar, wajahnya memancark
Baca selengkapnya

Bab 15. Permintaan Dinda

Rika terduduk dengan pandangan kosong. Dia mencoba meredakan rasa sakit di hatinya. Satya, yang sudah pergi untuk bekerja pagi itu, tidak menyadari betapa sikapnya yang cuek telah mempengaruhi Rika. Dia mencoba bertahan tegar, berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan rasa sedih itu menghancurkan semangatnya.“Aku harus tetap kuat. Ini bukan kesalahannya, dia hanya berbeda dalam cara menunjukkan perhatian. Aku harus menjaga hatiku,” gumam Rika.Dengan tekad yang bulat, Rika bangkit dari kursi dan melangkah ke kamarnya. Dia mengambil laptopnya dan keluar menuju taman belakang. Matahari pagi yang hangat menyambutnya, menyinari setiap sudut taman yang indah.Rika duduk di bawah pohon rindang dengan laptop di pangkuannya. Dia membuka dokumen biografi yang sedang ditulisnya tentang Satya. Meskipun hatinya masih terluka, Rika ingin menyelesaikan proyek tulisan ini sebagai bentuk penghargaan pada sosok Satya yang begitu unik baginya.Karena asyiknya menulis, Rika tidak menyadari k
Baca selengkapnya

Bab 16. Apa Benar Kata Dinda?

Ucapan Dinda sontak membuat Rika terperanjat. Tatapan mata sendu dan penuh harap tergambar jelas di wajahnya. Rika langsung memeluk Dinda dengan penuh cinta.“Kamu nggak usah khawatir, Sayang. Tante, nggak akan meninggalkan kamu apapun yang terjadi. Meski nanti, papamu menikah dengan wanita yang dicintainya. Tante, akan tetap menganggapmu sebagai anak, dan Tante akan selalu jadi mamamu,”ucap Rika meyakinkan.“Meski, Tante sudah bersuami lagi? Kalau nanti Tante punya anak … apakah, Tante masih tetap menyayangiku?” sorot mata Dinda penuh harap. “Tentu saja, Sayang. Kalau pun nanti, Tante punya suami, anak Tante akan jadi adikmu. Kamu juga harus bertanggung jawab menjaganya,” Rika membelai rambut Dinda, terlihat Dinda memaksakan senyumannya.“Sebenarnya aku ingin punya adik jika Tante dan papaku menikah. Kalau memang nggak bisa, ya sudah aku terima dengan ikhlas,” ucapnya lirih. Rika mengelus lembut rambut gadis yang ada di hadapannya. Dia bisa merasakan kerinduan kasih sayang seorang ib
Baca selengkapnya

Bab 17. Undangan Pernikahan

“Nanti, aku akan bilang ke papa untuk menemani Tante datang ke pesta pernikahan mantan suami Tante. Pasti, papa mau kalau aku yang minta,” ucap Dinda yakin. Mata Rika membola sempurna. “Eh jangan, Sayang. Tante bisa datang sendiri kok,” tolak Rika cepat. Dia khawatir Satya menjadi tidak nyaman dengannya, karena permintaan Dinda.“Aku maunya, Tante datang ke sana sama papaku. Please…,” pinta Dinda dengan tatapan penuh harap. Hembusan nafas keluar dari mulut Rika, bukannya tidak mau ditemani laki-laki gagah dan tampan seperti Satya. Hanya saja, Rika malah takut Satya yang merasa terpaksa.“Tapi, Sayang—“ Dinda memotong ucapan Rika. “Pokoknya, Tante nggak boleh nolak!” Dinda mengerucutkan bibirnya. Rika menyerah, “Ya sudah, tapi Dinda harus janji. Nggak boleh memaksa papa. Jika papa punya urusan yang lebih penting dan nggak bisa menemani Tante, Dinda harus mengerti dan nggak boleh merengek apalagi ngambek. Bagaimana?”“Setuju!” teriaknya senang. Rika menghela nafas lega. “Biarlah, Dinda
Baca selengkapnya

Bab 18. Akhirnya Satya Setuju

Satya, mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Mereka memilih sudut yang tenang dengan pemandangan yang indah. Satya tersenyum puas melihat suasana restoran yang elegan ini."Bagus ya, Pah. Pilihan Papa selalu oke banget," puji Dinda sambil memandang sekeliling. "Suka?" tanya Satya sambil tersenyum, "Aku senang kalau kalian suka."Setelah duduk, seorang pelayan dengan ramah mendekati meja mereka. "Selamat datang di Restoran XX. Ini daftar menu kami, silakan pilih menu yang ingin Anda pesan," ucap pelayan tersebut sembari menyerahkan daftar menu kepada mereka.Pelayan pergi meninggalkan mereka untuk memilih hidangan. Satya dan Rika mulai membuka daftar menu. "Hmm, rasanya semua enak ya," kata Dinda, sambil melihat daftar menu."Ssst, lihat harganya," bisik Rika sambil menunjuk pada kolom harga di daftar menu. Dinda melirik melihat angka-angka yang terpampang di sana. “Tenang aja, papaku yang traktir,” ucap Dinda bangga. "Duh, mahal juga ya. Ini restoran mewah," ucap Rika dengan mata te
Baca selengkapnya

Bab 19. Apakah Ini Cinta?

Malam itu, langit Jakarta terhampar dengan gemerlap lampu kota yang membuat suasana semakin indah. Satya, dengan sopan, membuka pintu mobil untuk Dinda dan Rika. Setelah memastikan keduanya nyaman di dalam mobil, Satya masuk dan duduk di samping supir pribadinya.Dalam perjalanan pulang ke rumah, suasana hening terhanyut dalam kelelahan. Namun, pikiran Rika melayang. Penghinaan dari mantan suaminya, masih terngiang di benaknya.Di sebelahnya, Dinda tertidur pulas. Napasnya yang tenang dan wajahnya yang damai memberikan sedikit ketenangan bagi Rika. Namun, keheningan itu terputus ketika Satya tiba-tiba memulai percakapan. "Rika, apakah kamu baik-baik saja?"Rika mengangguk dengan senyum tipis "Saya baik-baik saja, Pak. Terima kasih atas makan malamnya. Maaf, kalau terjadi kekacauan," sesalnya berkata lirih. “Itu, bukan salahmu. Oh ya, Rika, kapan pernikahan mantan suamimu di langsungkan?"Rika menggigit bibirnya sejenak, "Minggu depan, Pak," sahutnya pelan. "Oke, mungkin kita bisa menc
Baca selengkapnya

Bab 20. Mencoba Dulu

“Ah, masa aku jatuh cinta? Secepat ini, padahal aku sudah sering mencoba dekat dengan wanita yang direkomendasikan papa dan mama, dan itu sia-sia. Dengannya kenapa perasaanku berbeda?” batin Satya. Satya mengambil ponselnya lalu mulai mengetik dan mengirimkan pesan kepada Rika. Dia mengirimkan alamat butik untuk didatanginya nanti. “Rika, aku sudah mengirimkan alamat butik langgananku. Datanglah ke sana nanti siang, aku akan datang dari kantor. Aku tunggu di jam makan siang, ingat jangan terlambat!” ucapnya tegas, memecah keheningan. Rika langsung mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu membuka pesan dari Satya. Hembusan nafas keluar dari mulut Rika. “Iya, Pak. Saya mengerti, tapi Pak—“Rika menjeda ucapannya, menatap Satya ragu. “Tapi apalagi?” potong Satya. Rika diam sejenak berpikir hingga akhirnya dia berkata “Begini, Pak. Sebenarnya, saya masih khawatir. Saya tahu niat Bapak membantu saya agar saya punya kekuatan untuk menghadapi orang-orang di pesta itu. Hanya saj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status