Semua Bab Aku menanggung karma Ibuku : Bab 11 - Bab 20
20 Bab
Tabur tuai
Aku mencermati wajah lelaki itu yang penuh ketegaran, tapi dalam benakku terus muncul pertanyaan mengapa ayah dan ibu tidak pernah menceritakan tentang dia, bahkan fotonya saja tidak ada di rumah. "Mengapa mereka tidak pernah menyebutkannya? Seharusnya ayah dan ibu bangga karena memiliki anak yang sukses dan berani dengan seragamnya." Pikirku penasaran. "Kamu jangan khawatir, Mas pasti akan menghajar wajah laki-laki yang membuat kamu seperti ini." Ucapnya dengan tegas, membuatku tersenyum bahagia. Rasanya aneh, namun aku merasa lega karena ternyata memiliki seorang kakak laki-laki yang bisa melindungiku. Namun, masih banyak pertanyaan yang ingin kuhantarkan padanya. Tak lama kemudian, dokter masuk bersama ibuku, sehingga kami tidak bisa melanjutkan obrolan lagi. Ibuku terlihat tergesa-gesa dan sangat cemas, bahkan tak berani menatap laki-laki muda ini. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikannya dariku. "Kemungkinan besok sudah boleh pulang, kita observasi dulu malam ini, jika
Baca selengkapnya
Sesak
Semalaman aku tidak bisa tidur, hati ini rasanya remuk redam. Aku bertanya-tanya, apakah mati bisa menjadi solusi? Mungkin jika itu bisa menghapus semua derita ini, aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dalam kegelapan, aku membuka layar handphone, menggulir foto-foto Nabil dan Yahya. Terbayang di sana betapa lucu dan menggemaskan mereka waktu masih bayi, dan Mas Surya yang memeluk mereka dengan penuh rasa bahagia. Aku menahan isak dalam hati, merindukan masa-masa indah itu, merindukan keharmonisan keluarga kecilku dulu. Namun, kini semua itu hanya tinggal kenangan, bagai mimpi yang sirna. Aku harus menelan pil pahit karena tak mampu mempertahankan segalanya, terombang-ambing di derasnya ombak kenyataan. Ah, mengapa Mas Surya harus berubah hingga tak mencintaiku lagi? Mengapa hatinya memilih jauh dariku? Dalam kesunyian, terlihat Bibi masih tertidur di bawah ranjangku. Rasa cinta pada anak-anakku semakin membara. Saat ini yang aku inginkan hanyalah segera pulang menemui kedua putra
Baca selengkapnya
Sangat sulit
Ayah dan ibuku duduk di depan tampak saling berpandangan, seperti mencari jawaban tentang apa yang terjadi. Bibi berusaha menenangkanku, namun hatiku masih terasa panas. "Sudah, Nak, jangan..." ucap Bibi pelan."Tapi, Bi, mereka harus sadar bahwa selama ini kejahatan yang mereka lakukan pada orang lain berdampak pada hidupku," kataku sambil mengejapkan air mata yang menggenang. "Lihat sendiri bagaimana hidupku menjadi begini gara-gara ulah mereka."Ayahku yang mendengar itu langsung membentakku dengan wajah memerah. "Diam kamu! Kamu pikir ayah ibu ini pendosa? Apa kamu menyesal memiliki kami sebagai orang tua?" katanya dengan penuh amarah. Entah apa yang mendorongku berkata begini, tapi hatiku berkobar dan suaraku gemetar. "Kalau memang iya, kenapa? Aku lebih baik tidak dilahirkan di dunia ini daripada memiliki orang tua seperti kalian. Ayah bukan sosok yang pantas disebut laki-laki yang baik, menelantarkan anak istri dan menikah dengan ibu!" Tiba-tiba, Nabil dan Yahya memeluk Bibi
Baca selengkapnya
Wajah penuh ikhlas
Masih dalam keadaan nelangsa, aku mencoba mengumpulkan keberanian untuk mencari sosok ibunya Mas Fadlan. Aku hanya ingin menemuinya dan minta maaf karena perbuatan orang tuaku, walau aku tahu aku tidak terlibat dalam masalah rumah tangga mereka di masa lalu. "Mungkin dengan melakukannya, aku bisa merasa sedikit lebih lega," gumamku dalam hati, tak peduli apakah ia mau memaafkan atau tidak. "Salamah, kamu mau ke mana?" tanya ibuku yang buru-buru menghampiriku. "Mau keluar sebentar, Bu. Mau membeli sesuatu," jawabku singkat. "Jangan lupa dandan yang cantik, jangan perlihatkan kesedihanmu pada dunia. Kau anak baik dan cantik, tak ada yang harus dikhawatirkan. Apalagi dengan lelaki pengangguran seperti Surya, jangan bodoh," imbuhnya. Aku hanya bisa tersenyum kecut, mendengarkan nasihat darinya. Ingin rasanya kupikir, apakah dulu dia pernah paham bagaimana rasanya menjadi ibunya Mas Fadlan? Kenapa ibuku tidak pernah merasa bersalah atau pun mengakui kesalahan mengerikannya itu?
Baca selengkapnya
kenyataan pahit
Raut wajahnya berubah drastis, tidak seperti biasanya. Dia menatapku dengan penuh iba. "Aku sudah memaafkan segalanya, Nak. Tak ada yang perlu kau khawatirkan," ujarnya. Semakin dia berbicara seperti itu, aku semakin yakin betapa besar rasa sakit yang dia rasakan, namun sepertinya dia telah berdamai dengan masa lalunya. Aku merasa penyesalan mendalam. "Aku meminta maaf, Bu, atas dosa yang telah dilakukan oleh kedua orang tuaku. Aku mohon ibu bisa memaafkan mereka," tangisku kembali pecah, terharu mendengar ucapan wanita yang memiliki hati malaikat ini. Aku berpikir, bagaimana bisa dia begitu ikhlas memaafkan? Wajahnya juga terlihat jauh lebih muda dari usianya, mungkin karena ibunya Mas Fadlan memiliki hati yang tulus. Aku merenungi, berbeda dengan ibuku yang meski telah menggunakan skincare paling mahal sekalipun, tetap saja wajahnya tidak bercahaya. Apakah ini konsekuensi dari ketidakikhlasan hati yang tak mampu disembunyikan oleh mahalnya produk perawatan? Entahlah, hanya Tuhan
Baca selengkapnya
Status baru
Sudah tiga bulan berlalu sejak keguguran yang menimpa diriku, aku telah melewati masa nifasku dan juga masa iddah secara agama. Kini aku menjanda selama tiga bulan lamanya, meskipun belum diurus secara resmi oleh Mas Surya, tapi aku akan mengajukan gugatan sendiri, karena bukti-bukti semuanya sudah aku pegang. Aku mulai berusaha untuk menerima kenyataan yang begitu pahit ini. Berat, tentu saja. Aku merasa terpuruk dan kesepian. Namun, yang paling membuatku tersiksa adalah melihat sikap Nayla saat berpapasan denganku, dia seakan tak punya malu. Dengan mendongakkan kepala, dia seolah bangga telah merebut suami orang lain. Mungkin bagi Nayla, hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Aku tak habis pikir, mengapa seseorang bisa merasa bangga melakoni hal yang tak benar? Hubungan Nayla dan Mas Surya semakin mesra, mereka bahkan tak sungkan lagi untuk memamerkan kemesraan secara nyata, di depan banyak orang. Tak hanya itu, banyak warga yang mendukung hubungan mereka, mungkin karena
Baca selengkapnya
Rasa cemburunya
"Bu, aku pergi dulu." Ibu dan ayahku terkejut melihat perubahan penampilanku. "Wah, anak ayah cantik sekali, sudah seperti anak gadis saja," puji ayah. Ibuku langsung tersenyum, "Kan sekarang memang sudah gadis lagi Ayah." Ibu mencoba merubah ucapan ayah menjadi candaan, tetapi Nabil, putraku, dengan sigap menepisnya. "Gadis yang sudah punya anak itu Mama kan, ya Kek?" Tawa bergema di ruangan itu, mengusir kegelisahan yang sempat menghinggap di hati, seperti orang yang sangat dewasa sekali Yahya, aku tidak tau apa dia mengerti dengan ucapannya itu atau tidak.Putraku yang masih kecil, langsung berlari memelukku dan berkata dengan suara gemetar, "Mama cantik." Aku tersenyum melihat semangatnya. "Terima kasih, anakku. Nanti Yahya dan Nabil tinggal bersama Nenek dulu, ya. Karena Mama mau kerja mencari uang banyak, agar bisa membelikan Nabil dan Yahya mainan yang banyak," kataku meyakinkan mereka. Melihat kebahagiaan mereka membuat aku semakin yakin dan bersemangat untuk bekerja ker
Baca selengkapnya
Sifat asli muncul
Surya tampak kacau, pikirannya tak bisa berhenti mempertanyakan alasan di balik kehadiran laki -laki yang datang malam-malam ke rumah Salamah. Dia merasa tak di hargai dan langsung pergi meninggalkan rumah Salamah. Tanpa berpamitan dan meninggalkan sepatah kata pun, memang aneh,datang mendadak, dan pergi seperti angin lalu "Apakah karena Nabil dan Yahya tak ingin bertemu dengannya? Tapi, bukankah itu hanya alasan saja, karena dia mungkin penasaran laki-laki seperti apa yang mendekati ku" Gumam Salamah "Akhirnya pergi juga," gumam Salamah sambil menutup tirai jendela. Wajah Salamah benar-benar penuh tanda tanya. Meski perasaan resah dan sedih masih terasa.Dia merasa bingung mengapa Surya tiba-tiba datang malam-malam dengan keadaan seperti itu. "Apa lagi yang dia inginkan? Ingin bertemu anak malam-malam begini, padahal masih banyak waktu. Kenapa harus tiba-tiba seperti ini?" Salamah memegang dada. Aku merasa perasaan sakit itu kembali menghantui, membuat harga diriku te
Baca selengkapnya
kena batunya
"Aku pamit dulu, Bu," ucapku sebelum bergegas meninggalkan rumah, dengan mengendarai motorku. Jujur saja, aku merasa lega dan lebih tenang setelah menerima kenyataan yang pahit ini. Aku menghela nafas panjang, berusaha melepaskan beban di dadaku. Namun ternyata, Nayla sudah menunggu di tikungan, dengan niat menghadangku. "Itu dia, aku akan memberikan pelajaran padanya," gumam Nayla sambil melajukan motornya agar dapat mengejar dan menemukanku. "Salamah, tunggu! Aku ingin bicara padamu!" teriak Nayla ketika motornya sudah beriringan dengan motorku. Aku hanya ingin menjauh dari mereka semua, tidak ingin masalah mereka mengganggu keseimbanganku lagi. "Maaf, Nayla. Aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu. Aku terburu-buru pergi kerja," jawabku, berusaha menghindar dari Nayla yang terus memaksa. Bukankah Nayla sadar bahwa dia hanya membuat hidupku semakin tidak tenang? Tapi, memang sudah menjadi sifat Nayla untuk tidak menyerah begitu saja, dia terus mendekatkan motor nya."S
Baca selengkapnya
Cemas
"sialan!" umpat Surya dalam hati ketika melihat Andi bersama Salamah, emosinya langsung tersulut. "Dasar perempuan murahan, apa yang sedang kau lakukan bersama laki-laki ini, bukankah kau masih berstatus istri sahku?" ujar Surya kesal, hingga suaranya sedikit terangkat. Salamah terkejut saat melihat Surya menghampiri mereka, dan menatapnya tajam. "Apa yang kau katakan, Mas Surya? Jaga ucapanmu. Kita sudah bercerai secara agama, tinggal mengurus berkas di pengadilan saja!" jawab Salamah, mencoba menjelaskan situasinya. Aku sudah tak bisa mengendalikan diri lagi. "Maumu apa sebenarnya, Mas? Kenapa kau terus menganggu hidupku? Baru saja istrimu tercinta melabrakku, sekarang kau lagi. Mau kalian berdua ini apa? Belum cukupkah kalian menghancurkan hidupku?" umpatku dengan kesal, sungguh aku merasa geram dan kecewa yang tak terhingga. Andi yang berdiri di tengah-tengah keduanya menjadi tidak enak, tapi dia juga sudah tahu apa yang terjadi pada Salamah dan rumah tangganya. Aku merasa se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status