Home / Romansa / Mempelaiku Bukan Kekasihku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Mempelaiku Bukan Kekasihku: Chapter 31 - Chapter 40

52 Chapters

31. Belajar Memasak

"Julia!!!" Panik, aku berlari kecil mendekati Xander dan Julia, dan mendapatkan tatapan keheranan dari Xander. Pria itu telah duduk di kursi menghadap meja, dengan semangkuk sup pangsit buatanku ... yang diselesaikan oleh Julia tentunya. Aku hanya membuat pangsitnya."Kenapa, Theodora?" Julia memandangku penuh tanya, tanpa menunjukkan perasaan bersalah, meskipun dirinya telah memberikan pangsitku kepada Xander tanpa izin terlebih dahulu."Itu ... itu." Seperti orang yang sudah berabad-abad tak bertemu manusia lain dan berbicara, aku tergagap tak mampu menyampaikan maksudku.Gusar, tetapi aku tak bisa menyalahkan Julia, maksudnya memang baik, dan sudah sewajarnya bila masakan seorang wanita dimakan oleh suaminya. Malahan akan terkesan aneh bila aku tak merelakan makanan itu untuk Xander.Hanya saja aku berharap diriku sendiri yang akan menikmati upaya pertamaku di tempat ini. Lagi pula bentuk pangsit yang kubuat sangat abstrak, hanya beberapa biji, tetapi ukurannya tak sama, dan tak rap
last updateLast Updated : 2024-09-01
Read more

32. Sarapan Penuh Syukur

"Xander ..., kamu serius ... masih mau push up ..., dan bergelantungan ... di situ?" Susah payah aku mengatur napas, kehabisan tenaga setelah berlari selama dua puluh menit.Hari ini cuaca cerah, dan udara sudah panas, bahkan di pagi hari. Sungguh, jogging hari ini terasa seperti berlari di padang gurun gersang. Namun, meskipun kami banyak berkeringat, Xander sama sekali belum menunjukkan tanda kelelahan.Porsi latihan fisiknya sudah menyerupai atlet sungguhan. Dengan sigap ia melompat naik, tangannya bergelantungan pada palang besi ayunan, lalu mulai melakukan pull up."Kau tahu, otot-ototku ini tak diperoleh secara instan, dan tak akan bertahan bila aku tak terus melatihnya." Sambil bergerak naik turun, Xander berceloteh tentang bentuk ideal badan seorang pria, khususnya bagi seorang pengusaha yang sering mendapat sorotan publik seperti dirinya.Xander juga menyebutkan tentang usianya yang sudah menginjak kepala tiga. Disiplin harus mulai diterapkan bila ingin menjaga kebugaran, seka
last updateLast Updated : 2024-09-12
Read more

33. Romeo dan Juliet Gadungan

"Keterlaluan!" desisku marah menahan emosi, seusai Judith mengungkapkan satu kebenaran menyakitkan.Kali terakhir ia mengunjungiku, Judith terlalu bersenang-senang mukbang makanan pedas sampai-sampai ia mengalami sakit perut hebat serta diare.Dan di kesempatan itu pula terjadi drama romansa mencurigakan antara Judith dengan Rafael yang begitu sigap mengurus temanku itu saat dirinya kesakitan. Meskipun diriku sendiri mengingatkannya untuk melihat perbedaan status sosial mereka yang berbeda, sebagai sesama perempuan aku tetap tergelitik untuk mengetahui perasaan mereka yang tersembunyi."Santai saja, bestie! Mending kamu nikmati kue ini. Masa berkabungku telah usai," ucap Judith sembari menggigit sepotong kue kenyal dari tepung beras dengan isian kacang merah buatan Joy."Apa???""Sssttt!" Judith meletakkan telunjuknya di depan bibir demi mendengar teriakanku yang cukup nyaring.Bagaimana aku tak kaget mendengar omongan Judith tentang masa berkabung? Ini jelas mengartikan sahabatku semp
last updateLast Updated : 2024-09-15
Read more

34. Manis, Lalu ....

"Xander, anu, kau tahu aku tak benar-benar ahli dalam berdansa." Malu-malu kuterima uluran tangannya, dan ia menarikku agar berdiri.Ini kali kedua kami berdansa. Yang pertama di resepsi pernikahan kami yang akhirnya berantakan. Tak dapat dipungkiri aku menikmati berdansa dengannya kala itu, tapi kali ini suasananya berbeda.Satu lengannya bergerak leluasa melingkar di pinggangku, sementara tangannya yang lain tak kalah lihai menggenggam tanganku."Just follow my lead, lady." Kaki Xander bergerak lincah memanduku, persis seperti dansa pertama kami. Hanya saja kali ini aku tak menanggung beban apapun, dan tak berencana untuk melarikan diri.Bila ada tempat aku ingin berlari itu hanyalah ke pelukannya ... sayangnya itu tak mungkin kulakukan, meskipun ia tepat berada di depan mataku."Semuanya, turun ke panggung!" Bersama satu seruan komando dari Charles, beberapa pasangan lain bergabung dengan kami untuk berdansa. Sungguh lucu, Charles menyebut kata panggung seolah kami adalah pedansa pr
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

35. Perhatian yang Tak Terbalas

"Oh, baiklah .... Selamat tidur, Xander." Kutatap suamiku yang berjalan menuju kamar tidurnya.Sesaat terlintas harapan bahwa ia akan berubah pikiran, berbalik, dan turun ke dapur untuk makan malam bersamaku. Akan tetapi, Xander menaiki anak tangga tanpa keraguan hingga ujung. Jangankan kembali, menengok atau membalas ucapanku pun tidak. Padahal selama ini terlewatkan olehnya untuk mengucapkan selamat tidur kepadaku.Untuk pertama kalinya sejak menjadi istri Xander, aku merasa sedih, bukan marah, benci, ataupun kesal. Batinku terluka, bukan hanya karena ia tak mau memakan masakan yang telah kusiapkan, tapi juga untuk kali pertama ia bersikap begitu dingin dan mengabaikanku."Sabar, dia pasti lelah, dan hanya ingin segera beristirahat." Berkali-kali kugumamkan kalimat penuh pengertian itu.Menekan semua kepahitan, kulangkahkan kaki menuju kamar tidurku. Ketika mencapai ujung tangga, bisa kulihat lampu kamar Xander masih menyala."Katanya lelah dan ingin tidur, nyatanya masih terjaga saj
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

36. Sosialita dan Mantan

"Aku bukan sarjana komunikasi, tetapi kalau hanya menjadi teman berbincang yang baik aku bisa melakukannya. Dan ingat, aku tak bisa menjamin hasilnya akan sesuai harapan." Kuucapkan dengan sejelas-jelasnya hal yang bisa dan tak bisa kulakukan untuk suamiku.Mengingat kerugian yang timbul akibat tender yang batal diraih, Xander memutuskan untuk turun tangan langsung dalam mencari klien atau partner, tanpa perlu menanti peluang diluncurkan. Bicara bisnis head to head dengan pengusaha yang potensial diajak bekerja sama jelas lebih aman.Caranya? Menemui mereka di acara sosial ataupun pesta pribadi yang diselenggarakan oleh pejabat setempat ataupun para pebisnis yang telah ternama."Tak perlu menargetkan apapun, kau hanya perlu meninggalkan image yang bagus di hadapan istri pengusaha atau pejabat penting yang kita temui," sahut Xander seolah tanpa beban, padahal sudah jelas ia mengharapkan hasil yang maksimal."Baiklah!" Jiah, katanya tak perlu menargetkan apapun, padahal sebelumnya dia bi
last updateLast Updated : 2024-10-21
Read more

37. Konspirasi? Kisah Sebenarnya Terungkap

"Terima kasih." Secepat mungkin kuraih gelas berisi wine di tangan kiri Alex, dan berbalik meninggalkannya. Namun, pria penipu itu tak membiarkanku pergi begitu saja."Eit, tunggu, tunggu!" Alex memegang lengan bajuku sehingga langkahku tertahan. "Kau sungguh akan pergi begitu saja?"Dari ekor mata bisa terlihat jemarinya masih menjepit ujung lengan bajuku. Kutarik lenganku hingga terlepas dari tangan lancang Alex. Kulanjutkan langkahku untuk meninggalkan dirinya.Lagi-lagi mantan sialanku menghalangi. Menyebalkan!"Sungguh tak ada yang ingin kau tanyakan kepadaku? Tidakkah kau merindukanku?" Dilontarkannya pertanyaan tadi dengan suara bernada tak berdosa.Kubalikkan badan menghadapinya. Mataku melotot tajam. Pria itu meringis. "Rindu untuk menghajarku mungkin. Hehe," kekehnya sembari memamerkan gigi gingsulnya yang manis.Ah, untuk apa pula aku terkesima hanya karena sebuah gigi yang sedikit menonjol itu? Iya, dulu hal ini membuatku terpesona, tapi itu dulu. Kejahatan pria ini jelas l
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

38. Tak Mampu Menolak

"Hari ini kita sukses lagi, Xander. Aku yakin 100% Tiffany akan membujuk suaminya untuk menandatangani tender dengan perusahaan kita. Tentu saja kunci pertama adalah keahlianmu dalam melakukan lobi. Hahaha." Penuh keceriaan aku berceloteh dalam perjalanan pulang dari tempat Mr. Brown. Tuan rumah sangat welcome, acaranya seru, kateringnya mewah, makanannya enak-enak, dan para tamu undangan ramah. Mr. Brown bahkan membagikan door prize bagi hadirin yang beruntung, dan aku adalah salah satunya. Satu set cangkir minum teh cantik berhasil kubawa pulang. "Memang itu bukan hadiah utama, tapi justru aku lebih senang mendapatkan hadiah tersebut. Acara minum tehku pasti makin seru," ocehku puas. Hatiku sungguh gembira. Namun, baru kusadari ada satu hal yang janggal. Sedari tadi aku berkicau sendirian, tanpa mendapatkan tanggapan yang berarti dari Xander. Memang ia sedang fokus menyetir, tetapi reaksinya terlalu dingin. Tak biasanya dia seperti itu. "Kamu kenapa, Xander? Adakah hal yang sal
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

39. Habis Manis Sepah Dibuang?

"Habis manis, sepah dibuang. Semua pria di dunia ini seperti itu." Judith berucap dengan begitu sengit.Kata-kata itu terlontar saat Judith memikirkan betapa tak beruntungnya dirinya dalam urusan cinta. Pria yang disukainya tak membalas perasaannya, sedangkan lelaki yang tampaknya menaruh perhatian kepadanya hanyalah pecundang yang ingin memanfaatkan kebaikan dan uangnya."Semua pria? Bagaimana dengan ayahmu?" Aku menanggapinya dengan raut serius. Omongan Judith sering bercanda dengan nada yang serius, maka aku menanggapinya dengan berpura-pura serius."Hmm ...." Gadis itu berpikir sejenak. "Kalau begitu 99% pria seperti itu."99%? Bagaimana dengan ayahku? Theo?" Kali ini nada suaraku sedikit naik, seolah tengah tersinggung."Baiklah. 90% pria seperti itu. Ini yang terakhir, jangan ditawar lagi.""Hahaha." Pembicaraan tak berarti itu berakhir dengan gelak tawa.Itu terjadi sekitar empat tahun lalu, di masa kuliah kami. Hari ini saat aku mengingatnya kembali, aku tak bisa lagi tertawa.
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

40. Berharap dan Kecewa Lagi

"Aunty Thea, adik kecilku tampan sekali!" Dengan mata berbinar si kecil Wendy membanggakan adik bayinya di hadapanku."Iya, sayang." Kutatap bocah lelaki yang baru berumur dua hari itu dengan takjub. Ia tengah terlelap di pelukan sang ibu, setelah kenyang meminum ASI.Kulitnya kemerahan, kedua matanya masih menutup, dan wajah mungilnya sangat menggemaskan. Namun, yang paling mengesankan adalah bibirnya seakan tersenyum, menawarkan keramahan kepada insan yang memandangnya.Wajahnya memang lebih mirip Joy, sang ibu, ketimbang ayahnya, William."Lebih ganteng mana dengan Uncle Xander?" Julia tahu-tahu nimbrung dan mengganggu gadis kecil yang selama ini kami kenal sebagai fans Xander.Wendy sejenak tampak berpikir serius, ah, gayanya tiba-tiba seperti orang dewasa saja."Uncle Xander memang tampan, tapi adik Wonder lebih tampan. Jadi sekarang Uncle Xander cuma nomor dua," jawabnya dengan ekspresi bersungguh-sungguh yang membuat kami semua tertawa.Di tengah riuh rendah suara tawa, aku dila
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status