Home / Romansa / Mempelaiku Bukan Kekasihku / 34. Manis, Lalu ....

Share

34. Manis, Lalu ....

Author: Teha
last update Last Updated: 2024-09-24 21:58:30
"Xander, anu, kau tahu aku tak benar-benar ahli dalam berdansa." Malu-malu kuterima uluran tangannya, dan ia menarikku agar berdiri.

Ini kali kedua kami berdansa. Yang pertama di resepsi pernikahan kami yang akhirnya berantakan. Tak dapat dipungkiri aku menikmati berdansa dengannya kala itu, tapi kali ini suasananya berbeda.

Satu lengannya bergerak leluasa melingkar di pinggangku, sementara tangannya yang lain tak kalah lihai menggenggam tanganku.

"Just follow my lead, lady." Kaki Xander bergerak lincah memanduku, persis seperti dansa pertama kami. Hanya saja kali ini aku tak menanggung beban apapun, dan tak berencana untuk melarikan diri.

Bila ada tempat aku ingin berlari itu hanyalah ke pelukannya ... sayangnya itu tak mungkin kulakukan, meskipun ia tepat berada di depan mataku.

"Semuanya, turun ke panggung!" Bersama satu seruan komando dari Charles, beberapa pasangan lain bergabung dengan kami untuk berdansa. Sungguh lucu, Charles menyebut kata panggung seolah kami adalah pedansa pr
Teha

Hai, pembaca. Komen yuuuk. Terima kasih, ya. - Teha^^

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   35. Perhatian yang Tak Terbalas

    "Oh, baiklah .... Selamat tidur, Xander." Kutatap suamiku yang berjalan menuju kamar tidurnya.Sesaat terlintas harapan bahwa ia akan berubah pikiran, berbalik, dan turun ke dapur untuk makan malam bersamaku. Akan tetapi, Xander menaiki anak tangga tanpa keraguan hingga ujung. Jangankan kembali, menengok atau membalas ucapanku pun tidak. Padahal selama ini terlewatkan olehnya untuk mengucapkan selamat tidur kepadaku.Untuk pertama kalinya sejak menjadi istri Xander, aku merasa sedih, bukan marah, benci, ataupun kesal. Batinku terluka, bukan hanya karena ia tak mau memakan masakan yang telah kusiapkan, tapi juga untuk kali pertama ia bersikap begitu dingin dan mengabaikanku."Sabar, dia pasti lelah, dan hanya ingin segera beristirahat." Berkali-kali kugumamkan kalimat penuh pengertian itu.Menekan semua kepahitan, kulangkahkan kaki menuju kamar tidurku. Ketika mencapai ujung tangga, bisa kulihat lampu kamar Xander masih menyala."Katanya lelah dan ingin tidur, nyatanya masih terjaga saj

    Last Updated : 2024-10-07
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   36. Sosialita dan Mantan

    "Aku bukan sarjana komunikasi, tetapi kalau hanya menjadi teman berbincang yang baik aku bisa melakukannya. Dan ingat, aku tak bisa menjamin hasilnya akan sesuai harapan." Kuucapkan dengan sejelas-jelasnya hal yang bisa dan tak bisa kulakukan untuk suamiku.Mengingat kerugian yang timbul akibat tender yang batal diraih, Xander memutuskan untuk turun tangan langsung dalam mencari klien atau partner, tanpa perlu menanti peluang diluncurkan. Bicara bisnis head to head dengan pengusaha yang potensial diajak bekerja sama jelas lebih aman.Caranya? Menemui mereka di acara sosial ataupun pesta pribadi yang diselenggarakan oleh pejabat setempat ataupun para pebisnis yang telah ternama."Tak perlu menargetkan apapun, kau hanya perlu meninggalkan image yang bagus di hadapan istri pengusaha atau pejabat penting yang kita temui," sahut Xander seolah tanpa beban, padahal sudah jelas ia mengharapkan hasil yang maksimal."Baiklah!" Jiah, katanya tak perlu menargetkan apapun, padahal sebelumnya dia bi

    Last Updated : 2024-10-21
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   37. Konspirasi? Kisah Sebenarnya Terungkap

    "Terima kasih." Secepat mungkin kuraih gelas berisi wine di tangan kiri Alex, dan berbalik meninggalkannya. Namun, pria penipu itu tak membiarkanku pergi begitu saja."Eit, tunggu, tunggu!" Alex memegang lengan bajuku sehingga langkahku tertahan. "Kau sungguh akan pergi begitu saja?"Dari ekor mata bisa terlihat jemarinya masih menjepit ujung lengan bajuku. Kutarik lenganku hingga terlepas dari tangan lancang Alex. Kulanjutkan langkahku untuk meninggalkan dirinya.Lagi-lagi mantan sialanku menghalangi. Menyebalkan!"Sungguh tak ada yang ingin kau tanyakan kepadaku? Tidakkah kau merindukanku?" Dilontarkannya pertanyaan tadi dengan suara bernada tak berdosa.Kubalikkan badan menghadapinya. Mataku melotot tajam. Pria itu meringis. "Rindu untuk menghajarku mungkin. Hehe," kekehnya sembari memamerkan gigi gingsulnya yang manis.Ah, untuk apa pula aku terkesima hanya karena sebuah gigi yang sedikit menonjol itu? Iya, dulu hal ini membuatku terpesona, tapi itu dulu. Kejahatan pria ini jelas l

    Last Updated : 2024-10-24
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   38. Tak Mampu Menolak

    "Hari ini kita sukses lagi, Xander. Aku yakin 100% Tiffany akan membujuk suaminya untuk menandatangani tender dengan perusahaan kita. Tentu saja kunci pertama adalah keahlianmu dalam melakukan lobi. Hahaha." Penuh keceriaan aku berceloteh dalam perjalanan pulang dari tempat Mr. Brown. Tuan rumah sangat welcome, acaranya seru, kateringnya mewah, makanannya enak-enak, dan para tamu undangan ramah. Mr. Brown bahkan membagikan door prize bagi hadirin yang beruntung, dan aku adalah salah satunya. Satu set cangkir minum teh cantik berhasil kubawa pulang. "Memang itu bukan hadiah utama, tapi justru aku lebih senang mendapatkan hadiah tersebut. Acara minum tehku pasti makin seru," ocehku puas. Hatiku sungguh gembira. Namun, baru kusadari ada satu hal yang janggal. Sedari tadi aku berkicau sendirian, tanpa mendapatkan tanggapan yang berarti dari Xander. Memang ia sedang fokus menyetir, tetapi reaksinya terlalu dingin. Tak biasanya dia seperti itu. "Kamu kenapa, Xander? Adakah hal yang sal

    Last Updated : 2024-10-25
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   39. Habis Manis Sepah Dibuang?

    "Habis manis, sepah dibuang. Semua pria di dunia ini seperti itu." Judith berucap dengan begitu sengit.Kata-kata itu terlontar saat Judith memikirkan betapa tak beruntungnya dirinya dalam urusan cinta. Pria yang disukainya tak membalas perasaannya, sedangkan lelaki yang tampaknya menaruh perhatian kepadanya hanyalah pecundang yang ingin memanfaatkan kebaikan dan uangnya."Semua pria? Bagaimana dengan ayahmu?" Aku menanggapinya dengan raut serius. Omongan Judith sering bercanda dengan nada yang serius, maka aku menanggapinya dengan berpura-pura serius."Hmm ...." Gadis itu berpikir sejenak. "Kalau begitu 99% pria seperti itu."99%? Bagaimana dengan ayahku? Theo?" Kali ini nada suaraku sedikit naik, seolah tengah tersinggung."Baiklah. 90% pria seperti itu. Ini yang terakhir, jangan ditawar lagi.""Hahaha." Pembicaraan tak berarti itu berakhir dengan gelak tawa.Itu terjadi sekitar empat tahun lalu, di masa kuliah kami. Hari ini saat aku mengingatnya kembali, aku tak bisa lagi tertawa.

    Last Updated : 2024-11-02
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   40. Berharap dan Kecewa Lagi

    "Aunty Thea, adik kecilku tampan sekali!" Dengan mata berbinar si kecil Wendy membanggakan adik bayinya di hadapanku."Iya, sayang." Kutatap bocah lelaki yang baru berumur dua hari itu dengan takjub. Ia tengah terlelap di pelukan sang ibu, setelah kenyang meminum ASI.Kulitnya kemerahan, kedua matanya masih menutup, dan wajah mungilnya sangat menggemaskan. Namun, yang paling mengesankan adalah bibirnya seakan tersenyum, menawarkan keramahan kepada insan yang memandangnya.Wajahnya memang lebih mirip Joy, sang ibu, ketimbang ayahnya, William."Lebih ganteng mana dengan Uncle Xander?" Julia tahu-tahu nimbrung dan mengganggu gadis kecil yang selama ini kami kenal sebagai fans Xander.Wendy sejenak tampak berpikir serius, ah, gayanya tiba-tiba seperti orang dewasa saja."Uncle Xander memang tampan, tapi adik Wonder lebih tampan. Jadi sekarang Uncle Xander cuma nomor dua," jawabnya dengan ekspresi bersungguh-sungguh yang membuat kami semua tertawa.Di tengah riuh rendah suara tawa, aku dila

    Last Updated : 2024-11-08
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   41. Perubahan Selera

    Menikah tidak pernah terasa sesulit ini sebelumnya. Selama ini Xander, meskipun tak mencintaiku, selalu bersikap baik. Kadang ia menyebalkan, memancing emosiku naik turun, tapi ada saat ia bersikap sangat manis, dan membuat jantungku berdebar tak karuan.Ia juga suami yang royal, tidak perhitungan, dan memperlakukanku dengan baik di hadapan orang-orang. Namun, sekarang semua sangatlah berbeda."Lembur terus, pergi pagi, pulang tengah malam," celetukku saat kami tidak sengaja berpapasan di dapur suatu pagi. Aku tengah menyantap sarapan kepagian berupa sereal dengan susu dan buah sendirian, ketika Xander turun dari lantai dua.Biasanya aku bersikap tak peduli, dan bangun tidur sesuka hati, bahkan menjelang tengah hari aku baru beranjak dari tempat tidur. Akan tetapi, pagi ini perutku tidak bisa diajak kompromi, dan minta diisi ulang secepatnya.Jadilah aku berpapasan dengan Xander yang super rajin, tengah bersiap untuk pergi bekerja. Pakaiannya semi formal, mengenakan kaos lengan panjang

    Last Updated : 2024-11-09
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   42. Hamil

    Semua gara-gara ucapan Julia yang seakan meramalkan bahwa berat badanku akan bertambah karena napsu makanku yang meningkat.Suatu pagi aku iseng menimbang badan, dan mendapati kenaikan sebesar dua kilogram."Hhhh, bagaimana ini?" Panik menyerangku seketika.Meskipun tidak terobsesi dengan tubuh langsing, aku tak ingin mengalami kegemukan. Jadi kenaikan dua kilogram berat badan dalam waktu singkat menjadi hal yang cukup mengagetkanku.Benar-benar efek dari stres dan banyak makan, sesuai perkiraan Julia. Tanpa banyak pertimbangan aku memutuskan untuk berdiet."Kamu sungguh tidak mau iga bakar ini?" Keheranan Julia menyodorkan piring berisi steak iga yang menggiurkan. Butuh keteguhan hati yang teramat besar untuk menolaknya."Aku harus diet, Julia. Makanan berlemak harus kuhindari." Kusilangkan kedua lengan di depan dada, menolak tawaran Julia sembari menelan air liur.Makanan berlemak jelas-jelas no way! Menu yang aman jelaslah menu yang rendah kalori dan rendah lemak. Makan sayur dan bu

    Last Updated : 2024-11-15

Latest chapter

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   52. Satu ..., Dua ....

    "Tuan, ini doku ...."Kalimat terputus itu seolah menyadarkanku dari pesona wajah rupawan Xander yang telah melumpuhkan akal sehatku."Aduh!" Xander berteriak kaget saat kudorong dirinya sehingga terjatuh di kursi. Untung ada kursi di belakangnya, kalau tidak, aku tak tahu pantatnya akan mendarat di mana.Tergesa-gesa aku melangkah ke arah pintu keluar. Morgan, salah satu pekerja yang bisa disebut sekretaris perkebunan, tengah berdiri di dekat pintu yang kini terbuka lebar. Ia menggigit bibir, raut wajahnya tegang, seperti menahan tawa."Selamat pagi, Nyonya!" Sang pekerja menyapaku begitu aku mendekat."Pagi, Morgan," sahutku dengan gaya se-cool mungkin sembari melemparkan senyum 'tidak ada apa-apa yang terjadi'.Dari belakangku Xander berseru kesal kepada pegawainya itu. "Mengapa kau tak mengetuk dulu? Kebiasaan!""Maaf, Tuan, tadi saya sudah mengetuk sampai tiga kali, tapi ...."Sebelum pembicaraan antara pak bos dan bawahannya itu selesai, kakiku telah berhasil mencapai dapur, dan

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   51. Sedia Payung Sebelum Hujan

    Xander tak setengah-setengah dalam melaksanakan niatya untuk menjagaku. Ia memasang CCTV di sekeliling rumah, juga menambahkan lebih banyak kamera di area perkebunan."Xander, apakah ini tidak sedikit berlebihan?" Keheranan kupandang para pekerja yang memasang kamera pemantau itu. "Mata-mata Mr. Foster telah ditangkap, dan dikembalikan ke bosnya, yang masih tersisa di sini hanyalah para pekerja setia yang telah menunjukkan dedikasi mereka ke perusahaan.""Sedia payung sebelum hujan." Acuh tak acuh Xander menjawab sembari mengarahkan para tukang. Pria tampan itu menunjukkan sikap keras kepalanya.Tak hanya sampai di situ. Xander juga merenovasi satu ruangan yang selama ini kosong menjadi ruang kerja."Mulai sekarang aku akan WHF, memantau perusahaan dari sini. Selama Papa sakit kemarin ia juga melakukan hal serupa," ungkapnya taktis, khas sang businessman handal."Bagaimana dengan perkebunan?" tanyaku sangsi."Sesekali aku masih bisa menengok, toh ada Charles dan mandor lainnya." Elah,

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   50. Hal yang Kusuka Darimu

    "Kamu serius bertanya kepadaku, Xander?" Kutatap Xander tepat di mata, mencari tahu jika ucapannya hanyalah basa-basi."Apakah aku terlihat sedang bercanda?" Ia bertanya balik. Raut wajahnya tenang, tak sedikit pun menyiratkan kesembronoan.Kugelengkan kepala sebagai jawaban. Xander serius, sungguh tak terduga. "Jadi ...?" tanyaku lagi, bukan karena tak mengerti, tapi lebih tepatnya untuk mengetahui jawaban macam apa yang Xander harapkan dariku.Pria itu mengangkat bahu. "Simple saja, James memang menaruh dendam kepadaku, tapi kamu adalah korbannya secara langsung, objek yang tak seharusnya menderita."Dalam kasus bisnis ataupun kasus hukum secara umum Xander akan langsung membuat tindakan tegas. Akan tetapi kasus ini pengecualian. Bagi Xander pendapatku akan menjadi bahan pertimbangan utama."Apapun keputusanmu aku akan mengikutinya. Katakan saja kalau kau ingin mereka dibebaskan," tandas Xander tanpa mengurangi keseriusan, hingga aku makin terpana dibuatnya.Dengan niat final dari Xa

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   49. Dendam dari Masa Lalu

    Bayanganku ketika pulang adalah segera berendam air hangat, makan kenyang, lalu tidur nyenyak di tempat tidurku yang nyaman. Tak hanya kurang makan, aku juga kurang tidur.Bagaimana aku bisa tidur nyenyak, bila pikiranku dipenuhi kecemasan?Namun, keinginanku tak berjalan sesuai angan-angan. Sesampainya di rumah aku disambut layaknya tawanan perang yang kembali ke tanah air."Theodora sayang, syukurlah kau sudah kembali. Aduh, bagaimana ini, kamu jadi kurus sekali? Kau harus segera makan." Ibu mertuaku menyerocos tanpa jeda sembari memeriksa kondisiku dari atas hingga bawah.Berulang-ulang ia mengucap syukur, sebab aku bisa kembali dalam kondisi selamat, dan tak lupa merutuki Mr. Foster yang telah menculikku. Omelannya terdengar lucu.Setidaknya ia mengkhawatirkanku, dan segera bergegas datang bersama ayah mertuaku ke rumah kami begitu mendengar berita kepulanganku."Kau sudah mandi, 'kan? Ayo cepat makan sup ini," desaknya sembari mendorongku pelan agar duduk di kursi."Iya, Ma." Aku

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   48. Kekurangan Xander

    Aku tak tahu apa yang tengah terjadi di luar, sebab kamar yang kutempati berada di lantai atas paling pojok. Hanya saja aku mulai gelisah ketika waktu makan siang tiba, dan tak ada orang yang mengantarkan makanan untukku.Sejak hamil aku lebih cepat merasa lapar, mungkin karena aku harus memberi makan dua orang. Sepertinya Baby Hope hobi makan juga seperti kedua orang tuanya."Brak!" Suara pintu yang didorong dengan keras membuatku kaget. Aku ketakutan dan mengira itu adalah Mr. James yang mengamuk. Namun, sosok yang berdiri di pintu membuat mulutku ternganga, dan dadaku bergejolak."Thea!" panggilnya dengan suara bergetar. Dalam sekejap ia berlari ke arahku, dan memelukku begitu erat."Xander." Untuk kali pertama nama itu kuucapkan dengan penuh rasa syukur dan kelegaan mendalam. Akhirnya suamiku datang untuk membebaskanku."Bagaimana ini? Kau jadi begitu kurus. Apakah mereka tidak memberimu makan?" Dipegangnya kedua pipiku, diperiksanya diriku dari atas hingga bawah. Sorot matanya pen

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   47. Menjadi Tawanan

    "Duduklah, Theodora. Mengapa kau tak makan? Anakmu pasti lapar sekarang." Ah, wanita ini mengetahui namaku.Perlahan ia menuangkan air ke gelas kosong yang telah disiapkan. Makanan yang dibawanya berupa dua bungkus sandwich yang cukup besar, dan beberapa buah jeruk. Hanya ada sebotol air minum disertai satu cangkir porselain.Tak ada sendok, garpu, apalagi pisau. Rupanya mereka waspada, kalau-kalau aku melakukan tindakan yang membahayakan. Mereka pikir aku ini siapa? Wonder woman? Atau Charlie's angel? Hah!Dengan enggan aku mengambil tempat duduk di seberangnya. "Tolong katakan saja sekarang, siapa kalian sebenarnya dan apa maksud kalian mengurungku di sini," ucapku setenang mungkin, meskipun hatiku kecut.Aku tak bermaksud untuk menunjukkan perlawanan, sebab orang yang kuhadapi, sepertinya, bukan penjahat keji. Siapa tahu mereka bisa diajak kompromi, dan mau membebaskanku.Aku bukannya tak lapar, malahan sangat lapar, tetapi aku tak bisa tenang sebelum mengetahui permasalahan yang te

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   46. Diculik

    "Baby Hope benar-benar membawa harapan bagi kedua orang tuanya, tak ada yang menduga kehidupan kalian bisa seindah sekarang," komentar Judith atas masa bahagia yang kualami dalam pernikahanku saat ini.Benar, aku tengah merasakan sukacita tak terkira bukan hanya karena anugerah kehidupan yang tengah bertumbuh di dalam perutku, tapi juga limpahan perhatian dari orang-orang yang menyayangiku.Susu hamil, sayuran, buah, telur, daging, ikan, dan segala bahan makanan segar yang bisa didapatkan di sini selalu tersedia. Tak ketinggalan juga kue, kukis, keripik, dan camilan yang bisa kumakan secara bersahaja.Sangat menyenangkan, apalagi setelah tiga bulan pertama terlewati aku merasa sangat sehat, dan tak lagi mual-mual.Masalah yang semula membuat runyam satu perusahaan kini telah terselesaikan dengan baik. Rencana untuk membuka pasar saham pun terlaksana tanpa kendala. Alhasil, ada banyak tambahan tenaga profesional yang mengelola perusahaan, Xander bisa kembali ke perkebunan, dan secara ot

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   45. Theo Membuka Kartu

    "Sungguh tak kusangka, hamil akan begitu menyenangkan: dapat banyak hadiah dari mertua, dimanja suami, semua keinginan dituruti, dimasakin, ditemani jalan-jalan tiap pagi, ditemani ke dokter ....""Ah, kau 'kan cuma melihat enaknya saja, tak tahu sulitnya hamil di trimester pertama, dan tak merasakannya sendiri," sanggahku cepat. Kupukul manja lengan orang yang menganggap kehamilanku ini enteng.Dialah kakak kandungku, Theodore. Setelah sekian bulan sejak hari pernikahanku aku berjumpa dengannya lagi. Ia melakukan kunjungan singkat, katanya mumpung dirinya tengah menengok orang tua kami di kota sebelah.Kami melepas rindu, duduk sambil mengobrol di tempat favoritku, di mana lagi kalau bukan balkon rumah. Xander bahkan memberi kami kesempatan untuk berdua saja."Begitukah?" Theo meluruskan punggung, dan sikapnya yang santai berubah serius. "Katakanlah kepada kakakmu ini, bila suamimu itu tak mampu membuatmu bahagia."Dengan gaya bak seorang preman, Theo menelengkan kepalanya, dan merema

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   44. Ngidam

    "Adakah yang tidak beres di perusahaan, Xander?" Hati-hati aku bertanya kepada suamiku yang masih duduk dengan raut muka super serius.Semenjak kami sepakat untuk berdamai demi calon bayi kami, Xander lebih terbuka tentang masalah yang tengah dihadapi perusahaan keluarga Smith. Itulah sebabnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun aku tak bisa membantu setidaknya aku bisa mendengarkan keluh kesahnya.Namun, ternyata aku tak perlu khawatir lebih lanjut. Xander tersenyum sembari menggenggam tanganku. "Pasti mukaku kelihatan serius sehingga kamu khawatir. Maafkan aku, Thea. Justru sekarang keadaan tengah membaik di perusahaan."Xander menuturkan bahwa orang yang selama ini mengkhianati mereka dengan membocorkan tender sudah ketahuan identitasnya. Sedikit mengecewakan karena pengkhianat tersebut adalah Helen Moss, salah satu sekretaris, orang yang sudah lama bergabung dengan perusahaan, dan menjadi orang kepercayaan ayah mertuaku.Katanya ia terlilit utang, dan didekati oleh salah

DMCA.com Protection Status