Home / Romansa / Mempelaiku Bukan Kekasihku / 38. Tak Mampu Menolak

Share

38. Tak Mampu Menolak

Author: Teha
last update Last Updated: 2024-10-25 19:52:56
"Hari ini kita sukses lagi, Xander. Aku yakin 100% Tiffany akan membujuk suaminya untuk menandatangani tender dengan perusahaan kita. Tentu saja kunci pertama adalah keahlianmu dalam melakukan lobi. Hahaha."

Penuh keceriaan aku berceloteh dalam perjalanan pulang dari tempat Mr. Brown. Tuan rumah sangat welcome, acaranya seru, kateringnya mewah, makanannya enak-enak, dan para tamu undangan ramah.

Mr. Brown bahkan membagikan door prize bagi hadirin yang beruntung, dan aku adalah salah satunya. Satu set cangkir minum teh cantik berhasil kubawa pulang.

"Memang itu bukan hadiah utama, tapi justru aku lebih senang mendapatkan hadiah tersebut. Acara minum tehku pasti makin seru," ocehku puas.

Hatiku sungguh gembira. Namun, baru kusadari ada satu hal yang janggal. Sedari tadi aku berkicau sendirian, tanpa mendapatkan tanggapan yang berarti dari Xander.

Memang ia sedang fokus menyetir, tetapi reaksinya terlalu dingin. Tak biasanya dia seperti itu.

"Kamu kenapa, Xander? Adakah hal yang sal
Teha

Rollercoaster hubungan Xander dan Theodora baru aja naik... eh, udah mau meluncur turun lagi nih.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   39. Habis Manis Sepah Dibuang?

    "Habis manis, sepah dibuang. Semua pria di dunia ini seperti itu." Judith berucap dengan begitu sengit.Kata-kata itu terlontar saat Judith memikirkan betapa tak beruntungnya dirinya dalam urusan cinta. Pria yang disukainya tak membalas perasaannya, sedangkan lelaki yang tampaknya menaruh perhatian kepadanya hanyalah pecundang yang ingin memanfaatkan kebaikan dan uangnya."Semua pria? Bagaimana dengan ayahmu?" Aku menanggapinya dengan raut serius. Omongan Judith sering bercanda dengan nada yang serius, maka aku menanggapinya dengan berpura-pura serius."Hmm ...." Gadis itu berpikir sejenak. "Kalau begitu 99% pria seperti itu."99%? Bagaimana dengan ayahku? Theo?" Kali ini nada suaraku sedikit naik, seolah tengah tersinggung."Baiklah. 90% pria seperti itu. Ini yang terakhir, jangan ditawar lagi.""Hahaha." Pembicaraan tak berarti itu berakhir dengan gelak tawa.Itu terjadi sekitar empat tahun lalu, di masa kuliah kami. Hari ini saat aku mengingatnya kembali, aku tak bisa lagi tertawa.

    Last Updated : 2024-11-02
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   40. Berharap dan Kecewa Lagi

    "Aunty Thea, adik kecilku tampan sekali!" Dengan mata berbinar si kecil Wendy membanggakan adik bayinya di hadapanku."Iya, sayang." Kutatap bocah lelaki yang baru berumur dua hari itu dengan takjub. Ia tengah terlelap di pelukan sang ibu, setelah kenyang meminum ASI.Kulitnya kemerahan, kedua matanya masih menutup, dan wajah mungilnya sangat menggemaskan. Namun, yang paling mengesankan adalah bibirnya seakan tersenyum, menawarkan keramahan kepada insan yang memandangnya.Wajahnya memang lebih mirip Joy, sang ibu, ketimbang ayahnya, William."Lebih ganteng mana dengan Uncle Xander?" Julia tahu-tahu nimbrung dan mengganggu gadis kecil yang selama ini kami kenal sebagai fans Xander.Wendy sejenak tampak berpikir serius, ah, gayanya tiba-tiba seperti orang dewasa saja."Uncle Xander memang tampan, tapi adik Wonder lebih tampan. Jadi sekarang Uncle Xander cuma nomor dua," jawabnya dengan ekspresi bersungguh-sungguh yang membuat kami semua tertawa.Di tengah riuh rendah suara tawa, aku dila

    Last Updated : 2024-11-08
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   41. Perubahan Selera

    Menikah tidak pernah terasa sesulit ini sebelumnya. Selama ini Xander, meskipun tak mencintaiku, selalu bersikap baik. Kadang ia menyebalkan, memancing emosiku naik turun, tapi ada saat ia bersikap sangat manis, dan membuat jantungku berdebar tak karuan.Ia juga suami yang royal, tidak perhitungan, dan memperlakukanku dengan baik di hadapan orang-orang. Namun, sekarang semua sangatlah berbeda."Lembur terus, pergi pagi, pulang tengah malam," celetukku saat kami tidak sengaja berpapasan di dapur suatu pagi. Aku tengah menyantap sarapan kepagian berupa sereal dengan susu dan buah sendirian, ketika Xander turun dari lantai dua.Biasanya aku bersikap tak peduli, dan bangun tidur sesuka hati, bahkan menjelang tengah hari aku baru beranjak dari tempat tidur. Akan tetapi, pagi ini perutku tidak bisa diajak kompromi, dan minta diisi ulang secepatnya.Jadilah aku berpapasan dengan Xander yang super rajin, tengah bersiap untuk pergi bekerja. Pakaiannya semi formal, mengenakan kaos lengan panjang

    Last Updated : 2024-11-09
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   42. Hamil

    Semua gara-gara ucapan Julia yang seakan meramalkan bahwa berat badanku akan bertambah karena napsu makanku yang meningkat.Suatu pagi aku iseng menimbang badan, dan mendapati kenaikan sebesar dua kilogram."Hhhh, bagaimana ini?" Panik menyerangku seketika.Meskipun tidak terobsesi dengan tubuh langsing, aku tak ingin mengalami kegemukan. Jadi kenaikan dua kilogram berat badan dalam waktu singkat menjadi hal yang cukup mengagetkanku.Benar-benar efek dari stres dan banyak makan, sesuai perkiraan Julia. Tanpa banyak pertimbangan aku memutuskan untuk berdiet."Kamu sungguh tidak mau iga bakar ini?" Keheranan Julia menyodorkan piring berisi steak iga yang menggiurkan. Butuh keteguhan hati yang teramat besar untuk menolaknya."Aku harus diet, Julia. Makanan berlemak harus kuhindari." Kusilangkan kedua lengan di depan dada, menolak tawaran Julia sembari menelan air liur.Makanan berlemak jelas-jelas no way! Menu yang aman jelaslah menu yang rendah kalori dan rendah lemak. Makan sayur dan bu

    Last Updated : 2024-11-15
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   43. Calon Ayah yang Penuh Perhatian

    "Makanya, jangan dekat-dekat, apalagi bermesraan dengan laki-laki sampai melewati batas. Hamil, 'kan?"Dengan sikap serius, Judith menasihatiku seolah aku ini bocah SMA yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas hingga hamil di luar nikah.Setelah hilang kontak selama hampir sebulan, akhirnya aku mendapat kabar dari sahabatku itu. Katanya ia kehilangan ponselnya, tapi terlalu sibuk dengan acara pernikahan sepupunya di luar kota sehingga tak sempat membeli ponsel baru. Baru dua hari lalu Judith sempat mengurusnya, dan menghubungiku lagi."Enak saja! Memangnya kaupikir aku ini bocah nakal? Aku ini wanita yang sudah bersuami. Lagian kami tidak bermesraan," sanggahku bersikap keras kepala.Secara ringkas aku sempat mengisahkan insiden malam itu kepada Judith, langkah pertama menuju kehamilan yang tidak terduga. Tentu saja ceritanya mengandung cukup MSG untuk membuat eneg."Bukan bermesraan, ya? Seperti ini bukan bermesraan?" Dengan gaya aktris jadi-jadian Judith berakting seolah dirinya teng

    Last Updated : 2024-11-18
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   44. Ngidam

    "Adakah yang tidak beres di perusahaan, Xander?" Hati-hati aku bertanya kepada suamiku yang masih duduk dengan raut muka super serius.Semenjak kami sepakat untuk berdamai demi calon bayi kami, Xander lebih terbuka tentang masalah yang tengah dihadapi perusahaan keluarga Smith. Itulah sebabnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun aku tak bisa membantu setidaknya aku bisa mendengarkan keluh kesahnya.Namun, ternyata aku tak perlu khawatir lebih lanjut. Xander tersenyum sembari menggenggam tanganku. "Pasti mukaku kelihatan serius sehingga kamu khawatir. Maafkan aku, Thea. Justru sekarang keadaan tengah membaik di perusahaan."Xander menuturkan bahwa orang yang selama ini mengkhianati mereka dengan membocorkan tender sudah ketahuan identitasnya. Sedikit mengecewakan karena pengkhianat tersebut adalah Helen Moss, salah satu sekretaris, orang yang sudah lama bergabung dengan perusahaan, dan menjadi orang kepercayaan ayah mertuaku.Katanya ia terlilit utang, dan didekati oleh salah

    Last Updated : 2024-11-19
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   45. Theo Membuka Kartu

    "Sungguh tak kusangka, hamil akan begitu menyenangkan: dapat banyak hadiah dari mertua, dimanja suami, semua keinginan dituruti, dimasakin, ditemani jalan-jalan tiap pagi, ditemani ke dokter ....""Ah, kau 'kan cuma melihat enaknya saja, tak tahu sulitnya hamil di trimester pertama, dan tak merasakannya sendiri," sanggahku cepat. Kupukul manja lengan orang yang menganggap kehamilanku ini enteng.Dialah kakak kandungku, Theodore. Setelah sekian bulan sejak hari pernikahanku aku berjumpa dengannya lagi. Ia melakukan kunjungan singkat, katanya mumpung dirinya tengah menengok orang tua kami di kota sebelah.Kami melepas rindu, duduk sambil mengobrol di tempat favoritku, di mana lagi kalau bukan balkon rumah. Xander bahkan memberi kami kesempatan untuk berdua saja."Begitukah?" Theo meluruskan punggung, dan sikapnya yang santai berubah serius. "Katakanlah kepada kakakmu ini, bila suamimu itu tak mampu membuatmu bahagia."Dengan gaya bak seorang preman, Theo menelengkan kepalanya, dan merema

    Last Updated : 2024-11-25
  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   46. Diculik

    "Baby Hope benar-benar membawa harapan bagi kedua orang tuanya, tak ada yang menduga kehidupan kalian bisa seindah sekarang," komentar Judith atas masa bahagia yang kualami dalam pernikahanku saat ini.Benar, aku tengah merasakan sukacita tak terkira bukan hanya karena anugerah kehidupan yang tengah bertumbuh di dalam perutku, tapi juga limpahan perhatian dari orang-orang yang menyayangiku.Susu hamil, sayuran, buah, telur, daging, ikan, dan segala bahan makanan segar yang bisa didapatkan di sini selalu tersedia. Tak ketinggalan juga kue, kukis, keripik, dan camilan yang bisa kumakan secara bersahaja.Sangat menyenangkan, apalagi setelah tiga bulan pertama terlewati aku merasa sangat sehat, dan tak lagi mual-mual.Masalah yang semula membuat runyam satu perusahaan kini telah terselesaikan dengan baik. Rencana untuk membuka pasar saham pun terlaksana tanpa kendala. Alhasil, ada banyak tambahan tenaga profesional yang mengelola perusahaan, Xander bisa kembali ke perkebunan, dan secara ot

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   52. Satu ..., Dua ....

    "Tuan, ini doku ...."Kalimat terputus itu seolah menyadarkanku dari pesona wajah rupawan Xander yang telah melumpuhkan akal sehatku."Aduh!" Xander berteriak kaget saat kudorong dirinya sehingga terjatuh di kursi. Untung ada kursi di belakangnya, kalau tidak, aku tak tahu pantatnya akan mendarat di mana.Tergesa-gesa aku melangkah ke arah pintu keluar. Morgan, salah satu pekerja yang bisa disebut sekretaris perkebunan, tengah berdiri di dekat pintu yang kini terbuka lebar. Ia menggigit bibir, raut wajahnya tegang, seperti menahan tawa."Selamat pagi, Nyonya!" Sang pekerja menyapaku begitu aku mendekat."Pagi, Morgan," sahutku dengan gaya se-cool mungkin sembari melemparkan senyum 'tidak ada apa-apa yang terjadi'.Dari belakangku Xander berseru kesal kepada pegawainya itu. "Mengapa kau tak mengetuk dulu? Kebiasaan!""Maaf, Tuan, tadi saya sudah mengetuk sampai tiga kali, tapi ...."Sebelum pembicaraan antara pak bos dan bawahannya itu selesai, kakiku telah berhasil mencapai dapur, dan

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   51. Sedia Payung Sebelum Hujan

    Xander tak setengah-setengah dalam melaksanakan niatya untuk menjagaku. Ia memasang CCTV di sekeliling rumah, juga menambahkan lebih banyak kamera di area perkebunan."Xander, apakah ini tidak sedikit berlebihan?" Keheranan kupandang para pekerja yang memasang kamera pemantau itu. "Mata-mata Mr. Foster telah ditangkap, dan dikembalikan ke bosnya, yang masih tersisa di sini hanyalah para pekerja setia yang telah menunjukkan dedikasi mereka ke perusahaan.""Sedia payung sebelum hujan." Acuh tak acuh Xander menjawab sembari mengarahkan para tukang. Pria tampan itu menunjukkan sikap keras kepalanya.Tak hanya sampai di situ. Xander juga merenovasi satu ruangan yang selama ini kosong menjadi ruang kerja."Mulai sekarang aku akan WHF, memantau perusahaan dari sini. Selama Papa sakit kemarin ia juga melakukan hal serupa," ungkapnya taktis, khas sang businessman handal."Bagaimana dengan perkebunan?" tanyaku sangsi."Sesekali aku masih bisa menengok, toh ada Charles dan mandor lainnya." Elah,

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   50. Hal yang Kusuka Darimu

    "Kamu serius bertanya kepadaku, Xander?" Kutatap Xander tepat di mata, mencari tahu jika ucapannya hanyalah basa-basi."Apakah aku terlihat sedang bercanda?" Ia bertanya balik. Raut wajahnya tenang, tak sedikit pun menyiratkan kesembronoan.Kugelengkan kepala sebagai jawaban. Xander serius, sungguh tak terduga. "Jadi ...?" tanyaku lagi, bukan karena tak mengerti, tapi lebih tepatnya untuk mengetahui jawaban macam apa yang Xander harapkan dariku.Pria itu mengangkat bahu. "Simple saja, James memang menaruh dendam kepadaku, tapi kamu adalah korbannya secara langsung, objek yang tak seharusnya menderita."Dalam kasus bisnis ataupun kasus hukum secara umum Xander akan langsung membuat tindakan tegas. Akan tetapi kasus ini pengecualian. Bagi Xander pendapatku akan menjadi bahan pertimbangan utama."Apapun keputusanmu aku akan mengikutinya. Katakan saja kalau kau ingin mereka dibebaskan," tandas Xander tanpa mengurangi keseriusan, hingga aku makin terpana dibuatnya.Dengan niat final dari Xa

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   49. Dendam dari Masa Lalu

    Bayanganku ketika pulang adalah segera berendam air hangat, makan kenyang, lalu tidur nyenyak di tempat tidurku yang nyaman. Tak hanya kurang makan, aku juga kurang tidur.Bagaimana aku bisa tidur nyenyak, bila pikiranku dipenuhi kecemasan?Namun, keinginanku tak berjalan sesuai angan-angan. Sesampainya di rumah aku disambut layaknya tawanan perang yang kembali ke tanah air."Theodora sayang, syukurlah kau sudah kembali. Aduh, bagaimana ini, kamu jadi kurus sekali? Kau harus segera makan." Ibu mertuaku menyerocos tanpa jeda sembari memeriksa kondisiku dari atas hingga bawah.Berulang-ulang ia mengucap syukur, sebab aku bisa kembali dalam kondisi selamat, dan tak lupa merutuki Mr. Foster yang telah menculikku. Omelannya terdengar lucu.Setidaknya ia mengkhawatirkanku, dan segera bergegas datang bersama ayah mertuaku ke rumah kami begitu mendengar berita kepulanganku."Kau sudah mandi, 'kan? Ayo cepat makan sup ini," desaknya sembari mendorongku pelan agar duduk di kursi."Iya, Ma." Aku

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   48. Kekurangan Xander

    Aku tak tahu apa yang tengah terjadi di luar, sebab kamar yang kutempati berada di lantai atas paling pojok. Hanya saja aku mulai gelisah ketika waktu makan siang tiba, dan tak ada orang yang mengantarkan makanan untukku.Sejak hamil aku lebih cepat merasa lapar, mungkin karena aku harus memberi makan dua orang. Sepertinya Baby Hope hobi makan juga seperti kedua orang tuanya."Brak!" Suara pintu yang didorong dengan keras membuatku kaget. Aku ketakutan dan mengira itu adalah Mr. James yang mengamuk. Namun, sosok yang berdiri di pintu membuat mulutku ternganga, dan dadaku bergejolak."Thea!" panggilnya dengan suara bergetar. Dalam sekejap ia berlari ke arahku, dan memelukku begitu erat."Xander." Untuk kali pertama nama itu kuucapkan dengan penuh rasa syukur dan kelegaan mendalam. Akhirnya suamiku datang untuk membebaskanku."Bagaimana ini? Kau jadi begitu kurus. Apakah mereka tidak memberimu makan?" Dipegangnya kedua pipiku, diperiksanya diriku dari atas hingga bawah. Sorot matanya pen

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   47. Menjadi Tawanan

    "Duduklah, Theodora. Mengapa kau tak makan? Anakmu pasti lapar sekarang." Ah, wanita ini mengetahui namaku.Perlahan ia menuangkan air ke gelas kosong yang telah disiapkan. Makanan yang dibawanya berupa dua bungkus sandwich yang cukup besar, dan beberapa buah jeruk. Hanya ada sebotol air minum disertai satu cangkir porselain.Tak ada sendok, garpu, apalagi pisau. Rupanya mereka waspada, kalau-kalau aku melakukan tindakan yang membahayakan. Mereka pikir aku ini siapa? Wonder woman? Atau Charlie's angel? Hah!Dengan enggan aku mengambil tempat duduk di seberangnya. "Tolong katakan saja sekarang, siapa kalian sebenarnya dan apa maksud kalian mengurungku di sini," ucapku setenang mungkin, meskipun hatiku kecut.Aku tak bermaksud untuk menunjukkan perlawanan, sebab orang yang kuhadapi, sepertinya, bukan penjahat keji. Siapa tahu mereka bisa diajak kompromi, dan mau membebaskanku.Aku bukannya tak lapar, malahan sangat lapar, tetapi aku tak bisa tenang sebelum mengetahui permasalahan yang te

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   46. Diculik

    "Baby Hope benar-benar membawa harapan bagi kedua orang tuanya, tak ada yang menduga kehidupan kalian bisa seindah sekarang," komentar Judith atas masa bahagia yang kualami dalam pernikahanku saat ini.Benar, aku tengah merasakan sukacita tak terkira bukan hanya karena anugerah kehidupan yang tengah bertumbuh di dalam perutku, tapi juga limpahan perhatian dari orang-orang yang menyayangiku.Susu hamil, sayuran, buah, telur, daging, ikan, dan segala bahan makanan segar yang bisa didapatkan di sini selalu tersedia. Tak ketinggalan juga kue, kukis, keripik, dan camilan yang bisa kumakan secara bersahaja.Sangat menyenangkan, apalagi setelah tiga bulan pertama terlewati aku merasa sangat sehat, dan tak lagi mual-mual.Masalah yang semula membuat runyam satu perusahaan kini telah terselesaikan dengan baik. Rencana untuk membuka pasar saham pun terlaksana tanpa kendala. Alhasil, ada banyak tambahan tenaga profesional yang mengelola perusahaan, Xander bisa kembali ke perkebunan, dan secara ot

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   45. Theo Membuka Kartu

    "Sungguh tak kusangka, hamil akan begitu menyenangkan: dapat banyak hadiah dari mertua, dimanja suami, semua keinginan dituruti, dimasakin, ditemani jalan-jalan tiap pagi, ditemani ke dokter ....""Ah, kau 'kan cuma melihat enaknya saja, tak tahu sulitnya hamil di trimester pertama, dan tak merasakannya sendiri," sanggahku cepat. Kupukul manja lengan orang yang menganggap kehamilanku ini enteng.Dialah kakak kandungku, Theodore. Setelah sekian bulan sejak hari pernikahanku aku berjumpa dengannya lagi. Ia melakukan kunjungan singkat, katanya mumpung dirinya tengah menengok orang tua kami di kota sebelah.Kami melepas rindu, duduk sambil mengobrol di tempat favoritku, di mana lagi kalau bukan balkon rumah. Xander bahkan memberi kami kesempatan untuk berdua saja."Begitukah?" Theo meluruskan punggung, dan sikapnya yang santai berubah serius. "Katakanlah kepada kakakmu ini, bila suamimu itu tak mampu membuatmu bahagia."Dengan gaya bak seorang preman, Theo menelengkan kepalanya, dan merema

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   44. Ngidam

    "Adakah yang tidak beres di perusahaan, Xander?" Hati-hati aku bertanya kepada suamiku yang masih duduk dengan raut muka super serius.Semenjak kami sepakat untuk berdamai demi calon bayi kami, Xander lebih terbuka tentang masalah yang tengah dihadapi perusahaan keluarga Smith. Itulah sebabnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun aku tak bisa membantu setidaknya aku bisa mendengarkan keluh kesahnya.Namun, ternyata aku tak perlu khawatir lebih lanjut. Xander tersenyum sembari menggenggam tanganku. "Pasti mukaku kelihatan serius sehingga kamu khawatir. Maafkan aku, Thea. Justru sekarang keadaan tengah membaik di perusahaan."Xander menuturkan bahwa orang yang selama ini mengkhianati mereka dengan membocorkan tender sudah ketahuan identitasnya. Sedikit mengecewakan karena pengkhianat tersebut adalah Helen Moss, salah satu sekretaris, orang yang sudah lama bergabung dengan perusahaan, dan menjadi orang kepercayaan ayah mertuaku.Katanya ia terlilit utang, dan didekati oleh salah

DMCA.com Protection Status