All Chapters of Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu: Chapter 11 - Chapter 20

204 Chapters

BAB 11. Married Agreement

Setelah mobil berhenti dengan sempurna, Ratih membuka sabuk pengamannya. Baru saja sabuk pengamannya selesai dilepas. Deva telah membuka pintu mobil dan keduanya sama-sama terkejut melihat satu sama lain. Pak Ratmin yang ada di sana hanya mengulum senyum saja, melihat kedua insan muda ini saling terpanah satu sama lain. Tapi, kok terpananya lama sekali, akhirnya Pak Ratmin mengambil inisyatif untuk berdeham. “Ehem, ehem!” Suara Pak Ratmin langsung membuat Deva dan Ratih salah tingkah. “Em, silahkan masuk. Kamu, sudah sarapan?” tanya Deva sampai lupa tujuannya mengundang Ratih ke rumahnya. “Terima kasih, iya aku sudah sarapan,” sahut Ratih lalu mengikuti Deva dari belakang. Ternyata di meja makan, Deva sudah menyediakan dua piring dan ada roti bakar. Sepertinya Deva menyiapkan sarapan ini untuk Ratih. “Oh sudah yah,” sahut Deva sambil mengambil piring yang disiapkan untuk Ratih, tapi dengan cekatan Ratih mencegahnya. “Eh, mau apa? Aku jadi ngiler liat rotinya. Aku sengaja sarapan s
Read more

BAB 12. Isi Kontrak Perjanjian Pranikah.

“Kenapa kamu selalu saja mengancamku?!” protes Ratih.Dia mulai emosi setiap kali Deva mengatakan tidak akan ada pernikahan. Bayangan wajah Darman dan Lusi yang kecewa membuat Ratih selalu mati kutu jika sudah mendengar tentang pembatalan pernikahan mereka.“Kan, kamu sendiri yang mengatakan kalau akan memenuhi semua syarat yang aku ajukan sekali pun itu merugikanmu. Asalkan aku mau menikah dengan mu? Apa kamu sudah lupa dengan perkataanmu sendiri?” sindir Deva sambil menatap tajam Ratih.“Yah, kalau begitu ngapain kamu suruh aku membaca dan mendiskusikan isi perjanjian pernikahan ini, kalau pada akhirnya kata diskusi itu hanya sebuah isapan jempol belaka. Harusnya kamu langsung suruh aku menandatangi perjanjian ini saja dong!” Ratih tanpa sadar meninggikan suaranya.“Aku tidak suka sekali mendengar nada dan cara bicaramu kepadaku. Sepertinya aku harus menambah satu poin mutlak lagi!” dengus Deva sambil menulis angka sepuluh dan kalimat yang cukup panjang pada bagian bawah kertas yang
Read more

BAB 13. Jepit Rambut Mamaku

Ratih juga baru menyadari jika rencananya di pagi hari sebelum berangkat ke rumahnya Deva ternyata gagal dia laksanakan. Sejak tadi, rambut lembutnya justru menutupi jepit mutiara yang tersemat di sisi kiri belahan rambutnya. Jepit Mutiara ini baru tampak jelas saat Ratih menjepit poni depannya ketika tadi menandatangani Married Agreement. “Ini? Iya, ini punya Tante Nadira. Kok kamu tau?” tanya Ratih pura-pura kaget. “Tentu saja aku tau semua barang milik mamaku.” Deva lalu mengambil sebuah pigura foto yang ditaruh di meja menghadap ke arah kursinya. “Jepit rambut ini, sering sekali dipakai mamaku dan kebetulan lebih dari setengah foto mamaku almarhumah selalu memakai jepit itu. Pertanyaannya, kok bisa ada di kamu?” tanya Deva curiga. Apakah Abizar yang memberikannya? Rasanya tidak mungkin. Kalau pun Nadira yang memberikannya langsung kepada Ratih, Deva sedikit heran kenapa selama ini dia tidak tau. “Ini hadiah ulang tahunku yang ke sebelas. Waktu itu Tante Nadira merasa gerah mel
Read more

BAB 14. Berkunjung Ke Gudang Kebun Karet.

“Iya benar, Tuan Muda. Saya saja tidak menyangka Nona Ratih bisa mengajak saya bercerita. Satu saja pesan saya, Tuan Muda. Jangan enggan untuk membuka hati Tuan Muda untuk Nona Ratih, semua yang terjadi saat ini bisa saja menjadi jawaban dari doa keluarga Nona Ratih dan juga papanya Tuan Muda.” Nasehat Pak Ratmin memang benar, hanya saja Deva masih memiliki keraguan yang besar.“Iya, kita lihat nanti bagaimananya Pak Ratmin. Saya tidak bisa menjanjikan hati saya untuk Ratih, semua ini saya lakukan untuk memenuhi janji saya kepada Mama Nadira. Untuk urusan kepercayaan, Ratihlah yang harus berjuang mendapatkan kepercayaan dariku. Setelahnya, bukan tidak mungkin aku akan membuka hatiku untuknya,” jawab Deva.Selebihnya Deva menghabiskan waktu untuk berpikir dan sesekali membaca laporan keuangan yang baru saja dikirimkan oleh tim auditor tadi pagi.Di sisi lain, Ratih baru saja sampai di gudang penyimpanan kasil karet. Terlihat bundanya menggunakan jumpsuit kerja dan masker. “Bang Parlin,
Read more

BAB 15. Deva, Selamatkanlah Aku.

Suara tak asing itu membuat Ratih spontan berbalik. Tampak Rangga sedang berdiri dengan membawa sebilah celurit di tangannya. Wajahnya tampak lusuh, matanya juga tampak agak sembab dengan bagian bawah mata yang berwarna lebih gelap.“Rangga? Apa yang kamu lakukan di sini?” Suara Ratih terdengar gugup sambil sesekali melirik ke benda tajam yang digenggam erat oleh Rangga.“Apa kamu lupa, kalau aku ini buruh panen getah karet harian di kebun ayah kamu? Kenapa kamu sangat terkejut melihat aku seperti ini? Apa yang dilakukan oleh si Deva brengsek itu, sampai kamu tega meninggalkanku seperti ini?” Rangga terlihat sangat geram, matanya juga memerah dan berair sangking kesalnya perasaan Rangga.“Rangga, kamu tenanglah. Kalau kamu memang mau bicara baik-baik sama aku, kita atur waktu untuk bertemu diluar jam kerjamu yah. Jangan seperti ini, kamu kan harus menyelesaikan dulu tanggung jawabmu hari ini.” Ratih berbicara selembut mungkin dengan sedikit membujuk Rangga.Ratih takut Rangga emosi da
Read more

BAB 16. Jangan Tinggalkan Aku

“Deva, selamatkanlah aku. Ku mohon Deva, datanglah kepadaku. Aku, kembali ke masa sekarang bukan untuk dibunuh oleh bajingan ini untuk yang kedua kalinya. Ku mohon Deva selamatkanlah aku ….”Tangan kanan Rangga semakin mendekat ke arah wajah Ratih.BUG!Sebuah pukulan telak menumbangkan Rangga dan membuat cengkeraman tangan di leher Ratih terlepas. Tetapi karena cekikan Rangga cukup membuat Ratih kehilangan banyak oksigen di otaknya, saat itu juga Ratih langsung pingsan di tempat.“Ratih!” pekik Lusi dan Darman bersamaan dan segera menolong anak mereka.Untunglah sebelum Rangga mendaratkan sebuah pukulan di wajah Ratih, Parlin datang lebih dahulu menolong Rating dengan memukul Rangga dengan siku tangannya. Rangga langsung di ikat dan diserahkan ke pihak berwajib saat itu juga.Sedangkan Ratih segera di bawa ke rumah sakit, kedua orang tuanya takut terjadi apa-apa dengan Ratih. Apalagi wajah Ratih terlihat sangat pucat saat itu.“Ratih, sadarlah Nak.” Wajah Darman terlihat sangat kacau
Read more

BAB 17. Seatap Bersama Calon Suami.

“Aku hanya akan ke sebelah ranjangmu untuk memencet bel saja. Aku tidak kemana-mana,” jawab Deva.Ratih hanya bisa menganggukk lemah, rasa ngilu di leher membuat Ratih kesulitas untuk banyak bicara. Tak lama kemudian dokter Aldo dan seorang perawat kembali datang lalu memeriksa Ratih. Terlihat bekas cengkeraman di leher Ratih membiru, Deva menyadarinya saat Aldo memeriksa dengan seksama.“Nona Ratih, apa leher Anda sakit untuk dipakai untuk menelan ludah?” tanya Aldo dijawab anggukan singkat Ratih.“Baiklah saya akan memberikan obat penghilang rasa sakit dan sementara makanlah bubur dulu,” terang dokter Aldo lalu pamit meninggalkan kembali Ratih dan Deva berdua.Deva menatap Ratih dengan pandangan sendu, ia tidak tau apa yang dirasakannya saat ini apa karena kasihan atau perduli. Yang jelas perasaan Deva saat itu tidak tenang dengan kondisi Ratih.“Mulai saat ini, aku sendiri yang akan menjagamu sampai tanggal pernikahan kita. Kamu tinggal pilih, aku yang tinggal di rumahmu atau kamu
Read more

BAB 18. Gara-Gara Bikini Di Masa Depan.

“Kamu yang kenapa?! Kamu kerjain aku yah kemarin?!” amuk Ratih sambil melotot. Deva baru sadar akan sesuatu, dia langsung menepuk jidatnya. Seharusnya Deva tidak memencet tombol apa-apa untuk setelan pengaturan warna anak tangga tersebut. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, keusilannya telah tertangkap basah oleh Ratih. “A-aku baru saja memasangnya agar kamu nyaman,” bohong Deva sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ratih memicingkan kedua matanya tidak percaya dan menunjuk kedua mata Deva dengan hari telunjuk serta jari tengahnya seolah sedang mengancam dan mengawasi Deva. “Awas saja kalau kamu bohong! Aku pasti bisa mengendusnya,” desis Ratih sambil melengos. Ratih segera naik ke lantai dua terlebih dahulu sambil disusul oleh Deva yang langsung menggigit bibirnya menahan tawa. “Buka saja pintunya tidak aku kunci,” ucap Deva saat melihat Ratih berhenti di depan pintu kantor sambil menatapnya. Deva lalu mengambil sebuah berkas dan menunjukkannya kepada Ratih yang sudah duduk d
Read more

BAB 19. Empat Hari Lagi, Kamu Akan Menjadi Nyonya Rahardjo.

“Jangan bilang kalau kamu marah sama aku gara-gara bikini merah di masa depan yah? Apa kamu dari tadi cemburu atas sesuatu yang belum terjadi, Dev?!” tanya Ratih sambil berjalan semakin mendekati Deva. “HAH?! Cemburu?! Hahaha! Apa kamu lagi menghayal?! Ngapain aku cemburu sama kamu? Aneh-aneh saja,” sangkal Deva langsung membuang mukanya. Tapi Ratih terus saja mengejar Deva dan berjalan menuju ke tempat Deva berdiri di depan jendela. “Aneh-aneh? Terus kalau bukan cemburu apa namanya. Kamu marah-marah nggak jelas, belum lagi mencecar aku dengan pertanyaan-pertanyaan aneh soal bikini. Kamu bahkan marah sama aku karena aku memakai bikini di masa depan.” Ratih terus mencecar Deva dengan tatapan penuh curiga. Lagi-lagi Deva menghindar dari tatapan tajamnya Ratih. “Aku hanya marah dan curiga kalau kamu sering ke hotel sama Rangga karena apa yang kamu lakukan di masa lalu akan mempengaruhi nama baikku. Syukurlah hal tersebut terjadi di masa depan versimu sebelum kamu kembali ke masa lalu j
Read more

BAB 20. Ada Yang Menukar Bahan Baku Karet.

“Atmadeva! Jangan main ujung danau itu!” teriak Nadira mamanya Deva.Saat itu Deva yang baru berumur sepuluh tahun sedang bermain bola dan hampir saja terjebur ke dalam danau. Deva teringat kalau saat itu Nadira mamanya sangat panik. Apalagi, saat melihat Abizar yang juga berlari mengejar Deva.Kalau saja, Deva jadi mengambil bola di danau dan Abizar menolongnya bisa dipastikan keduanya akan meninggal.“Tapi, bolaku Mama!” tangis Deva saat melihat bola kesayangannya kini hanyut di tengah danau.“Biarkan saja! Jangan sampai karena bola itu Mama kehilangan kalian berdua. Papa juga! Sudah tau nggak bisa berenang kok sok-sok’an mau melompat ke danau!” amuk Nadira sambil menggandeng dan berjalan setengah berlari.Abizar tampak heran melihat istrinya. “Dari mana kamu tau kalau aku hampir terjun ke Danau itu saat melihat Deva mengejar bolanya?” tanya Abizar sambil mengejar Nadira dan Deva yang sudah berjalan lebih dahulu.“Sudahlah! Jangan banyak bertanya, aku jengkel sekali melihat kecerobo
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status