All Chapters of Godaan Jin Dasim: Chapter 61 - Chapter 70
91 Chapters
bab 60
Di kantorMereka berempat tengah makan siang sambil mengobrol ria, sesekali Rendi maupun Azam menimpali pertanyaan yang kadang di ajukan kepada mereka. Rendi semakin sibuk dengan laptopnya, kadang Azam melirik ke arah Rendi dengan tatapan yang salit di artikan.“Ren, kemaren bonus masuk?” Tanya Ziko tiba-tiba.Rendi mengangguk, “Masuk” jawabnya dengan mata yang tak lepas mengarah kepada layar laptopnya.“Wih .. kalian dapat bonus ya?”“Rendi doang sih, ‘kan yang megang proyek dia”“Kamu dong Ren?”“Hu’um, makanya ini sekarang traktir kalian.”“Traktirnya kok di sini? Di café atau restoran mahal kek!”Pletak“Sudah di traktir bukannya bersyukur dan berterima kasih, ini malah ngelunjak!” omel Ziko.Ardi hanya mengusap kepalanya yang di jitak Ziko.“Iya, nanti. Setelah progresnya beres dan proyek yang aku garap berjalan lancar. Kalau belakangan ini gak bisa, tau sendiri aku sedang sibuk kayak gini!”“Gak, usah Ren. Ini anak di kasih hati malah minta empedu.”“Kau lama-lama kayak emak-em
Read more
bab 61
“Astaghfirullah” Rendi mengusap wajahnya kasar.“Padahal baru juga niat untuk merelakan, tetapi hanya gelang saja yang hilang malah blingsatan” ujarnya terkekeh menertawakan diri sendiri.Rendi ingin kembali ke lantai atas, tetapi urung karena bel pagarnya berbunyi. Dia bergegas membuka pintu dan melihat siluet wanita berdiri membelakangi pagar rumahanya dari luar.“Mala”Kalana bernbalik arah, di melongo melihat penampilan Rendi yang memakai sarung dan baju koko putih bersih beserta kopiah yang masih bertengger di kepalanya.“Ehem” Rendi berdehem untuk menyadarkan Kalana yang malah melamun di luar pagar.“Kamu sendiri?” tanyanya sambil celingak-celinguk mencari seseorang yang mungkin bersama Kalana, tetapi sampai kepalanya pegal dia hanya melihat Kalana sendiri.“Aku sendiri.” Ucap Kalana sambiil menunduk.Rendi mengernyitkan dahinya bingung, untuk apa Kalana ke sini sendirian?“Azam kemana?”“Kelaur sama Mas Ardi”“Untuk apa kamu ke sini Mala? Eh maksudnya, Kalana”“Panggil Mala pun
Read more
bab 62
Kalana kembali ke rumah dengan lesu, semuanya telah pupus. Memang benar dirinya telah menjadi milik Azam, dan dia sekarang tidak berhak atas hatinya sendiri.Rendi benar, kisah mereka sudah tidak ada lagi, sekarang hanya kisahnya bersama sang suami, Azam Danial Fikri.Azam membuka pintu rumah yang ‘tak terkunci. Wajahnya merah karena menahan amarah.Dia masuk ke kamar dan mendapati sang istri menatap bulan dari jendela kamar kecil mereka.“Dari mana saja kau Kalana?!”Azam menyentak tangan sang istri hingga Kalana meringis kesakitan.“A—aku” Kalana tergagap.“Kau ke sana tanpa sepengetahuanku? Apa yang kau lakukan ke sana? Apa kau masih mencintainya? Ha?! Jawab aku! Jangan diam saja!”“Aku hanya minta maaf” ucapnya lirih menahan tangis, sayangnya isakan kecil lolos dari mulutnya.Azam meyugai surainya kebelakang.“Kenapa kau menerimaku, kalau hatimu masih miliknya Kalana?” nada suaranya ia turunkan, karena tidak ingin tetangganya mendengar keibutan keduanya. Mengingat tempat tinggal me
Read more
bab 63
“Lalu apa yang kau lakukan sekarang?”“Mengejar karir, apalagi?!” jawabnya enteng.“Ck .. naïf sekali! Padahal tadi malam ketemu sama istri orang!” monolog Azam dalam hati.Memang tidak salah jika dia sangat kesal kepada Rendi dan juga istrinya Kalana, tanpa sepengetahuan dirinya mereka bertemu. Azam jadi curiga, jikalau istrinya dan Rendi main belakang, secara mereka masih saling mencintai. Semua pikiran-pikiran buruk itu bercokol di kepalanya, Azam meremas tangannya sampai buku jarinya memutih.Setelah basa-basi yang cukup panjang, mereka akhirnya kembali bekerja seperti biasanya. Ketika bekerja, tak ada lagi percakapan atau guyonan yang memecah tawa, mereka focus dengan pekerjaan masing-masing. Entah memang focus atau pikirannya saja yang berkelana tak tentu arah.Jam kerja telah usai, Azam yang biasanya bersemangat untuk pulang kembali ke rumah, karena sudah tidak sabar bertemu Kalana. Kini, seperti enggan untuk pulang. Azam kemudian melipir ke sebuah chofee shop hanya untuk mengh
Read more
bab 64
Di malam yang dingin, karena di luar sedang gerimis. Seorang wanita menimang sayang Putra kecilnya, tak peduli rasa sakit yang mendera bahunya karena semalam terjaga sambil menggendong sang buah hatinya sendiri tanpa bantuan siapapun. Padahal badannya sudah sangat lelah karena seharian masih melakukan aktifitas ibu rumah tangga seperti biasanya.Sang suami pergi entah kemana, padahal sedang tidak bekerja. Pekerjaannya hanya waktu siang saja.“Bobok ya, sayang. Ibu capek. Kita tidur bareng di kasur,” bujuknya.Anaknya yang tengah terlelap ia letakkan perlahan di ranjang miliknya. Tetapi baru saja ingin memejamkan mata sang anak terbangun dan langsung duduk melihat Ibunya. Ibunya yang tampak sangat lelah tersenyum, sayangnya, anak tersebut kembali menangis kencang minta di timang seperti tadi.Meski lelah melanda, dia tetap menimang kembali putra gembulnya, lingkaran hitam sudah menghiasi bawah matanya, wanita itu terus saja menguap akibat ngantuk yang begitu hebat menyerangnya.Tepat j
Read more
bab 65
“Dek, kenapa aku gak di bangunin? Ini sudah jam 8 lewat 10 menit, sudah telat aku gara-gara kamu!” yanto datang ke kamar mandi sambil mengomel kepada Arumi yang sedang membilas pakaian kotor terakhir mereka.“Aku ‘kan sudah bangunin Mas Yanto tadi tetapi Mas Yanto tetap gak bangun juga,” bela Arumi.“Kamu ngebangunninnya kurang kuat! Ngebangunin orang kok kayak gak makan 2 hari, gak ada tenaga!”Arumi terdiam, apapun yang dia lakukan selalu saja salah. Pernah dia membangunkan suaminya dengan mengguncang badannya dengan cukup kuat, tetapi berakhir dengan bentakan. Padahal suaminya sendiri awalnya yang menyuruhnya membangunkannya begitu.Yanto memang tipe orang yang sulit dibangunkan ketika pagi hari, karena setiap malam selalu begadang hingga larut bersama temannya, alasannya selalu saja karena tidak bisa tidur, lalu memilih berkumpul dengan teman-temannya dan tak mau ambil pusing dengan keadaan istrinya yang lelah menjaga anaknya setiap harinya.Arumi hanya mampu diam ketika Yanto ter
Read more
bab 66
“Dek, aku mau keluar dulu sebentar, sama Vino.” Ijinnya selepas adazan maghrib berkumadang.Arumi memangdang suaminya yang berdiri di sampingnya sesaat, lalu menghembuskan nafas berat.“Mau kemana, Mas?”Arumi sekedar bertanya, meski tahu jawabannya pasti sama.“Ngopi di warungnya Pak Sugeng,”“Ngopi di sini ‘kan bisa? Sambil jagain Faqih juga”“Jaga anak itu tugasnya seorang istri, suami itu capek kerja seharian. Lagian gak enak juga kalau nolak ajakan Vino, dia baik loh sama keluarga kita, sama Faqih juga!”Memang tidak bisa dipungkiri, Vino cukup baik kepada putranya—Faqih, kalau ke rumah mereka Vino tak pernah segan untuk memberi Faqih uang walau sekedar 20.000,sekedar untuk beli jajan dan cemilan Faqih. Kadang saat libur kerja, Yanto akan mengajak Faqih ke rumah temannya tersebut, dan pulangnya Faqih membawa jajan atau uang yang diberikan Vino.Tetapi apakah harus seperti ini? setiap malam sehabis maghrib atau isya’ keluar, pulangnya larut malam.kadang ketika Yanto sudah beristir
Read more
bab 67
Arumi ikut membantu di hajatan tetangganya, kebanyakan tetangga dekat yang ikut bantu memasak di sana.“He’em, rumahnya kayak kandang kambing, mainan di mana-mana gak di bersihkan, kalau pagi anaknya masih kotor belepotan gitu! Jangankan dimandikan, orang Ibunya saja bangunnya selalu siang!”Sundari kembali menyindir Arumi di depan orang banyak.Sakit hati? Tentu saja! Mau membela diri pun percuma, malah ujung-ujungnya nanti ribut di rumah orang.Apakah di desa suami kalian ada orang seperti Sundari? Pertanyaan ini untuk kalian yang ikut tinggal di rumah suami atau mertua setelah nikah.Arumi mencoba menulikan telinganya, meski ingin sekali dia mencakar dan merobek mulut wanita tersebut, tetapi sebisanya ia tahan.Kenapa di dunia ini banyak orang yang malah sibuk dan suka ngurusin hidup orang lain, mengomentari yang terlihat tanpa tahu proses yang sebenarnya, sekarang aku ingin bertanya. Manusia seperti itu halalkah untuk di santet atau di bunuh?Arumi pergi menjauh, agar hatinya tak
Read more
bab 68
“Ini nih Ibunya, bukannya jaga anaknya malah asik-asikan ngegosip sama gadis-gadis yang belum nikah di kamar.” Ujar Sundari sinis.Arumi tak menghiraukannya, dia langsung mengambil alih Faqih dari gendongan Ayahnya.“Apa anda sedang menyindir diri sendiri Buk Sundari?” Tanya Dila tiba-tiba.Dila memang gadis yang berani dan tidak diam saja ketika ditindas orang lain, dia akan berani melawan kalau dirinya memang benar.Dila dan yang lain menyusul keluar saat Arumi berlari meninggalkan kamar mereka.“Apasih?”“Lebih baik anda diam, jangan membuat panas suasanya yang memang sudah panas!” tangan Dila di cekal oleh Ibunya agar diam.Arumi sibuk menenangkan Faqih yang terus saja menangis, pelipisnya berdarah, entah terjatuh dari mana.“Seharusnya kau jaga Faqih, Dek!” Yanto menyalahkan Arumi.Arumi mendongak, dia mengepal tangannya sampai buku jarinya memutih. Arumi geram karena disalahkan oleh Yanto, padahal jelas-jelas Faqih di sampingnya dari tadi.“Aku ‘kan nyuruh Mas buat ngawasin Faqi
Read more
bab 69
“Uang dapur sama keperluannya itu beda, seperti Ayah yang memberikan uang jajan kepada Ibumu. Uang jajan bukan berarti uang untuk keperluan dapur, ya!”“Uang jajan, khusus untuknya. Terserah mau dielikan apapun. Karena memang haknya, mau di buat perawatan, mau di belikan skincare atau parfum dan makeup. Istri disbanding-bandingklan dengan wanita lain, atau bertanya kenapa gak secantik yang dulu? Mau cantik gimana uang jajan aja gak pernah di kasih” canda Pak Leek Samsul untuk mencairkan suasa yang tadi terlalu kaku.“Nah, kalau uang nafkah atau uang dapur, itu kewajiban. Masak mau menyenangkan istri saja pehitungan? Menyenangkan keluarga gak mikir-mikir. Padahal setelah menikah yang merawat kita saat sakit dan setiap harinya adalah istri, seharusnya istri yang diutamakan bukan orang lain!” ucapnya menutup nasihat-nasihat bijaknya malam itu.***Yanto kembali ke rumahnya dengan bersungut-sungut, rupanya semua nasihat Pak Lek Samsul masuk ketelinga kanan kemudian di keluarkan lagi melal
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status