Arumi ikut membantu di hajatan tetangganya, kebanyakan tetangga dekat yang ikut bantu memasak di sana.“He’em, rumahnya kayak kandang kambing, mainan di mana-mana gak di bersihkan, kalau pagi anaknya masih kotor belepotan gitu! Jangankan dimandikan, orang Ibunya saja bangunnya selalu siang!”Sundari kembali menyindir Arumi di depan orang banyak.Sakit hati? Tentu saja! Mau membela diri pun percuma, malah ujung-ujungnya nanti ribut di rumah orang.Apakah di desa suami kalian ada orang seperti Sundari? Pertanyaan ini untuk kalian yang ikut tinggal di rumah suami atau mertua setelah nikah.Arumi mencoba menulikan telinganya, meski ingin sekali dia mencakar dan merobek mulut wanita tersebut, tetapi sebisanya ia tahan.Kenapa di dunia ini banyak orang yang malah sibuk dan suka ngurusin hidup orang lain, mengomentari yang terlihat tanpa tahu proses yang sebenarnya, sekarang aku ingin bertanya. Manusia seperti itu halalkah untuk di santet atau di bunuh?Arumi pergi menjauh, agar hatinya tak
“Ini nih Ibunya, bukannya jaga anaknya malah asik-asikan ngegosip sama gadis-gadis yang belum nikah di kamar.” Ujar Sundari sinis.Arumi tak menghiraukannya, dia langsung mengambil alih Faqih dari gendongan Ayahnya.“Apa anda sedang menyindir diri sendiri Buk Sundari?” Tanya Dila tiba-tiba.Dila memang gadis yang berani dan tidak diam saja ketika ditindas orang lain, dia akan berani melawan kalau dirinya memang benar.Dila dan yang lain menyusul keluar saat Arumi berlari meninggalkan kamar mereka.“Apasih?”“Lebih baik anda diam, jangan membuat panas suasanya yang memang sudah panas!” tangan Dila di cekal oleh Ibunya agar diam.Arumi sibuk menenangkan Faqih yang terus saja menangis, pelipisnya berdarah, entah terjatuh dari mana.“Seharusnya kau jaga Faqih, Dek!” Yanto menyalahkan Arumi.Arumi mendongak, dia mengepal tangannya sampai buku jarinya memutih. Arumi geram karena disalahkan oleh Yanto, padahal jelas-jelas Faqih di sampingnya dari tadi.“Aku ‘kan nyuruh Mas buat ngawasin Faqi
“Uang dapur sama keperluannya itu beda, seperti Ayah yang memberikan uang jajan kepada Ibumu. Uang jajan bukan berarti uang untuk keperluan dapur, ya!”“Uang jajan, khusus untuknya. Terserah mau dielikan apapun. Karena memang haknya, mau di buat perawatan, mau di belikan skincare atau parfum dan makeup. Istri disbanding-bandingklan dengan wanita lain, atau bertanya kenapa gak secantik yang dulu? Mau cantik gimana uang jajan aja gak pernah di kasih” canda Pak Leek Samsul untuk mencairkan suasa yang tadi terlalu kaku.“Nah, kalau uang nafkah atau uang dapur, itu kewajiban. Masak mau menyenangkan istri saja pehitungan? Menyenangkan keluarga gak mikir-mikir. Padahal setelah menikah yang merawat kita saat sakit dan setiap harinya adalah istri, seharusnya istri yang diutamakan bukan orang lain!” ucapnya menutup nasihat-nasihat bijaknya malam itu.***Yanto kembali ke rumahnya dengan bersungut-sungut, rupanya semua nasihat Pak Lek Samsul masuk ketelinga kanan kemudian di keluarkan lagi melal
‘Sebenatr lagi masanya, bukankah setiap pertemuan pasti ada namanya perpisahan? Seharusnya kalian para manusia berterima kasih kepadaku, karena aku menunjukkan sifat buruk orang terdekat kalian! Agar kalian bisa memilih mana yang terbaik buat kalian sendiri, aku menunjukkannya kepada kalian, agar kalian bisa terbebas dari hubungan bersama orang yang salah!’Dasim menyuarakan pendapat yang menurutnya benar, Dasim melihat manusia berlalu lalang dari alamnya sendiri, alam yang ‘tak bisa di lihat oleh mata telanjang manusia, alam yang tidak bisa digapai dengan mudah dan penuh teka-teki di dalamnya. Alam ananta, ya sebut saja begitu!“Tuhanku, Engkau menyuruh nenek moyang kami untuk bersujud kepada Adam, saat dia diciptakan. Tetapi apa yang anak cucu Adam perbuat kepada bumi yang Engkau ciptakan? Mereka merusaknya! Dan Engkau masih berbaik hati menjamin mereka Syurga bagi kaum Nabi terakhir? Akan ku buat mereka melakukan apa yang Engkau benci dan yang Engkau larang! Akan kami sesatkan ana
Yanto kembali ke rumah setelah pulang dari membeli durian bersama Vino, mereka pulang rada larut, karena masih nongkrong dulu di warung Pak Lek Sugeng seperti biasa.Yanto membuka pintu kamar, dia terkejut saat kamar itu terlihat legang tak ada orang. Bukan hanya kamarnya, tetapi seisi rumah tampak sunyi dan sepi. Yanto sudah mencari Arumi dan Faqih di mana-mana, hinga ke belakang rumah, dia mengira Faqih dan Arumi bermain di belakang, kerena jam segini Faqih sering terbangun dari tidurnya dan bermain bersama Arumi.Yanto merogoh ponselnya di dalam saku kemudian mencari kontak istrinya tersebut, dia menelfon Arumi tetapi ponsel Arumi tidak aktif, dia bingung dan bertanya-tanya kemana perginya istri dan anaknya di malam buta begini.Yanto melirik jam dinding yang jarumnya sudah menunjukkan ke angka 2 dini hari. Dia gelisah sendiri di rumah tersebut memikirkan kemana gerangan Arumi, dia kembali mengecek ponselnya, barangkali ada pesan masuk dari istrinya yang tak dia sadari. Tetapi taka
“Ini—“Yanto melihat Kakak Iparnya yang mengangguk yakin.“Itu sesuatu yang dititipkan Arumi untukmu!”“Tapi Kak, kenapa?”Aiswara geram, “Kau masih bertanya kenapa? Coba kau intropeksi diri dulu! Pantaslah Adikku meminta cerai sama kamu!”“Dan untuk anda—“Aiswara beralih menatap Vino tajam.“Jika setelah menikah nanti, apakah kau akan sering keluar bersama temanmu jika istrimu ‘tak mengijinkan?”“Tentu saja tidak, aku akan di rumah menjaga istriku!” jawabnya tegas.Aiswara tersenyum sinis.“Ku harap kau paham dengan apa yang kau lakukan, hingga adikku memilik untuk meninggalkanmu!”“Sampai bertemu lagi dengan adikku seminggu lagi!”“Tetapi di ruang persidangan!” lanjut Aiswara.Yanto ‘tak bisa berkata-kata lagi, kini dia hanya pasrah dan harus rela kehilangan istri dan anaknya, Faqih!‘Ck .. kau selalu tidak enakan kepada temanmu, tetapi perasaan istrimu kau abaikan, kau ‘tak perduli kepada wanita yang telah melahirkan putramu dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Tetapi ‘tak meng
“Kau—“Dinda mengernyit heran melihat pria di hadapannya ini, semenit kemudian Dinda tersenyum manis.“Suaminya Ita ‘kan?”Bagas hanya mengangguk, tatapannya tak beralih kepada belahan di dada wanita tersebut, jakunnya naik turun melihat belahan putih bening yang terpampang di depannya.“Mas”Ita memanggil suaminya, Bagas segera tersadar dan melewati Dinda yang masih menyapu di teras.“Itu?”“Sahabatku, yang aku ceritakan ke Mas, dia akan tinggal di sini sementara waktu”Bagas kembali menoleh ke arah Dinda, bokongnya yang terlihat sintal membuat Bagas ingin meremasnya.“Dek, Mas kangen” ujarnya di telinga Ita.Ita merinding merasakan deru nafas berat Bagas di telinganya, Ita tersenyum.“Tapi ini masih sore, Mas”Bagas melihat tatapan sayu Bagas terhadapnya.Tanpa berlama-lama lagi Bagas menarik sang Istri ke kamar mereka berdua, dan hal itu tak sengaja di lihat oleh Dinda.Di dalam kamar, Bagas dengan bringas melampiaskannya kepada sang Istri sambil membayangkan wajah ayu sahabat istr
Keesokan harinya Dinda terbangun saat hari sudah beranjak siang, dia keluar dari kamar saat mendengar suara orang lain di rumah tersebut, dia mencoba mengintip Ita dan suaminya yang berada di teras dan sudah ingin berangkat kerja tetapi mereka masih mengobrol dengan seseorang yang tidak Dinda ketahui.“Ini, bawa saja bekal dari Ibuk.” Paksa wanita tersebut seraya menyerahkan kotak bekal kepada Ita.“Sudah, ambil saja lah Dek”“Iya, bener kata suami kamu itu. Ini Ibu masak khusus buat kamu, ada ayam rica-rica dan sambel ati ampela kesukaan kamu”“Duh—Ita ngerepotin Ibu jadinya,”Ita mengambil kotak bekal tersebut dan memasukkannya ke dalam tote bag miliknya.“Ngerepotin apa sih? Kamu itu menantu Ibu, Istrinya Bagas. Otomatis kamu juga anak Ibu” senyumnya.Ita dan bagas berpamitan kepada wanita tersebut dan mencium tangannya dengan takzim, wanita yang ternyata Ibu mertua Ita melambaikan tangannya dan berlalu pergi setelah motor yang dinaiki Bagas dan Ita tidak terlihat lagi.“Enak ya ja