Semua Bab Menjadi Kekasih Bayaran Pak Dosen Dingin: Bab 11 - Bab 20

52 Bab

Bab 11 Tawar Menawar

"SENJA!" "Apa sih, Fi?" Senja merasa tidak ada yang janggal sementara Fifi justru tidak enak hati diperhatikan Restu sambil senyum sedari tadi."Ini Pak Restu bos aku. Bisa sopan nggak sih?"Senja membelalak sempurna. Urat malunya seolah putus, ia mati-matian sksd dengan lelaki ini di depan pos satpam. Ternyata lelaki yang dimaksud adalah bos di kantor ini. Menarik napas panjang, ia mengukir senyuman semanis madu."Selamat pagi Pak Restu," ucap Senja dibuat sebisa mungkin tidak gugup. Sambil memberi kode dua jarinya yang diangkat. Sontak saja Fifi menyikut sahabatnya yang sudah membuatnya malu benar."Kamu karyawan baru, bukan?" tanya Restu masih dengan mengul*m senyum. Tatapannya mengarah ke Fifi yang reflek menunduk. Senja justru mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan Restu. Tentu saja ini mengingatkannya saat di kantor Opa Zein."Iya, Pak. Saya Fifi. Ini teman saya Senja Kamila yang ingin mengisi lowongan sebagai cleaning service." Fifi menoel lengan Senja yang pandangann
Baca selengkapnya

Bab 12 Pasrah

Senja berangkat mengikuti kajian di salah satu masjid besar di kota Bandung. Ia sudah janjian dengan Fifi seperti biasa mengikuti kajian ustad Akbar idolanya."Hai, Ja. Di sini." Fifi terlihat melambaikan tangan setelah Senja memarkirkan motor."Naik apa tadi, Fi?""Dianter Andre. Dia langsung ke kafe.""Kalian ini nempel terus. Buruan dihalalin, takut kelamaan bosan nanti," celetuk Senja."Nunggu tabungan ngumpul dulu lah," balas Fifi cekikikan sambil merapikan pasminanya. Ia membuka tas selempangnya lalu menyerahkan satu lagi pasmina yang dipinjam Senja. Keduanya mencoba merapikan di sisi samping masjid dekat toilet."Ini kan pasmina mahal. Apa Fifi sebenarnya orang kaya? Kenapa ngaku orang nggak punya," batin Senja. Ia jelas tahu pasmina bermerk yang dibawa Fifi. Pasmina yang juga sering dipakai mama sama omanya."Gimana sih, susah amat pasminamu, Fi.""Ckk, kamu aja yang belum terbiasa, Ja." "Kayaknya besok beli jilbab yang langsung pakai aja, Fi. Repot pakai beginian. Yang kemari
Baca selengkapnya

Bab 13 Tak Terduga

Seminggu berlalu terasa cepat. Senja sudah mewanti-wanti dirinya agar tetap tenang. Namun, apa saja yang dikerjakan serba salah karena gugup. Ucapan Adam terngiang-ngiang di telinganya. "Ja. Yang ini belum lengkap snacknya. Nah ini malah dobel," tegur Fifi. "Maaf, Fi. Maaf." "Kamu kenapa salah-salah terus dari tadi. Biasa ceroboh tapi nggak ceroboh juga kalau soal makanan," ledek Fifi. Reflek Senja menyengir kuda. "Habisnya Pak Adam bikin otakku buntu tahu, nggak? Mana hari ini beliau minta aku ke rumahnya." Tawa Fifi seketika meledak. Senja pun bertambah kesal dibuatnya. "Kamu malah ikutan meledek sih, Fi." "Siapa suruh buat kesepakatan konyol sama Pak Adam?" "Uang, Fi. Demi uang buat bayar utang." "Iya-iya. Terima aja kalau gitu. Toh cuma pura-pura juga. Kalau beneran ya rejeki kamu, Ja." "What?! Rejeki apaan, yang ada aku rugi tahu nggak. Rugi waktu dan tenaga ditambah dosa berbohong sama orang tuanya." "Ya udah niatin yang baik aja biar nggak jadi dosa." "Gimana caran
Baca selengkapnya

Bab 14 Kakak Adik

"Hah?!" Dua kakak adik reflek matanya membola. Sementara itu, Senja hanya berkomat kamit sambil menunduk. Salah sendiri, ia menerima kesepakatan dua laki-laki muda di depannya hanya demi sejumlah uang untuk melunasi utang modal bisnis. Kesepakatan untuk menjadi kekasih bayaran. Ternyata lelaki itu kakak adik. "Sini, mana calon yang mau kalian kenalin ke Umi? Katanya hari ini mau kalian ajak ke rumah." "Ini Mi calonnya," tunjuk Adam dan Restu bersamaan ke arah Senja. Umi Nayla pun terperanjat mendengar ungkapan kedua putranya. "Astaga, kenapa aku terlibat masalah rumit begini. Ingin rasanya bumi menelan bulat-bulat hingga aku menghilang dari dua laki-laki yang menyusahkanku." Senja meringis sambil menangkupkan kedua tangan. Ia melihat Umi Nayla syok. "Siapapun tolong bawa aku kabur dari sini!" "Ckk, kalian ini nggak usah mengarang. Ayo Sela ikut saya!" Baik Adam dan Restu hanya melongo sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Nayla dengan santainya mengajak masuk Senja ke rumah.
Baca selengkapnya

Bab 15 Es Krim

"Antar saja saya ke kafe." Adam tertegun mendengarnya. "Mau ngapain di sana? Meluapkan emosi? Nggak! Nanti kamu malah minum-minum nggak jelas. Udah pulang aja ke kos." "Pak Adam nggak ngerti perasaan saya. Saya bilang antar ke kafe. Kalau nggak mau, saya turun saja." Senja mencoba membuka pintu mobil tapi terkunci otomatis. Ia menggedor-gedor sambil marah-marah. Adam lalu menepikan mobilnya. "Bilang dulu kamu mau ngapain di sana? Baru saya antar. Saya nggak mau hal buruk terjadi menimpa kamu." Senja menoleh ke samping menatap lelaki yang baru saja mengucapkan kalimat perhatian. "Pak Adam nggak usah pura-pura perhatian sama saya. Itu nggak masuk dalam skenario tahu, nggak?" sungut Senja. Adam pun tergelak melihat raut wajah lucu Senja yang tidak pernah ia duga. "Kenapa tertawa? Meledek, ya?" "Habisnya kamu lucu persis kayak anak kecil yang nggak dibelikan es krim ibunya." "Ckkk, menyebalkan." Semakin Senja marah, Adam justru semakin terhibur. Tawa lepasnya tak terbendung me
Baca selengkapnya

Bab 16 Diam

"Pak Adam," lirih Senja. Ia membetulkan pasmina yang melorot ke lehernya."Apa? Pakainya yang bener biar nggak lepas. Bisa pakai bros untuk mengaitkan," seloroh Adam. Ia sendiri tidak menyangka sampai mengomeli Senja masalah penampilan pasminanya. Senja hanya bersungut mendengarnya."Itu," tunjuk Senja ke arah eskalator. Adam mengikuti arah yang ditunjuk Senja."Itu Mbak Reva, kan? Perempuan gaun merah yang jalan sama laki-laki." Tubuh Adam menegang, mata tak berkedip memastikan objek yang dilihatnya."Reva.""Pak Adam nggak apa-apa?" tanya Senja ragu. Namun, begitu melihat wajah Adam santai, Senja malah heran."Benar itu Mbak Reva kan, Pak?""Iya, Reva sama atasannya."Senja hanya ber oh ria. Ia melihat Adam menjauh dari kedai es krim lalu menempelkan benda persegi ke telinganya. Senja masih mengamati dari jauh sambil menikmati es krim yang tersisa."Halo Rev, kamu lagi off?""Ah iya, Dam. Bos ada urusan jadi aku dikasih off untuk menemani bertemu koleganya.""Oh. Kenapa nggak ngabari
Baca selengkapnya

Bab 17 Percaya

"Reva?!""Hmm, Adam! Kenapa ke sini nggak bilang-bilang dulu?" Dengan mengucap terbata, Reva tetap berusaha tenang."Kamu berharap bukan aku yang datang, Rev?""Oh ini tadi kunci mobil.""Rev, kunci mobil saya ketinggalan." Suara lelaki dari arah samping Adam berdiri membuatnya menoleh."Oh ada tamu, ya?" ungkap bos Reva lalu menyapa Adam.Sementara itu, Adam tersenyum simpul emmbalas sapaan lelaki yang ditaksirnya lebih tua sedikit darinya. Melihat dari jari tangannya terdapat cincin, pastilah lelaki itu bukan single."Iya, Ma...hmm Pak. Kuncinya ketinggalan di meja.""Makasih, Rev. Jangan lupa besok filght siang on time, ya.""Siap, Pak.""Senang bertemu dengan....""Adam.""Ya, Pak Adam. Temannya Reva, kan?""Ya, lebih tepatnya calonnya Reva."Bos Reva beroh ria lalu melambaikan tangan berpamitan."Adam, kenapa kamu bilang begitu sama bosku?""Bilang apa?" tanya Adam balik ke Reva. Ia bersikap santai lalu masuk dan duduk di sofa."Ini buat sarapan kamu, Rev.""Iya makasih banyak.""
Baca selengkapnya

Bab 18 Kamar Siapa?

"S*alan, Seno mau menjebakku.""Bos, Senja mau bayar utang," seru Seno sembari menunjuk ke Senja. Bos Seno pun tertawa kencang membuat Senja siaga. Ia bisa melihat raut wajah lelaki botak itu menatapnya penuh hasr*t. Senja mau tak mau memutar otaknya. Dia jelas bisa melawan jika orangnya sedikit. Namun saat ini ada empat orang laki-laki di sana. Ia tidak bisa menaksir seberapa kuat lawannya."Tunggu! Saya transfer dulu utang saya biar semua clear," ucap Senja mantap."Oh dengan senang hati Nona cantik. Tapi jangan lupa bunganya.""Seno nggak bilang kalau ada bunganya. Iya, kan?" Senja kesal sambil menatap tajam ke arah Seno."Dia memang nggak bilang. Tapi aku yang minta bunganya. Tidak usah di transfer, bunganya langsung saja di sini," ucap lelaki itu dengan seringai licik."Katakan berapa nomernya, saya transfer sekarang juga."Seno memberikan nomer rekening bosnya. Dengan lincah jemari Senja segera melakukan
Baca selengkapnya

Bab 19 Gelang Mutiara

"Udah dulu ya, Ma. Nanti malam Senja telpon lagi.""Telpon dari siapa, Ja?" Suara Adam yang berdiri di ambang pintu mengagetkan Senja. Dipikirnya tidak ada siapa-siapa tadi di kamar itu. Ternyata tanpa Senja sadari Adam sudah berdiri di luar pintu kamar."Eh Pak Adam. Tadi ibu saya telpon dari kampung, Pak." Adam menautkan alisnya lalu Senja mengalihkan topik."Saya mau pulang sekarang, Pak.""Saya antar.""Nggak usah, Pak. Saya bisa naik ojek atau taksi.""Siapa yang suruh menolak? Lagian Umi udah kasih izin. Bahaya kalau kamu naik ojek atau taksi kondisi begini.""Ckk, lebih bahaya kalau diantar Bapak.""Yang antar bukan saya tapi sopir. Saya cuma nemenin aja. Nggak usah geer."Senja membelalakan mata. Sudah kepalang malu karena kepedean mau diantaf Adam. Ia merutuk dalam hati."Sudah tahu sakit gini malah dibully, hufh nyebelin, kan. Tadi aja bersikap manis.""Senja!" "Eh iya, Pak. Siap." Senja berjalan hati-hati seraya mengambil tas dan ponsel yang ada di nakas. Kepalanya masih s
Baca selengkapnya

Bab 20 Akrab

Waktu berlalu tak terasa hari tergerus oleh minggu. Senja melewati hari-hari terakhir bimbingan dengan Adam."Lusa siapkan draft skripsinya. Saya cek sekali lagi. Setelah itu bisa daftar sidang!""Beneran, Pak?""Nggak percaya? Ya sudah, saya tarik kembali ucapan saya barusan.""Eh nggak boleh begitu, Pak. Iya-iya saya siapkan draftnya."Senyum terukir di bibir Senja. Ia tidak sabar mengabari orang tuanya bahwa sidang sudah dekat. Mempersembahkan kelulusan kepada orang tuanya menjadi kebahagiaan tersendiri baginya."Oya, Ja. Nanti siang ikut saya ke butik." Adam seperti bukan sekedar memberi info tetapi lebih ke memberi titah."Buat apa, Pak?""Buat fitting seragam acara lamaran.""Hah? Lamaran apa, Pak? Kita kan hanya pura-pura.""Ya, siapa tahu beneran. Saya bisa saja serius kalau kamu mau."Reflek Senja tersedak ludahnya. Entah kenapa jantungnya memompa darah dengan cepat.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status